Tanpa gairah Yora mengikuti keinginan mamanya, setengah hati ia bersiap-siap untuk makan malam yang sudah dipersiapkan orangtuanya. Tak membutuhkan waktu lama bagi Yora berpikir pakaian apa yang akan ia kenakan. Secara acak ia mengambil pakaian dalam lemarinya.
“Apa yang kamu pakai itu Yora?” Tanya mamanya terkejut saat masuk ke kamar anak gadis satu-satunya dan hanya mengenakan celana jeans pendek, tank top biru dilapisi lagi cardigan hitam.
Yora menoleh saat mendengar omelan mamanya, ia menatap mamanya tanpa niat membantah sedikitpun.
“Kamu malam ini akan ketemu di resto bukan pantai Yora” Ujar mamanya gemas. “Kamu jangan buat mama papa malu dong Yora” Tegas mamanya.
Mama Yora tak menunggu jawaban dari anaknya, beliau berjalan melewati Yora lalu tangannya sibuk memilih-milih pakaian untuk Yora.
Pilihan mama Yora jatuh pada satu gaun selutut berwarna putih gading tanpa lengan “Pakai yang ini Ra, pasti kamu lebih terlihat anggun dan dandan jangan polos gitu”
Sambil menerima gaun dari tangan mamanya Yora berujar “Janji loh ma ini terakhir kali, gak akan ada lagi yang lainnya” Yora mengingatkan janji mamanya. “Khusus malam ini Yora akan ikuti semua mau mama papa tapi hanya malam ini”
Mamanya memegang kedua pundak Yora menggiringnya duduk depan cermin untuk berdadan, penuh sayang mama mengecup puncak kepala Yora seraya berbisik “Mama janji ini akan jadi yang terakhir, setelah ini mama gak akan paksa kamu lagi”
Yora tersenyum simpul menatap bayang dirinya juga mamanya di depan cermin. Dirinya tahu sebenarnya kedua orangtuanya hanya ingin ia mendapatkan yang terbaik tetapi memang sering kali anak dan orangtua memiliki pemikiran yang berlawanan, suatu saat nanti Yora ingin pilihan hatinya adalah juga pilihan orangtuanya. Sekelibat bayangan Lexon hadir kembali membuat hati Yora resah, jauh di dasar hatinya ingin sekali lagi berjuang mempertahankan hubungannya dengan pemuda yang selalu saja melengkapi harinya. Tapi kini Yora harus benar-benar merelakan angannya. Setelah selesai Yora keluar kamar, ia menemukan papanya sudah berada di ruang keluarga bersama mama juga adiknya, Yovan.
“Kamu sudah siap? Mau papa yang antar atau Yovan?” Tanya papanya.
Yora menggeleng, “Gak usah pa, tadi Willem bilang mau antar Yora”
“Kamu tuh sama Willem sepertinya terlalu dekat, memang Lestha gak cemburu?” Timpal mama.
“Kenapa gak sama Willem saja kamu Yora, papa setuju kok”
“Papa sama mama apaan sih? Udah ah Yora pergi dulu yah” Tak ingin terlalu lama mendengarkan orangtuanya Yora segera berpamitan.
“Woow you’re so beautiful tonight” Ujar Willem saat melihat Yora masuk mobil. “Keren banget kamu Ra” Willem tak berhenti terkagum menatap gadis di sampingnya.
“Will bisa diam gak? Sudah dong” Protes Yora.
“Kayaknya cowok malam ini bisa terhipnotis sama penampilan kamu Ra” Willem menambahkan.
“Will” Yora cemberut “Ayo jalan, biar cepat beres”
“Gak sabar yah mau ketemu sama cowok itu?” Willem lagi-lagi menggoda.
“Willlemmmm” Yora berujar gemas.
Sambil mulai mengemudi Willem berceloteh “Kalau kamu mungkin bisa bertahan cuma satu jam tapi aku yakin cowok itu pasti gak akan biarin kamu pergi dalam waktu kurang dari satu jam Ra”
“Willem sudah dong, pokoknya kamu tunggu aku”
“Siap tuan putri, sebelum satu jam aku gak akan pergi kok”
Tiba di pelataran parkir, “Mau di temenin gak?” Tanya Willem jahil.
Yora hanya pura-pura memasang tampang kesal karena Willem terus saja menggodanya.
“Tunggu yah, satu jam” Ujar Yora sebelum melangkah keluar mobil.
Seorang pelayan resto dengan ramah menyambut kedatangan Yora di depan pintu. Memberi salam serta senyum, ia mengantarkan Yora setelah mengetahui bahwa ada janji dengan seseorang. Satu meja yang masih kosong, pelayan mengangkat sebuah tulisan ‘reservasi’, lalu mempersilahkan Yora untuk duduk. Pandangan Yora menyapu seluruh ruangan yang dihiasi lampu remang membuat kesan romantis bagi pengunjung yang datang bersama dengan pasangan. Kurang dari lima menit saat Yora sedang memainkan game yang ada di handphonenya sebuah suara mengejutkannya.
“Malam nona cantik. Kamu pasti Yora” Sapa cowok bertubuh tinggi mengenakan kemeja putih dengan list hitam pada garis bagian kancing.
Dari penampilannya Yora mendapat kesan bahwa pemuda di depannya memiliki cara berpenampilan menarik. Wajahnya tampak begitu maskulin.
“Kamu mau pesan apa?”
Yora tersenyum “Terserah kamu, aku ikut saja”
Setelah melihat-lihat menu yang tersedia, pemuda itu memesan beberapa makanan juga minuman untuk mereka berdua.
“Eh ngomong-ngomong kita belum kenalan secara resmi. Darlen” Sapa pemuda depan Yora sambil mengulurkan tangan.
“Yora” Balas gadis itu seraya menyambut uluran tangan dari Darlen.
Beberapa saat keduanya mengobrol seputar kesukaan atau keseharian. Selesai menikmati makanannya Yora melirik jam pada layar handphonenya, ia hampir menghabiskan waktu satu jamnya. Otaknya mulai berputar mencari alasan tepat untuk segera pergi. Menurutnya memang Darlen adalah pemuda yang baik, ia membuat Yora nyaman saat mengobrol namun hati Yora tetap menolak untuk melanjutkan hubungan seperti yang menjadi harapan orangtuanya.
“Sampai kapan aku harus terus menghindar? Sampai kapan aku mampu bertahan bersahabat dengan luka hati seperti ini?” Batin Yora.
“Yora kamu kenapa?” Tanya Darlen saat melihat Yora terdiam.
“Hmm gak kok, cuma agak ngantuk saja”
“Kamu mau pulang? Gak apa-apa kok biar aku antar”
“Eh gak usah, gak apa-apa kok” Balas Yora, sebaliknya ia malah merasa tak enak hati kalau harus meninggalkan Darlen.
Mereka kembali mengobrol dan melewatkan satu jam yang ia janjikan dengan Willem, ia yakin pasti sudah ditinggalkan.
“Ra, boleh gak kalau aku tanya hal yang privasi?” Tanya Darlen membuyarkan lamunan Yora.
Anggukan kecil disertai senyum simpul.
“Kamu cantik, baik, kayaknya gak mungkin kamu belum punya pasangan?”
Yora tertawa kecil, “Memang itu semua jaminan buat punya pacar?”
“Gak juga sih, cuma heran. Pasti banyak cowok yang suka sama kamu” Ujar Darlen “Termasuk aku” Darlen menggumam kecil.
Yora mengangkat kedua bahu bersamaan “Dulu ada, tapi sekarang gak lagi” Air mukanya berubah menjadi sendu bahkan terkesan muram.
“Sorry kalau buat kamu sedih, aku gak ada maksud...”
Kalimat Darlen dipotong oleh Yora “Hubungan kami harus berhenti karena sesuatu, aku coba buat buka hati lagi tapi sampai detik ini semua terasa sia-sia”
Tatapan Darlen begitu fokus ke gadis di depannya, hatinya terenyuh mendengar setiap kata yang meluncur bebas dari bibirnya. Terasa ada rasa perih dalam ucapannya.
“Kalau boleh tahu, apa arti cowok yang beruntung itu buat kamu Ra?”
Mata Yora berkaca-kaca “Everything long lasting, maybe” Ujar Yora mencegah agar air matanya tidak tumpah.
“Kalau sekarang dia ada di depan kamu, apa yang mau kamu katakan?”
Yora heran mengapa Darlen sangat ingin tahu tentang kisah cintannya, namun rasa nyaman bersama Darlen membuat Yora tetap menjawab setiap pertanyaan untuknya “Maaf” Yora berujar.
“Maaf? Kenapa maaf dan untuk apa?”
“Karena gak bisa jadi seperti yang dia harapkan”
Darlen berdiri dari duduknya, berjalan ke belakang Yora. Tatapan heran Yora mengikuti arah langkah Darlen. Pemuda itu memegang kedua bahu Yora dari belakang seraya mengatakan sesuatu. Yora menoleh bingung.
“Percaya saja sama hati kamu, dia yang akan tuntun kamu melewati semuanya karena Tuhan selalu bicara melalu hati kecil itu” Darlen mengulang kalimatnya. “Yuk aku antar pulang, sepertinya kamu capek”
Yora berdiri mengikuti arahan Darlen, ia pun tak menolak di antar pulang.
“Meski kita gak bisa jadi pasangan yang baik setidaknya kita bisa berteman baik kan” Tukas Darlen sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Yora tersenyum puas, ternyata malam itu Tuhan kembali mengirimkan seorang teman baru yang baik. Ia tak perlu bersusah payah untuk menghindar dari Darlen. Setelah malam ini Yora akan belajar untuk menata kembali hatinya. Mereka berdua berjalan beriringan ke arah pintu keluar. Dari arah yang berlawanan seseorang berjalan tergesa hingga tak sengaja menabrak Yora.
“Ra kamu gak apa-apa kan?” Terdengar nada khawatir Darlen.
“Sorry, sorry” Ujar pemuda yang tak sengaja menabrak Yora sambil berlalu.
Yora melanjutkan kembali langkahnya, namun baru tiga langkah ia berhenti.
“Kenapa Ra? Kok berhenti?” Tanya Darlen bingung.
Dada Yora terasa sesak, jantungnya berpacu cepat. Yora tak lagi dapat mendengar ucapan Darlen, ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Memang ia tak sempat melihat wajah pemuda yang menabraknya tadi namun suara yang begitu ia kenal. Hatinya dipenuhi tanda tanya, dengan rasa takut Yora memutar tubuhnya perlahan matanya mencari si pemilik suara. Matanya tertuju pada meja yang tadi ia dan Darlen duduki, seorang pemuda mengenakan kemeja hitam menatapnya lekat. Yora memicingkan matanya agar ia dapat melihat lebih jelas, rasa penasaran membuatnya melangkahkan kakinya kembali. Semakin dekat hingga ia dapat melihat jelas. Pemuda itu menghampiri tempat Yora berdiri.
“Ada apa? Sorry kalau tadi gak sengaja nabrak kamu” Ujar pemuda itu.
Kedua manik mata mereka bertemu sejenak, hati Yora berkecamuk. Ia tak ingin percaya akan penglihatannya, seseorang yang begitu mirip dengan Lexon.
Senyum dari pemuda yang berdiri di depannya membuat Yora semakin bingung. “Kamu kenapa?” Tanya pemuda itu lagi.
Yora begitu gusar, apa mungkin ada orang yang begitu sama di dunia ini? Batinnya. Atau ia terlalu merindu akan Lexon hingga berhalusinasi. Tanpa mengatakan apa-apa Yora membalikkan badan hendak pergi.
“I really miss you” Terdengar sebuah suara dari arah belakang “Yora”
Sontak saja Yora kembali menghentikan langkahnya saat namanya disebut. Sepasang tangan mendekap tubuhnya erat, “Hentikan semua ini Yora” Bisikan terdengar jelas di telinga Yora. Hatinya yakin bahwa ia tak salah, Lexon. Pemuda yang menabraknya, yang menatapnya, yang mengatakan rindu adalah Lexon. Seketika air mata tumpah ruah, tangis kerinduannya tak lagi dapat terbendung. Yora membalikan tubuh seraya membalas pelukan. Ia menangis sejadi-jadinya. Sebuah kecupan terasa di puncak kepala Yora, membuatnya semakin terisak. Dengan lembut sebuah tangan mengangkat wajah Yora yang basah. “Aku di sini Yora” Ujar Lexon.
Apa yang terjadi, Yora tak mengerti namun kehadiran Lexon secara tiba-tiba membuatnya begitu bahagia. Setelah lelah menangis Yora menatap wajah yang amat ia rindukan. Yora tersadar ketika melihat Luca, Willem, juga Rion yang berdiri tak jauh darinya bersama dengan pasangan masing-masing. Baru saja ia akan bertanya kepada Lexon, matanya mendapatkan Lexon setengah berlutut di hadapannya. Memengang tangan Yora lembut sambil menatapnya penuh sayang.
“Would you be mine, Miss Yora?” Lexon tersenyum bertanya.
Mendengar Kalimat Lexon kembali Yora didesak kesedihan, karena sejujurnya ia ingin namun kembali lagi orangtuanya tak akan merestui hubungan mereka. Yora menatap Lexon tanpa menjawab, Lexon meminta dirinya di tengah para pengunjung resto, Yora mengedarkan pandangannya hingga tak sengaja ia melihat kedua orangtuanya juga Yovan berdiri menatap dirinya. Yora teringat bahwa malam itu ia sedang bertemu dengan Darlen, pandangannya mencari sosok itu. Di temukan Darlen menatapnya. Kedua orangtuanya berjalan mendekat dan yang membuat Yora terkejut bahwa mereka bersama dengan kedua orangtua Lexon. Tatapan penuh tanda tanya Yora kepada Lexon.
“Would you marry me?” Ujar Lexon seraya mengeluarkan sebuah cincin.
Yora menatap kedua orangtuanya seolah meminta mamanya untuk mengatakan apa yang harus ia lakukan.
“Yora maafin mama selama ini karena gak percaya sama hubungan kalian, tapi sekarang mama ngerti sayang. Terimalah Yora” Ujar mama Yora.
Sekejap pandangan Yora kembali kepada Lexon yang masih menunggu jawaban, ia mengangguk yakin “Yes, I would”
Lexon memakaikan cincin pada jari manis Yora disambut tepuk tangan dari semua yang ada di situ termasuk beberapa pengunjung yang menyaksikan lamaran Lexon.
Yora menghambur ke dalam pelukan mamanya, ia menangis karena pada akhirnya mendapat persetujuan dari orangtuanya. Saat Yora kembali menatap Lexon, ia mendapatkan Darlen yang berdiri sambil merangkul bahu Lexon.
“Kalian?” Yora terheran.
“I’m here. I came from Melbourne with my best friend three days ago” Darlen berujar dengan aksen Inggrisnya.
Yora memiringkan kepalanya melirik Lexon juga Darlen bergantian.
“Maaf Ra” Ujar Willem berjalan mendekat “Aku baca semua surat kamu, setelah itu kami kirimkan ke Lexon”
“Aku bersama Luca juga Willem mewakili Lexon bertemu orangtua kamu ketika pulang saat itu, kami tunjukan beberapa surat yang kamu tulis” Terang Rion.
“Maafin mama Yora, selama ini mama hanya pikirin tentang kebaikan kamu tapi gak pernah pikirin perasaan kamu” Timpal mama.
Yora menoleh ke arah mamanya seraya air matanya tumpah, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Lexon menarik Yora ke dalam pelukannya. “Semua sudah berakhir Yora, kamu berhasil menyelesaikannya” Dekapan Lexon semakin erat membuat Yora terisak tak tertahan.
Semua mata tertuju pada Lexon dan Yora, Mama Lexon ikut meneteskan air mata bahagianya, kini beliau sangat lega karena Tuhan membawa Yora kembali kepada Lexon. Hatinya yakin Tuhan selalu memberi pelangi setelah hujan.
![](https://img.wattpad.com/cover/166181908-288-k52309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
At Least
Romanceperjuangan dua hati menentukan pilihan dalam kisah cintanya. Restu yang tak kunjung Lexon dan Yora dapatkan belum lagi diperhadapkan dengan berbagai pilihan sulit. Namun Tuhan tak pernah tinggal diam, Ia selalu memberikan apa yang menjadi milikmu ji...