Lexon, Melbourne.....
Musim dingin hari itu telah dimulai. Butiran putih perlahan jatuh dari langit satu persatu. Lexon duduk di depan perapian yang ada di dalam rumah yang ia tinggali sambil membaca sebuah buku. Ia membuka halaman satu, dua, tiga lalu ia berhenti karena sesuatu hinggap dalam pikirannya. Ia menyelipkan sebuah pembatas buku kemudian matanya lekat menatap ke perapian yang mengeluarkan suara percikan kecil. Bayangan Yora datang mendesak ingin masuk memenuhi kepala Lexon tanpa dapat ia tolak. Sesaat ia tersenyum membayangkan hal manis yang telah ia lewati bersama dengan gadisnya namun pada menit berikutnya ia merasa sedih karena amat merindukan sentuhan tangan Yora yang selalu menenangkannya dalam lelah. Lexon memiliki waktu yang sulit dalam memutuskan masa depannya. Ia berniat menjadi warga negara Melbourne dan sebagai syarat ia harus berada di sana minimal lima tahun tanpa meninggalkan negara agar dapat menjadi warga Australia. Dan itu artinya dalam waktu lima tahun ia tidak dapat pulang ke Indonesia untuk menemui gadisnya maka dari itu beberapa kali Lexon membahas tentang hubungannya dengan Yora yang akan masuk ke jenjang pernikahan. Tapi ia belum berhasil mendapatkan persetujuan dari Yora, hal itu membuat Lexon begitu gelisah, keraguan muncul apakah dirinya mampu bertahan dalam waktu lima tahun tapi Lexon sendiri ragu kalau ia dapat melepaskan hatinya dari Yora.
“Lex, what are you thinking?” Tanya Aiden, paman Lexon.
Mendengar suara dari arah belakang Lexon menoleh seraya tersenyum kecil.
“Are you okay?”
“Hmm just feel tired” Balas Lexon ringan.
Aiden menyentuh pundak Lexon memberi semangat kepada keponakannya. Ketika Aiden baru saja akan melangkah suara Lexon menghentikan niatnya.
“Can I help you, Lex?” Tanya Aiden lembut.
“Om, Lexon mau jadi warga sini kayak om tapi Lexon bingung karena ninggalin Yora di sana”
“Apa kamu sudah bicarakan dengan papa kamu?”
Lexon menggeleng “Aku gak tahu caranya bilang sama mereka”
“Tanya hati kamu, yakinkan diri kamu sebelum kamu ambil keputusan”
“Lima tahun bukan waktu yang singkat om, aku gak tahu apa aku bisa bertahan dengan hubungan jarak jauh ini” Lexon merasa lelah dengan pikirannya.
“Kepercayaan dan kesetiaan akan buat kamu yakin Lex, believe it” Kemudian Aiden berjalan meninggalkan Lexon yang masih dipenuhi keraguan.
Lexon berdiri melangkah ke jendela memandang keluar jalan yang tertupi salju tebal. Hatinya terasa hangat mengingat semua yang Yora telah lakukan untuknya membuat Lexon memiliki sedikit demi sedikit kekuatan untuk meyakinkan bahwa ia tak pernah salah memilih Yora. Ia menatap langit yang luas tanpa batas juga dengan rindu yang tak tertahankan untuk Yora. Ia mengeluarkan handphone dari sakunya lalu menekan nomor Yora yang sudah ia hafal di luar kepala.
Musim dingin hari itu telah dimulai. Butiran putih perlahan jatuh dari langit satu persatu. Lexon duduk di depan perapian yang ada di dalam rumah yang ia tinggali sambil membaca sebuah buku. Ia membuka halaman satu, dua, tiga lalu ia berhenti karena sesuatu hinggap dalam pikirannya. Ia menyelipkan sebuah pembatas buku kemudian matanya lekat menatap ke perapian yang mengeluarkan suara percikan kecil. Bayangan Yora datang mendesak ingin masuk memenuhi kepala Lexon tanpa dapat ia tolak. Sesaat ia tersenyum membayangkan hal manis yang telah ia lewati bersama dengan gadisnya namun pada menit berikutnya ia merasa sedih karena amat merindukan sentuhan tangan Yora yang selalu menenangkannya dalam lelah. Lexon memiliki waktu yang sulit dalam memutuskan masa depannya. Ia berniat menjadi warga negara Melbourne dan sebagai syarat ia harus berada di sana minimal lima tahun tanpa meninggalkan negara agar dapat menjadi warga Australia. Dan itu artinya dalam waktu lima tahun ia tidak dapat pulang ke Indonesia untuk menemui gadisnya maka dari itu beberapa kali Lexon membahas tentang hubungannya dengan Yora yang akan masuk ke jenjang pernikahan. Tapi ia belum berhasil mendapatkan persetujuan dari Yora, hal itu membuat Lexon begitu gelisah, keraguan muncul apakah dirinya mampu bertahan dalam waktu lima tahun tapi Lexon sendiri ragu kalau ia dapat melepaskan hatinya dari Yora.
“Lex, what are you thinking?” Tanya Aiden, paman Lexon.
Mendengar suara dari arah belakang Lexon menoleh seraya tersenyum kecil.
“Are you okay?”
“Hmm just feel tired” Balas Lexon ringan.
Aiden menyentuh pundak Lexon memberi semangat kepada keponakannya. Ketika Aiden baru saja akan melangkah suara Lexon menghentikan niatnya.
“Can I help you, Lex?” Tanya Aiden lembut.
“Om, Lexon mau jadi warga sini kayak om tapi Lexon bingung karena ninggalin Yora di sana”
“Apa kamu sudah bicarakan dengan papa kamu?”
Lexon menggeleng “Aku gak tahu caranya bilang sama mereka”
“Tanya hati kamu, yakinkan diri kamu sebelum kamu ambil keputusan”
“Lima tahun bukan waktu yang singkat om, aku gak tahu apa aku bisa bertahan dengan hubungan jarak jauh ini” Lexon merasa lelah dengan pikirannya.
“Kepercayaan dan kesetiaan akan buat kamu yakin Lex, believe it” Kemudian Aiden berjalan meninggalkan Lexon yang masih dipenuhi keraguan.
Lexon berdiri melangkah ke jendela memandang keluar jalan yang tertupi salju tebal. Hatinya terasa hangat mengingat semua yang Yora telah lakukan untuknya membuat Lexon memiliki sedikit demi sedikit kekuatan untuk meyakinkan bahwa ia tak pernah salah memilih Yora. Ia menatap langit yang luas tanpa batas juga dengan rindu yang tak tertahankan untuk Yora. Ia mengeluarkan handphone dari sakunya lalu menekan nomor Yora yang sudah ia hafal di luar kepala.
![](https://img.wattpad.com/cover/166181908-288-k52309.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
At Least
Romanceperjuangan dua hati menentukan pilihan dalam kisah cintanya. Restu yang tak kunjung Lexon dan Yora dapatkan belum lagi diperhadapkan dengan berbagai pilihan sulit. Namun Tuhan tak pernah tinggal diam, Ia selalu memberikan apa yang menjadi milikmu ji...