Long distance relationship - 5

2 1 0
                                    

Saat Yora merasakan lelah dengan hatinya, seperi biasa ia akan memasang senyum sumringah ketika bertemu dengan banyak orang. Ia selalu saja menutupi kegelisahan yang ia miliki. Namun begitu mudah bagi Lexon untuk mengetahui sedikit saja perubahan dalam sikap gadisnya. Hari itu Yora pulang lebih awal dari tempat kerjanya namun ia tak langsung pulang, ia mampir ke sebuah kafe yang letaknya hanya lima puluh meter dari tempat ia bekerja. Ia duduk di salah satu sudut yang tampak tak begitu ramai. Setelah pesanannya tiba Yora hanya menatap cangkir yang berisikan coklat panas di depannya. Pandangannya begitu kosong sedangkan jari telunjuknya dibiarkan mengitari bibir cangkir.

"Yora" Panggil sebuah suara dan membuyarkan lamunannya.

Seketika ia menoleh, menemukan Willem dengan gaya berpakaian khasnya.

"Ngapain kamu sendirian di sini? Kayak anak ilang tahu gak?"

Tampak seakan tak ada daya untuk membalas godaan Willem, gadis itu lebih memilih untuk tersenyum simpul tanpa kata.

"Ra, ditanya kok malah senyum" Protes Willem "Aku gak butuh senyum kamu"

"Gak ada apa-apa Will, cuma lagi pengen"

"Kenapa harus sendiri? Kenapa gak telpon Lexon?"

"Ah aku sebentar kok di sini, ngapain harus telpon Lexon"

"Ya ampun pasti ada yang gak beres nih"


Yora tertawa "Apaan sih Willem, kayak aku gak biasa sendiri saja deh"

"Udah telpon Lexon biar kesini, pasti dia mau"

"Repot ah, lagian ini kan aku habis pulang kerja jadi mampir kesini"

"Yah kasihan kamu dong?" Ucapan Willem terhenti karena ada telpon.

"Kenapa Lex? Hmmm oke, habis selesai urusan ini kita ketemu"

Wajah Yora menengang, ia khawatir kalau Willem akan menyebut namanya.


Melihat Willem yang akan mengakhiri percakapan membuat Yora melepas napasnya yang sejak tadi tertahan.

"Ahh Lex, aku ketemu Yora nih di kafe dekat tempat kerjanya, sendirian"

Tatapan Yora seakan kecewa dengan tindakan Willem. Setelah memutuskan telpon, Willem hanya menyeringai ketika mendapat tatapan sinis dari Yora.

"Lexon mau kesini, jadi jangan kemana-mana yah" Ujar Willem sambil mengacak-acak rambut Yora gemas "Aku gabung sama mereka dulu yah, beresin urusan" Tanpa menunggu jawaban Willem melenggang pergi.

Kembali pandangan serta perhatian Yora teruju pada cangkir yang masih berada pada tempatnya. Entah mengapa kepalanya terasa begitu berat, tak ada yang terlintas satu pun dalam otaknya hanya saja Yora tak dapat melepaskan dirinya dari lamunan. Tak terasa Lexon sudah tiba lalu duduk tepat di hadapan Yora. Terlalu larut dalam kegundahan membuat Yora tak sadar akan kehadiran pemuda yang sejak tadi kerap menatapnya lekat.


"Halllo" Sapa Lexon seraya mengetuk-ngetukan jarinya di samping minuman yang masih dipandangi oleh Yora tanpa berkedip. Terkejut dengan kehadiran Lexon segera saja Yora memasang senyum menutupi gelisahnya.

"Apa cangkir itu lebih keren dari aku?" Tanya Lexon.

"Hmmmmm.... Apa maksudnya?" Tanya Yora bingung.

"Aku sudah duduk di sini hampir lima menit dan kamu sepertinya lebih tertarik cangkir itu dari pada aku" Protes Lexon sambil melipat kedua tangan di depan dadanya seraya memberi tatapan curiga.

"Apaan sih Lex" Balas Yora diselingi tawa kecil.


Lexon menatap gadisnya tanpa kata, ia memicingkan kedua matanya.

"Apa lagi ini Lexon? Kenapa lihat aku begitu?"

"Jangan kamu pikir aku gak tahu perubahan sikap kamu sekarang"

Lexon berdiri lalu menarik pelan lengan Yora lembut, ia meletakan kedua tangannya pada kedua pundak Yora lalu menggiring gadisnya dari arah belakang. Setelah melakukan pembayaran Lexon kembali membimbing langkah Yora ke arah pelataran parkir mobil.

"Kamu tuh kalau mau ngelamun di rumah saja, ngapain repot ke kafe sendirian, pesen minuman juga cuma di lihatin" Lexon kembali melakukan protes.

Yora yang duduk manis di samping Lexon tidak melakukan pembelaan diri, ia malah kembali termenung. Sentuhan di pundaknya berhasil menarik kembali Yora pada kesadarannya, ia menatap Lexon dengan alis terangkat.

"What's going on Yora?" Tanya Lexon.

Lagi-lagi Yora menggeleng pelan dibalas tatapan teduh dari Lexon.

"What should I do?" Yora mulai berbicara seraya menunduk.

"Told me, what's your problem?" Tanya Lexon tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya yang cukup padat saat itu.

"Aku lakuin kesalahan di tempat kerja tadi" Yora memulai ceritanya "Besok ada presentasi sama klien dan aku sudah kerjakan itu dari minggu kemarin bahkan sudah selesai. Tadi siang waktu aku keluar makan, bos tiba-tiba telpon ke kantor dan minta kirim flashdisknya ke Semarang, waktu aku balik ke kantor ternyata mereka kirim flashdisk yang salah. Itu flashdisk ku buat presentasi besok, Lex" Yora terdiam sejenak, tampak merasa bersalah "Bos memang gak marah sama aku karena beliau bilang itu bukan kesalahan aku tapi kalau saja tadi aku gak keluar kan gak mungkin terjadi kesalahan begini" Yora meratap ia menghentikan kalimatnya "Aku juga gak tahu gimana materi presentasi besok, aku gak akan bisa selesaikan dalam satu malam"

Lexon masih menjadi pendengar setia, dan mobil yang mereka tumpangi telah sampai di halaman rumah Lexon. Mereka berjalan beriringan masih tanpa suara.

"Hai...." Sapa Rion yang sedang membaca di taman belakang "Loh kenapa kusut gitu kamu Ra? Ada apaan?"

Yora hanya tersenyum tipis tampak dari sikapnya ia malas menceritakan apa yang baru saja terjadi dengan dirinya.

"Penyakitnya lagi kambuh" Celetuk Lexon.

"Apaan? Sakit apa Ra?" Rion tampak bingung.


"Dia selalu punya rasa bersalah yang berlebihan, dan rasa itu bisa bertahan lama" Lexon menjelaskan kepada Rion lalu ia menceritakan secara garis besar masalah yang terjadi di tempat kerja Yora hingga berhasil membuat Yora tampak kehabisan tenaga bahkan untuk sekedar tersenyum ia berat.

"Astaga Yora" Rion menepuk dahi "Gak asyik banget sih kamu? Enjoy your life sist, as we all know you never can't be perfect" Rion menatap Yora dengan senyum "Don't blame yourself anymore" Rion menepuk-nepuk pundak Yora.


"Listen to me" Lexon membuat Yora berdiri menghadap ke arahnya "You must be wise with you yourself, don't too hard with your life. Everything can be handle in God's arm, you know? Let Him break the chains that bind you. And one thing I always be with you"

Senyum dipaksakan meski dengan mata yang berkaca-kaca. Rion maupun Lexon tahu jelas, dibalik senyum Yora gadis itu masih saja terjerembab dalam rasa bersalah. Kakak beradik hanya saling melirik ketika masih saja tidak mendengar satu kata pun yang keluar dari mulut Yora. Terdengar helaan napas kasar Rion, lalu ia menghampiri Yora. "Yora udah dong ber-down-ria nya, come on Yora kamu gak perlu khawatir, malam ini kita semua akan bantu buat ulang presentasi kamu. Percaya kan sama Rion?" Ujar Rion meyakinkan sambil memasang wajah imut dan cukup berhasil membuat Yora tertawa kecil.

"Tante Yora...." Terdengar teriakan nyaring yang semakin mendekat.

Natha bersama Vero berlarian dari dalam rumah meneriakan nama Yora, mereka begitu antusias saat mengetahui bahwa tante kesayangan mereka sedang berada di halaman belakang. Baru saja Rion akan melangkahkan kakinya untuk menghentikan dua bocah yang akan mengganggu Yora, namun lengannya segera dicekal oleh Lexon yang duduk di dekatnya.

"Biarin mereka Ri" Ujar Lexon "Saat ini Yora lebih butuh Natha juga Vero"

Mendengar ucapan kakaknya Rion ikut duduk "Tapi bukannya dia bisa tambah pusing dibuat anak-anak, kamu tahu kan teriakan mereka"

"Itu kalau kita. Beda sama Yora. Menurutnya anak-anak masih polos, mereka gak punya rasa dendam, rasa bersalah, atau sakit hati. Mereka akan nangis ketika mereka gak dapat apa yang mereka mau, atau saat mereka merasakan sakit tapi gak butuh waktu lama mereka akan tertawa lagi lalu kembali berlarian, melupakan semua rasa sakit. Makanya sesulit apapun masalah yang Yora punya, asal ketemu sama anak-anak dia pasti lupa meski sementara" Lexon menjelaskan.

"Woooow amazing!!" Rion takjub "You too, brotha. So awesome "

"What do you mean?"

"Apapun masalahnya akan selesai ketika mahluk yang namanya cewek masuk di salon kalau gak keliling mall sampai kaki gemeter, tapi Yora cukup dibawa ketemu anak-anak. Kamu hebat Lex pilih dia, tinggal kamu kasih anak saja bisa jadi penawar setiap masalahnya" Rion berceloteh "Gak perlu biaya banyak" Rion berujar lagi setengah berbisik membuat Lexon tertawa kecil mendengar khayalan adik kembarnya.

"Hmm Lex tapi apa jangan-jangan kamu sengaja pilih Yora supaya jadi penghematan biaya di masa depan yah" Rion kembali dengan usilnya.

"Konyol banget kamu Ri, aku gak habis pikir gimana otak kamu bisa menghasilkan khayalan begitu"

Rion tertawa terpingkal-pingkal mendengar pernyataan kakaknya. Hati Lexon pun merasa lega ketika melihat tawa Yora saat bermain dengan kedua ponakannya. Kali ini ia harus berterima kasih kepada Natha juga Vero karena telah membawa kembali senyum gadisnya. Coklat atau es krim mungkin akan jadi ucapan terima kasih untuk kedua ponakannya.


At LeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang