➿3°Sekolah➿

306 58 16
                                    

Dahyun langsung disambut oleh Chaeyoung saat dirinya baru memasuki kelas.

"Dahyun... Apa kau sudah sembuh? Maaf, kemarin aku tidak bisa menjengukmu, Bundaku memintaku untuk menjaga toko bunga." Chaeyoung memajukan bibirnya.

"Tak apa, pentingkan dan utamakanlah kepentingan Bunda." Dahyun langsung mengeluarkan buku pelajaran. "Kemarin ulangan bagaimana? Aku belum ulangan."

Chaeyoung terkekeh. "Tidak jadi. Ibu Negara tidak hadir, jadi diundur."

Perasaan Dahyun langsung lega.

"Dahyun... Ke loker kamu, yuk? Kemarin dan kemarinnya lagi, aku lihat banyak anak laki-laki yang nyelipin surat. Kebiasaan, sih, pas ulang tahun, kamu malah tidak sekolah." Chaeyoung mengguncang lengan Dahyun.

"Nanti saja, pas istirahat." tolak Dahyun secara tidak langsung. Sebenarnya Ia hanya ingin diam di kelas. Lagipula, Dahyun sudah tahu isi-isi surat itu. Kalau tidak mengucapkan selamat ulang tahun, paling mengutatarakan isi perasaan dan memintanya untuk membalas perasaan suka atau cintanya itu.

"Please, Hyun, buka hati buat lelaki yang lebih pasti adanya." tutur Chaeyoung yang tidak pernah berhenti menasehati Dahyun tentang masalah Daniel.

"Tidak. Daniel pasti menepati janjinya." Dahyun tetap yakin dengan ucapan Daniel. Tidak pernah sekali pun ia meragukan Daniel.

"Ya, janji dia hanya untuk memberimu kado ulang tahun, bukan? Tapi dia tidak menjanjikan perasaan dia untukmu. Bagaiamana kalau sekarang dia sudah memiliki kekasih?"

Dahyun tahu itu. Hal itu selalu menghantui pikirannya. Dalam diam atau dalam lamunan, Dahyun selalu mengira jika lelaki yang telah memikat hatinya itu telah memiliki kekasih.

"Mereka pasti hanya pacaran, bukan menikah, kan? Mereka masih bisa putus. Bukan, kah, itu artinya aku masih memiliki kesempatan?"

Chaeyoung salut sekaligus prihatin akan perasaan Dahyun yang terlampau setia. Dahyun itu sulit percaya, sekalinya ia percaya, ia akan sangat percaya.

Ketahuilah, dulu juga Chaeyoung kesulitan untuk menarik kepercayaan Dahyun.

"Sudahlah, bukannya aku mau melunturkan harapanmu, aku hanya ingin kau bangun dan bahagia." tutur Chaeyoung.

Dahyun hanya tersenyum, lagi-lagi ia tahu akan kepedulian Chaeyoung terhadap dirinya. "Terima kasih."

"Ahh... Aku hampir lupa, tadi Bunda menitipkan kue brownis untukmu. Bunda ingin kamu datang dan makan malam di rumah."

Wajah Dahyun langsung berbinar. Pasalnya, Bunda Chaeyoung sudah ia anggap sebagai Bunda keduanya. Dahyun merasakan kasih sayang sesosok Ibu dari Bundanya Chaeyoung. Orang tua Dahyun sedang ada di luar negeri dalam urusan kerja. Dahyun tinggal sendiri dengan segala berkecukupan karena orang tuanya selalu mentransfer uang setiap minggunya, padahal Dahyun jarang memakai uang banyak-banyak.

Chaeyoung memberikan kue dalam kotak bekal. "Lihatlah, Bunda sangat tahu kesukaanmu, bahkan Bunda membuatkan kue dengan bentuk kepala panda yang mirip dengan aslinya. Ini sungguh kekanak-kanakan. Anaknya saja tidak pernah dibuatkan kue dengan bentuk karakter kesukaanku."

Dahyun terkekeh. "Habisnya, karakter yang kau sukai sangat aneh. Bunda kegelian melihat ulat, tapi kau malah menyukai ulat. Giliran ada ulat di baju, eh malah jerit-jerit."

Chaeyoung membekap mulut Dahyun. Ia takut aibnya di dengar orang lain.

"Asin, Chae!" ujar Dahyun saat berhasil lolos dari bekapan. Ia sibuk membersihkan bakteri dan kuman Chaeyoung pada sekitar bibirnya.

"Rasakan, tuh. Sudah, ah, ayok, ke loker!"

Chaeyoung menarik Dahyun bangkit, tidak lupa menutup kotak bekal dan menyimpannya ke dalam tas.

Setelah itu, Chaeyoung melangkah dengan senang hati, berbeda dengan Dahyun yang melangkah dengan berat hati.

Saat sampai di loker, Dahyun membuka kunci gemboknya dan mengeluarkan tumpukan surat yang banyaknya sekitar empat puluhan.

Chaeyoung menatap semua surat itu dengan mata berbinar, seolah dia yang mendapatkan surat itu, berbeda dengan Dahyun yang hanya mengharapkan surat dari Daniel saja.

➿➿➿

═❖•My Gift•❖═Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang