➿48°Maksudnya Apa➿

178 31 7
                                    

Langit sedang baik, tidak panas dan tidak mendung. Dahyun berdiri di parkiran dengan tangan yang memeluk helm, ia sedang menunggu Seongwoo mengeluarkan motornya dari barisan motor lain.

Beruntunglah Seongwoo membawa motor, jika lelaki itu membawa mobil, tidak tahu akan jadi apa suasananya nanti.

Dahyun menaiki motor yang ternyata seperti baru, tidak ada jok tinggi yang sialnya membuat Dahyun sangat terlihat pendek jika berdiri di samping motor Seongwoo. Gadis itu tetap memberi batasan dengan tas abunya.

"Pegangan, sedikit ngebut boleh?"

Dahyun ingin tersenyum karena Seongwoo meminta izin untuk mengebut. "Tidak, saat berkendara, nyawaku ada di tangamu."

Seongwoo melihat Dahyun yang sedang memakai helm dari kaca spion.

Setelah itu, ia melajukan motornya, membelah jalan dengan fokus yang terbagi-bagi.

Dahyun sendiri sedang bingung, apa sekarang Dahyun adalah kekasih Seongwoo, atau bukan? Mengingat kejadian pagi tadi, Dahyun merasa malu. Mengatakan jawaban atas pernyataan Seongwoo bukan hal mudah untuk Dahyun katakan, ia sangat berusaha untuk mendapatkan keberanian.

Dahyun melingkarkan tangannya diperut Seongwoo. Dahyun mengantuk karena saat di kelas tadi, ia mati-matian berusaha fokus pada materi pelajaran.

Seongwoo melirik tangan Dahyun sesaat. Ia sedikit kaget, namun Seongwoo dapat dengan mudah mengendalikan dirinya.

Dahyun mulai memejamkan mata, dan Seongwoo dapat menebak jika Dahyun tertidur. Ia jadi merasa menyesal karena tidak memakai mobil.

Seongwoo melajukan motornya dengan hati-hati. Ia tidak mau gadis cantik di belakangnya itu kenapa-kenapa.

Dahyun membuka matanya saat sadar menyusahkan Seongwoo. Ia mengucek matanya. "Ong... Ini, kan bukan jalan ke rumahmu?"

"Memang bukan "

"Mau kemana kita?"

Seongwoo tidak menjawab, ia pura-pura tidak mendengar. Lama di perjalanan, akhirnya Dahyun tahu jika Seongwoo mengajaknya pergi ke padang rumput yang sama seperti waktu lalu. "Apa kita akan ke Vila?"

Seongwoo mengangguk.

"Pasti kita sampainya malam."

"Tidak, kita naik sepeda."

Seongwoo memarkirkan motornya dan mengambil sepeda di halaman rumah seorang paman yang tentunya sudah meminta izin. Jadi, Seongwoo tidak perlu meminta izin lagi.

Seongwoo menghampiri Dahyun dengan sepedanya. "Naiklah."

Dahyun naik dengan ragu. "Ong... Aku berat."

"Beratan mana denganku?"

"Beratan gajah."

Seongwoo tersenyum kala melihat wajah Dahyun yang bibirnya maju seperti bebek.

Seongwoo tidak mau membuang waktu, ia melajukan sepedanya. Dahyun cukup tahu diri, saat ada jalan yang menanjak, ia memilih turun dan naik kembali di jalan yang sudah datar.

Sekarang pukul 16.25, Dahyun dan Seongwoo akhirnya sampai di danau.

"Mau ke vila, atau langsung bertemu Jihyo?"

"Aku ingin bertemu Jihyo saja, aku juga merindukannya."

Seongwoo membawa Dahyun ke tempat yang tidak jauh dari vila, sekelilingnya ditanami bunga seperti taman, ada juga pepohonan, dan mata Dahyun tertuju pada satu arah.

"Ong? Mengapa membawaku kemari."

Seongwoo berhenti berjalan tepat 3 meter di hadapan pohon yang begitu besar.

"Jihyo, aku datang membawa Dahyun... Bukan, kah kau merindukannya?"

Mata Dahyun membulat ada sesuatu yang menyakitkan menyelinap masuk di dadanya secara paksa. Sakit, tiba-tiba Dahyun merasa sesak. Ia menunduk, melihat gundukan tanah yang masih basah dan baru di taburi bunga. "Ma-maksudnya apa Ong? Jihyo... Kemana dia? Mengapa membawaku kemari?"

"Jihyo sudah pergi. Ia meninggal karena ia menyelamatkan anak kecil yang mau menyebrang." Seongwoo berkata dengan senyum bangganya akan sosok Jihyo.

Entahlah, Seongwoo harus bangga atau marah akan tindakan Jihyo yang nekat. Seongwoo telah lelah menangis di malam hari, sekarang ia tidak iingin menangis di hadapan Dahyun.

Dahyun sudah ambruk menekuk lututnya di tanah, ia juga menangis sesegukkan. Percaya tidak percaya jika sahabat barunya itu telah pergi dengan begitu cepat.

Hingga mata Dahyun beralih kegundukan tanah lain yang sudah hampir rata, namun masih terurus. Dahyun melotot, dan tangis semakin menjadi. "Kang Daniel? O-Ong? Ini kuburan siapa? Kang Daniel? Mengapa namanya...."

Dahyun tidak ingin melanjutkan kata-katanya, hatinya remuk. Apalagi ia melihat bucket bunga mawar merah yang seperti miliknya ada di dekat batu nisan.

"Ya, Kang Daniel-mu."

➿➿➿

═❖•My Gift•❖═Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang