➿7°Kiss➿

269 44 10
                                    

"Dahyun, mau menginap lagi, tidak?" tanya Chaeyoung.

Sekolah sudah sepi sejak 2 jam yang lalu, tetapi mereka baru saja keluar dari perpustakaan setelah mengerjakan tugas yang akan dikumpulkan besok pagi.

"Tidak, aku ingin pulang saja." jawab Dahyun.

"Naik apa? Kan, tadi kamu numpang di motorku. Sudah aku bilang, lebih baik pakai motor masing-masih, jadi, kan pulangnya kau bisa langsung pakai motormu." omel Chaeyoung yang seperti kemarahi anaknya.

"Aku bisa naik bus. Lagi pula, ada tempat yang ingin aku datangi."

"Aku antar saja, ya?"

Dahyun langsung menggelengkan kepala. Arah rumah mereka saling bertolak belakang. "Kalau kau mengantarku pulang, nanti siapa yang bantu Bunda jaga toko bunga?"

Chaeyoung mendelik malas, ia selalu kalah debat dari Dahyun.

Mereka berpisah. Chaeyoung pergi ke parkiran dan Dahyun pergi ke halte.

Dahyun hanya diam seorang diri, menunggu bus yang akan membawanya pergi.

Saat ada bus, Dahyun langsung menaikinya. Ia menuju taman, Dahyun masih penasaran dengan nasib kue dan bunga yang ia tinggalkan di taman.

Kalau tahun sebelum-sebelumnya, bunganya entah kemana, namun kuenya naas ditampung tong sampah.

Dahyun berjalan dengan seragam yang masih melekat pada tubuhnya. Langit sudah gelap, namun di taman ini banyak dipenuhi lampu berbagai macam warna.

Dahyun berjalan menuju tempat dimana ia meninggalkan kue dan bunganya.

Ternyata, kue dan bunganya sudah tidak ada. Dahyun mengintip isi tempat sampah di dekatnya, namun disana tidak ada kuenya.

Dahyun selalu mendesah. Sampah yang ia bawa pasti di buang petugas kebersihan.

"Hey, Kim Dahyun. Apa kau mencari kue dan bungamu?"

Dahyun membalikan badannya saat mendengar suara seseorang dari arah belakangnya.

Dahyun langsung melotot. "Ka-kau? Mengapa kau ada disini?"

"Mengapa? Kau terkejut jika seorang Jaehwan si orang yang menjijikkan mengetahuimu ada disini?" Jaehwan menekan kata menjijikan dalam pengucapannya.

"Ya, karena tidak semestinya kau ada di hadapanku. Apa kau tidak malu? Setelah kau mengatakan hal yang menjijikan, kau dengan muka tebalmu itu berani muncul dihadapanku."

Jaehwan mengepalkan tangannya. Namun ia berusaha mengendalikan emosi yang bisa meledak kapan saja. Ia berjalan mendekati Dahyun. "Adik kelas kurang ajar. Mana kekasihmu? Tunjukan kepadaku. Jika kau tidak bisa membawanya ke hadapanku..." Jaehwan mendekatkan bibirnya ke telinga Dahyun. "Kau harus jadi kekasihku, berkencan dan bersenang-senang di rumahku."

Dahyun hanya diam dengan tatapan datar. "Aku tegaskan, aku tidak akan pernah mau."

Jaehwan berjalan senakin mendekat, membuat Dahyun mundur satu langkah. "Mengapa kau sangat jual mahal? Berapa uang yang harus aku keluarkan agar aku bisa mendapatkanmu."

Plak

Satu pukulan mendarat di pipi Jaehwan. Jaehwan masih memiringkan kepalanya, tangan kanannya mengelus pipi kiri yang Dahyun tampar.

Tangan Dahyun gemetar. Ini pertama kalinya ia menampar seseorang. "Aku... Tidak semurahan itu." ujar Dahyun dengan suara tercekat.

Jaehwan mendorong Dahyun sampai Dahyun terduduk di kursi taman dengan kasar.

Sakit dan takut, itulah yang Dahyun rasakan.

Jaehwan terlihat sangat marah. Dengan cepat ia mendekati Dahyun, mencium bibir Dahyun dengan paksa dan kasar.

Dahyun melotot. Ia meronta, tetapi sayangnya tubuh kecil itu terkunci oleh kedua tangan Jaehwan yang menekan bahunya ke sandaran kursi taman. Mata Dahyun memanas, ia menangis sambil terus meronta.

Buk

Seorang lelaki menendang Jaehwan hingga tersungkur di rerumputan taman.

"Sialan!" umpat Jaehwan. Namun belum sempat ia bangkit, tangan lelaki yang menendangnya sudah menarik kerah bajunya.

Dahyun takut melihat perkelahian dua remaja dengan seragam sekolah yang sama itu.

Ong Seongwoo dan Kim Jaehwan saling baku hantam dihadapan Dahyun.

Seongwoo menindih Jaehwan dengan tangan kiri yang mencengkram kerah baju dan tangan kanan yang terus menghantam pipi Jaehwan.

Dahyun bangkit, ia menarik Seongwoo berdiri dan sedikit menjauhkannya dari Jaehwan yang kini sudah babak belur dan lemah tak berdaya.

Seongwoo terlihat sangat marah, hal itu terlihat jelas dari ekspresi dan deru napasnya.

Dengan air mata yang masih mengalir di pipi Dahyun, ia memeluk Seongwoo agar berhenti untuk menyerang Jaehwan yang barusan sempat berancang-ancang menindih Jaehwan lagi.

Seongwoo sadar, namun tiba-tiba tubuhnya menegang kala mendapati Dahyun yang sedang memeluk dirinya.

"Sudah, kak." Dahyun terisak. "Berhenti, kak."

Namun hal yang terjadi berikutnya adalah Seongwoo yang membalas pelukan Dahyun. "Maaf, aku datang terlambat."

Seongwoo mengelus pundak Dahyun, berhadap perlakuan itu dapat menenangkan Dahyun. Ia sudah tidak peduli jika Dahyun mendengar suara detak jantungnya yang berpacu sangat cepat. Yang ia pedulikan hanyalah keadaan Dahyun.

Seongwoo memberi jarak agar ia dapat melihat wajah Dahyun. Dahyun terlihat sangat berantakan.

Matanya menatap bibir Dahyun yang telah di sentuh orang berengsek. "Maaf... Andai saja aku tidak terlambat datang." tanyannya membersihkan air mata yang mengalir di pipi Dahyun.

Sedangkan Dahyun, ia sudah merasa lebih tenang.

"Akan aku antar pulang. Kau baik-baik saja, kan?"

Dahyun mengangguk, ia hanya ingin segera pulang.

Mereka pergi, meninggalkan Jaehwan yang masih tergeletak lemas.

➿➿➿

═❖•My Gift•❖═Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang