Memisahkan daya dan upaya

55 0 0
                                    

Eskalasi konjungsi subordinatif antara peran untuk  suatu "daya" yang dipertimbangkan akan memilih berada di sisi yang tidak akan memihak kepada seorang manusia saat "upaya" berada jauh di atas imajinasi. Korelasi antara dua unsur penyangga retorika manusia ini tidak serta harus berada di dalam satu arah untuk meluruskan penalaran berpikir manusia. Kesesuaian atas keberadaan dalam realitas kehidupan kita masing-masing menentukan pengendalian sikap dan tindakan untuk mengkaji sesuatu atau mengkreasikan sesuatu. Lihatlah "daya" dalam diri kita masing-masing saat ingin mewujudkan apa yang ingin di lakukan untuk proses langsung semisal lapar, tentunya muncul kreasi berbetuk upaya yaitu makan, dan hal itu akan mewujudkan keinginan "daya" kita yang lapar. Perwujudan dari nilai yang disebabkan memilki kecenderungan yang statis sehingga hasil yang diterima atas perwujudan tersebut tidak akan memiliki kesesuaian atas realitas kehidupan kita. Kita membutuhkan makanan tetapi yang kita lakukan adalah mencari berlian atau kita membutuhkan gula tapi malah mencari kopi. Tentunya kesesuaian itu tidak bisa dikaitkan lagi atas perspektif antara "daya" dan "upaya". Kita bisa bekerja seharian full untuk berupaya menambah pemasukan agar terpenuhi kebutuhan hidup tapi di satu sisi ada "daya" yang harus diperhatikan ke efektifitasnya, namun hal itu sama sekali tidak akan menjadi sebab dan akibat, dengan kata lain pengaruh untuk hasilnya sangat dinamis, tergantung atas "upaya" seperti apa yang kita lakukan untuk menambah penghasilan bukan  menyesuaikan dengan "daya" yang dimiliki. Dalam proses penalaran berpikir "daya" dan "upaya" selalu akan dilihat sebagai sesuatu yang berkaitan dan itu adalah jawaban atas mengapa kehampaan dalam hidup ini ada, kebahagiaan dalam hidup ini ada dan berbagi perasan lainnya. Kita bersedih saat mengalami kesedihan atau kita gembira saat mengalami hal membahagiakan, hal ini tidak akan terbalik karena sistem nalar manusia seperti itu. Namun, jika kita bisa melakukan kinerja seperti apa yang dihasilkan oleh "daya" dan "upaya" tentang memisahkan dua bentuk retrorika ini maka rasa hampa akan terasa bahagia dan rasa bahagia menjadi hampa dengan keutamaan realitasnya memilki kesesuaian atas apa yang ingin kita alami. Daya selalu mencari "upaya" untuk mewujudkan sesuatu tetapi tidak selamanya susuatu itu harus berhubungan karena keutamaan realitas kehidupan yang mendesak untuk mengaitkan dua hal ini. Agar bisa menempuh pembalikan nalar dalam memisahkan "daya" dan upaya" kita harus merestui diri terlebih dahulu untuk tahu berdaya dan berupaya tidak akan menghasilkan sesuatu yang dinamis dan statis kecuali hal itu memiliki keterkaitan antar berpikir secara nalar dan realistis.

MEMBUKA OPINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang