Bodoh karena pintar

160 4 0
                                    

Orang tua selalu menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anaknya dan anak selalu menginginkan keringanan, kesenangan, kebahagian dan kenyamanan dalam pendidikan. Dua kebutuhan yang memiliki keselarasan yang memiliki jalan yang sangat banyak sekali memiliki kemungkinan untuk tumpang tindih. Dari segi sistem pendidikan, ada semacam tuntutan agar anak mampu untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan. Anak lalu di berikan apresiasi dengan pemberian nilai atas mampu berprestasi dengan perbandingan anak lainnya di dalam lingkungan sekolah yang pada akhirnya membuat pengelompokan pada anak. Pihak yang tersudutkan dalam sistem pendidikan adalah anak yang tidak cepat atau tidak ingin mengetahui disiplin ilmu yang di ajarkan atau malas. Mereka yang pintar dan jenius akan menjadi bahan perbandingan dalam  mengulang apa yang diperkenalkan oleh para ilmuan, filsuf, cendekiawan dan para profesor atau doctors  yang menjadi tujuan dan keterbatasan. Para perintis atau penggagas disiplin ilmu ini memberikan sumbangsih pemikiran mereka untuk memajukan atau mensejahterakan semua manusia agar mampu memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Setelah keabsahan ilmu-ilmu ini kemudian berbagai sikap dari penerimaan yang berbeda akan muncul dari seorang anak yang suka atau tidak, yang sanggup atau tidak. Acuan untuk mengikuti ilmu yang sudah mengalami berbagai macam kajian yang terencana, terkondisikan, terpercaya dan terintegrasi tersebut memiliki keterkaitan antara asumsi manusia untuk sebuah pencapaian dari  hasil yang di harapkan. Ilmu yang di perkenalkan untuk dipelajari tersebut akan menjadi sebuah konsep untuk memperbaiki keberlansungan manusia, jadi hal itu bukan bagian kita lagi untuk menggugat mengapa hal itu tidak menyenangkan dan memusingkan. Bukan ilmu itu yang kita pertanyakan tetapi diri kita sendiri yang harus mengikuti itu untuk sebuah kebahagiaan atau tidak mengikuti itu untuk sebuah kenyamanan. Kita bisa  mengikuti bidang kajian ilmu yang sudah ada karena ingin hidup yang lebih baik atau memang membutuhkan itu, akan tetapi jika kita tidak ingin atau malas untuk mengikuti atau mempelajarinya  juga sebenarnya tiada kehendak yang harus menyudutkan atau menghakimi kita. Hal seperti inilah yang membuat hidup ini memiliki beban yang berat serta membuat suatu kreativitas akan segala pikiran terbatasi. Persepsi tentang bodoh dan pintar ini yang membuat ketiadaan keseimbangan antara manusia saat ini : dimana anak pintar dipastikan lebih baik dari anak yang bodoh meskipun di luar lingkungan sekolah. Stigma yang melekat pada tindakan mencuri sama dengan bodoh, tindakan kriminal sama dengan bodoh atau berbagai hal yang sama sekali tidak berkaitan. Makna dari hidup yang harus kita cari dengan kesadaran penuh atas bagaimana menyikapi diri, menempati diri, memperjuangkan diri atau melihat segala sesuatu yang bertentangan dengan nilai moral harus dihindarkan dan di jauhi.





MEMBUKA OPINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang