💠1

8.2K 198 6
                                    

Udara sejuk dan asri membuat siapa saja tak akan berhenti mengagumi tempat yang di pijaki nya saat ini. Pepohonan yang indah, rumput yang hampir menyamai tingginya, dan pemandangan yang mampu membuat siapa saja betah untuk berada di tempat ini.

"Arletaa!!" Gadis yang dipanggil 'Arleta' itu berbalik dan menemukan beberapa orang yang tengah memasang tenda.

"Ya?"

"Tenda Lo udah jadi? Kok Lo udah santai-santai di sini?" Arleta hanya mengangguk menjawab pertanyaan gadis itu. Ia kembali menatap hamparan hijau di depannya dan menghirup udara segar di sini.

"Cantik ya pemandangannya" Arleta lagi-lagi mengangguk mendengar perkataan gadis yang tadi memanggilnya. Panggil saja namanya Nania, teman dekat Arleta.

"Ta, ngomong kek. Lo diam-diam Bae" Kesal dengan jawaban Arleta.

"Emang lo mau gua ngomong apa?" Tanya Arleta menatap sahabatnya. Nania hanya mendengus mendengar pertanyaan Arleta.

"Ngomong apa kek."

"Na, lo tau gua gimana." Balas Arleta tenang.

"Emang lo nggak bosen apa, diam mulu. Gua aja sampai bosen liat Lo yang kebanyakan diam." Jelas Nania menatap ke depan.

"Gua punya alasan Na." Ucap Arleta bangkit dan berjalan menuju tenda yang ia bangun tadi.

Nania menatap punggung Arleta dengan sendu. Ia tau di balik wajah ayu itu ada kesedihan yang mendalam.

"Sampai kapan Ta lo menyalahkan diri begini." Desah Nania.

Malam pertama perkemahan mereka isi dengan berbagai kegiatan, salah satunya membuat api unggun untuk penghangat. Keceriaan menyelimuti mereka dengan canda tawa. Lain dengan halnya seorang gadis yang tengah duduk di depan tenda menatap nanar kedepannya. Tak ada keceriaan di wajah cantik itu, yang ada hanya wajah sendu saja.

"Nggak gabung?" Arleta menatap seseorang yang duduk di sampingnya dan kembali menatap ke depan. Tak ada niatan untuk membalas perkataan tadi.

"Diam aja Ta." Ucapnya kembali saat tak mendapat balasan dari Arleta.

"Ta, Lo ngomong dong. Sampai kapan lo diam terus dan nggak mau bicara sama kita lagi? Kita kangen sama Arleta yang dulu." Arleta merasa sesak saat mendengar perkataan lirih itu.

"Lo tau apa yang terjadi, tapi kenapa seolah-olah lo tak tau?" Dan akhirnya kata-kata itulah yang Arleta ucapkan.

"Itu bukan salah lo, kembali kepada Arleta kita yang ceria." Mendengar itu Atlet bangkit dari duduknya dan memasuki tenda.

Orang yang tadi duduk bersama Arleta hanya bisa menghela nafas lelah.

Sedang kan di dalam tenda, Arleta tengah menatap wallpaper ponselnya. Di sana ada lima remaja yang tengah berdiri sambil merangkul. Terdapat wajah bahagia yang ada di sana. Tak bisa menahannya lagi, Arleta memeluk ponsel miliknya dengan air mata yang jatuh di pipinya nya.

"Maaf" Gumamnya berulang kali, berharap rasa bersalah yang ada di hatinya menghilang.

"Arleta??" Dengan cepat Arleta menghapus air matanya saat Nania dan kedua sahabatnya masuk kedalam tenda.

"Kenapa di dalam tenda? Kita semua di panggil panitia Ta. Ayok." Ajak Nania yang di angguk oleh Arleta.

Dengan diam mereka berjalan kearah kerumunan remaja yang berbaris di dekat api unggun

"Kalian pilihlah teman kelompok kalian masing-masing. Tapi ingat jangan ada yang ribut, kalau kalian ribut maka panitia yang akan mengatur kelompok kalian." Ujar ketua panitia dan meninggal kan mereka.

Kini mereka tengah duduk dengan kelompok masing-masing. Sedangkan Arleta dan sahabatnya tengah duduk di barisan paling belakang. Di kelompok mereka itu ada empat orang, satu laki-laki dan tiga perempuan. Sedari tadi ketiga sahabat Arleta tengah mendiskusikan apa yang akan mereka buat besok untuk pameran setiap kelompok. Sedangkan Arleta hanya diam menatap mereka. Salsa yang duduk di samping Arleta menyenggol nya.

"Ta, pendapat Lo gimana?" Tanya Salsa dengan menyodorkan kertas yang ia lukis tadi.

"Bagus." Jawab Arleta sekenanya. Salsa mendengus.

"Serius gua." Arleta menghela nafas pelan dan meraih kertas itu.

"Ini bagus beneran." Ucapnya lagi sambil menatap kertas itu. Nania dan Candra hanya diam melihat mereka berdua. Sedangkan Salsa mengangguk dan meraih kembali kertas itu sambil bergumam pelan.

"Gua kangen dengan imajinasi lo Ta" Arleta hanya menatap Salsa dengan diam. Bagaimana pun mereka tau apa yang terjadi padanya. Ia mungkin tak akan melakukannya lagi setelah kejadian itu.

Candra menatap Arelat yang terus menatap Salsa diam.

"Lo jangan diam-diam Bae Ta. Kita kangen suara lo yang selalu menuhin aktivitas kita, kita kangen lo yang selalu berimajinasi di masa-masa kita kemah, kita kangen Arleta yang dulu bukan Arleta yang sekarang, yang diam terus dan jarang senyum. Kita nggak suka Arleta yang selalu salahin dirinya dengan perbuatan yang tak pernah ia lakukan. Kembali lah Ta."

TBC~

Ini cerita ke tiga gua, kalau banyak yang salah dalam pengetikan maaf kan ya😊

Jangan lupa Vote, Komen, dan
Share💕💕

Follow VeNhii

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang