💠39

1.4K 81 0
                                    

Lima bulan Arleta berada di pondok ini, perlahan-lahan luka itu terkikis dan di gantikan dengan kehangatan keluarga yang baru dan kenyamanan selalu berada di dekat-Nya. kak Rara sangat memperhatikannya begitupun dengan Marianne. Kedua perempuan itu seperti orang tua jika ia merindukan pelukan orang tua dan merekalah yang langsung memeluknya, kedua perempuan itu seperti kakak yang selalu mensupport dirinya jika ia mulai menyerah, kedua perempuan itu seperti sahabat yang menjadi tempat penumpahan keluh kesah nya jika ia stres.

Arleta berjalan seorang diri menuju Mushola, dalam langkah kakinya ia tak luput memperlancar hapalan surah Al-Kahf.

Alhamdulillah..

Batinnya saat satu empat hari ini ia sudah mampu menghapal sepuluh ayat pertama.

Di depan Mushola Arleta dapat melihat kak Rara dan Marianne yang tengah menunggunya.

"Maaf ya lama." Mereka berdua mengangguk pelan dan berjalan memasuki Mushola di ikuti oleh dirinya.

Senyum Arleta tak pernah luntur melihat teman-teman pondok nya. Ia sangat bersyukur bisa merasakan moment ini, dimana ia masih bisa bersujud kepada-Nya di kelilingi oleh orang-orang yang baik akhlak nya.

©©©

Satu tahun telah berlalu, Arleta saat ini tengah berjalan menuju ruangan Ummu Syifah. Ia sesekali menyapa teman pondoknya yang berpapasan dengannya di koridor pondok.

"Mau kemana Ta?" Tanya salah satu teman kelasnya saat ia melintas di depannya.

"Ke ruang Ummu Syifah." Gadis itu mengangguk pelan dan tersenyum.

Arleta mengetuk pintu kayu itu dengan pelan.

"Assalamu'alaykum"

Pintu itu terbuka dan kak Rara lah yang membuka nya. Arleta tersenyum menatap kak Rara saat kak Rara mengelus kepalanya yang di balut dengan Khimar pink.

"Wa'alaykumsalam, masuk dek. Ummu Syifah udah nunggu." Arleta berjalan masuk bersama kak Rara. Di sana ia melihat Ummu Syifah yang tengah memegang sebuah amplop putih dan kain.

"Duduk Arleta." Arleta duduk di hadapan Ummu Syifah di ikuti kak Rara.

"Sudah mantap ingin memakainya Ta?" Ummu Syifah menatap Arleta dengan senyum kecil.

"Insyaa Allah siap Umm." Senyum itu mengembang di wajah kak Rara dan Ummu Syifah mendengarnya.

"Ummu mau dengar alasannya boleh nak?" Arleta mengangguk pelan mengiyakan.

"Karena Arleta tidak mau jika wajah Arleta ini menimbulkan fitnah Umm. Sudah cukup waktu itu Arleta memamerkan wajah Arleta pada lelaki-lelaki yang hanya tertarik dengan wajah Arleta dan Arleta hanya ingin menjalankan Sunnah-Nya." Jawab Arleta mantap. Ummu Syifah menatap Arleta di depannya kemudian dia bangkit dari duduknya dan memeluk Arleta erat.

"Ummu sangat senang nak. Kamu berubah sangat banyak, hari ini Ummu dan kak Rara akan memakaikan kamu cadar ini. Besok, lusa dan seterusnya Ummu harap kamu tidak melepasnya, walau hanya Sunnah namun tidak boleh dipermainkan." Arleta mengangguk pelan dan Ummu Syifah melepaskan pelukannya dan berjalan mengambil kain yang ia pegang tadi.

Kak Rara perlahan membuka Khimar Arleta, cadar dan Khimar yang Arleta gunakan tak cocok jika di padukan maka dari itu ia melepasnya dulu.

Kak Rara memakaikan Khimar berwarna peace di kepala Arleta. Ummu Syifah memakaikan cadar berwarna senada dengan warna Khimar nya.

"Cantik kamu cantik walau wajah kamu tertutup kain." Senyum Arleta mengembang dari balik kain itu. Bukan karena pujian Ummu Syifah namun karena ia merasa nyaman dan hatinya menghangat. Akhirnya, ia merasakan getaran itu, getaran yang mampu hatinya menghangat. Getaran akan apa yang ia lalui selama ini.

"Terimakasih Umm, kak." Gumamnya.

©©©

Dua tahun telah berlalu, Arleta menatap langit malam di depan rumahnya. Hari Minggu ini ia sendiri, Marianne berada di salah satu panti asuhan yang berada di kota, ia tengah melakukan pelajaran yang ada di luar.

Arleta tersenyum merasakan angin malam. Ingatannya kembali kepada dua tahun yang lalu saat ia pertama kali berada di tempat ini, ia mengingat sosok yang berada di sampingnya. Ibu Harnita, bibi nya yang sempat ia lihat, satu-satu keluarganya yang pernah ia temui di dunia ini.

Rasa rindu itu menjalar di benaknya, merindukn sosok keluarga, mama dan papa angkatnya, dan juga sahabatnya. Dua tahun ini ia benar-benar lost contak dengan mereka.

Apa kabar kalian?

Itulah yang tersirat di benaknya, Arleta meraih kalung yang berada di kantongnya.

Kalung pemberian sang ibu, hanya ini yang ia punya.

"Ibu, Ayah... Arleta di sini sedang berjuang menjadi sosok yang di Cintai Allah, doakan Leta."

Bersambung...

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang