💠42

1.5K 78 0
                                    


Mereka berjalan menyusuri lorong berwarna putih. Arleta mengerutkan keningnya saat papa nya membawa dirinya ke tempat ini.

Hal yang tak bisa ia pungkiri jika rasa khawatir kini membuncah di dalam hatinya. Apa yang sebenarnya terjadi selama ia pergi? Apakah semuanya baik-baik saja?

"Papa, kita mau kemana?" Tanya nya membuat langkah Anton berhenti sejenak.

"Kamu mau ketemu mama kan?" Tanya balik Anton membuat Arleta mengangguk dengan penuh tanda tanya.

Anton tak lagi membuka suara, ia kembali berjalan menuju salah satu ruangan yang ada di lorong ini.

Dengan senyum kecil Anton membuka pintu dan di sana, terlihat anggi-istrinya yang duduk memainkan ponsel nya di atas blankar.

"Mama" Mendongak menatap sang suami. Anggi mengerutkan keningnya melihat senyum Anton yang bahagia. Kebingungan yang ia rasakan kini bertambah saat melihat seseorang di belakang Anton.

Sedangkan Arleta, ia menatap nanar tubuh di depannya. Apa yang terjadi? Apa yang telah ia lewatkan?

"Papa?" Anton hanya tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca ia menghampiri sang istri di ikuti Arleta di belakang nya.

"Kamu ingat?" Anggi menggeleng menatap tubuh Arleta dari atas sampai ke bawah. Ia merasa asing dengan gadis yang ada di depannya.

Walau ragu, Arleta meraih jemari Anggi dengan erat namun lembut.

"Mama lupa sama Arleta?" Tubuh Anggi mematung mendengar suara familiar itu. Suara yang sangat ia rindukan, suara yang tak pernah lagi ia dengan selama beberapa tahun ini. Putrinya kembali...

"A-arleta?" Arleta mengangguk. Ia menghambur dalam pelukan wanita yang sangat ia rindukan ini. Wanita yang masih saja merasa ia bermimpi.

Arleta mengeratkan pelukannya saat isakan-isakan kecil mulai terdengar dari bibir mama nya. Ia membekap erat tubuh mamanya yang mulai membalas pelukannya.

"Kamu Arleta kami kan? Kamu anak mama kan?" Mengangguk, Arleta terus saja menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan mamanya.

Anggi melepas pelukan itu dan menangkup wajah Arleta. Ia tersenyum menatap mata sayu itu yang juga menatapnya.

"Kamu kemana saja sayang?" Tanya Anggi pelan.

"Arleta sekolah ma." Arleta menggenggam tangan Anggi yang berada di pipinya sebelum ia melepaskan ikatan niqab nya.

Wajah Arleta tak banyak berubah. Hanya saja, gadis ini semakin putih dan dewasa.

"Mama kangen." Arleta mengangguk dan mengecup tangan Anggi pelan.

"Arleta juga. Arleta ingin cerita banyak sama papa dan mama, tapi setelah kita pulang.. dan mama kenapa bisa ada di sini?"

"Mama kena tipus. Selama kamu pergi mama kamu sering keluar masuk rumah sakit karena banyak menangis dan banyak pikiran."

Mendadak Arleta merasa bersalah mendengar ucapan papa nya. Sedangkan Anggi hanya tersenyum penuh rasa bahagia. Putri nya sudah kembali, ia sangat bahagia.

***••***

Hari semakin larut, terdapat di sebuah jalan pria berumur dua puluh dua tahun yang tengah berjalan di trotoar dengan ransel besar di punggung nya. Ia berjalan menuju halte bus yang berada tak jauh di depannya.

Senyum kecil pria itu terukir saat melihat bus yang singgah tepat saat ia sampai di halte.

Aku kembali...

Apa kabar? Apakah kamu merindukan ku seperti diriku yang merindukan mu? Maaf kan aku yang selalu memikirkan dirimu. Maaf kan aku yang tak bisa melupakan mu walau sudah berpisah lama.

***••***

"Jadi kamu dimana selama ini? Bahkan kami sudah mendatangi rumah Bu Harnita. Tapi kami sama sekali tidak menemukan mu di sana." Arleta tersenyum lalu menyuapi Anggi dengan bubur yang ada di rumah sakit ini. Sejenak ia terdiam.

"Arleta memang jarang di rumah itu ma. Mungkin jika Arleta terus berada di sana, Arleta akan bertindak bodoh karena sangat menginginkan mereka berada di samping Arleta." Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya.

"Arleta sekolah di pesantren yang ada di desa itu. Beberapa hari Arleta tinggal di sana, Arleta langsung memutuskan masuk pesantren bersama sahabat Arleta." Lanjutnya.

"Apa kamu tidak pernah merindukan mama dan papa?" Arleta menggeleng mendengar perkataan Anggi. Ia tidak pernah melupakan mereka, bahkan sangat merindukan mereka.

"Arleta tidak pernah melupakan kalian. Bahkan Arleta sangat merindukan mama dan papa selama beberapa tahun ini." Anggi tersenyum lembut dan meraih jemari Arleta.

"Sayang, mama minta maaf karena berbohong padamu selama ini. Mama tidak tahu apa yang harus mama lakukan selain menutupi semuanya dari mu. Mama sudah terlanjur mencintai mu dan tidak mau kehilangan putri mama." Meletakkan mangkuk bubur di atas nakas, Arleta langsung memeluk tubuh sang mama. Ia bahkan sesekali menciumi pipi Anggi lembut.

"Mana tahu? Takdir itu tidak bisa kita jauhi atau pun menghindar. Arleta sadar jika ini lah garis kehidupan Arleta. Di tinggalkan keluarga, namun Allah menggantikannya dengan kalian. Yang begitu menyayangi Arleta, memanjakan Arleta, merawat Arleta seperti anak kalian sendiri. Bahkan jika Arleta membuat ulah. Kalian tidak pernah mengatakan menyesal ataupun mengatakan jika Arleta bukanlah anak kalian, kalian akan selalu tersenyum dan mengelus kepala Arleta dengan sayang, walau tidak banyak bicara jika bersama arleta." Arleta mengelus punggung Anggi yang bergetar. Ia tahu jika mamanya saat ini menangis. Ia bisa merasakan mama nya mengeratkan pelukan.

"Arleta tidak bisa membayangkan jika Arleta tidak di rawat oleh papa dan mama. Mungkin Arleta tidak bisa seperti sekarang, tidak bisa merasakan pelukan orang tua." Tanpa ia sadari, di balik pintu terdapat Anton yang baru saja ingin masuk namun ia urungkan saat melihat pemandangan di dalam sana. Ia mengulas senyum kecil dan menghapus cairan bening yang berada di pipinya. Pemandangan itu, pemandangan yang sudah lama ia tak lihat.

Bersambung...

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang