💠29

1.5K 93 0
                                    

Marianne menatap Arleta yang mukanya merah padam, memang selama dua hari ini melihat Arleta marah jika mendengar suara adzan, dan jika dia membahas Tuhan. Keagungan-Nya, Arleta akan selalu memalingkan wajahnya jika Marianne mulai menasehatinya.

"Jangan sesekali kamu meragukan kasih sayang Allah kepada hambanya Ta. Tak selamanya Allah akan memberikan hambanya kesulitan, tak selamanya Allah akan memberikan hambanya kesenangan. Dan Allah memberikan kamu kesulitan saat ini bukan berarti Ia membenci ataupun tak adil kepada mu. Allah yang tau apa yg baik untuk kita semua. Takdir ada di tangan Dia, bukan pada diri kita sendiri. Kita tinggal menjalani nya dengan selalu mengingat-Nya bukan berpaling dari-Nya jika Ia memberikan kita kesulitan." Arleta diam tak menanggapi perkataan Marianne. Hatinya masih di lingkupi rasa kekecewaan mengingat semua kejadian yang menimpa dirinya. Adakah sakit yang lebih sakit ketimbang hidup sendiri di dunia tanpa keluarga?

Adakah yang mengerti keadaannya saat ini? Ia hanya ingin bahagia, tertawa bersama keluarganya, bercanda ria. Apakah keinginannya sangat sulit untuk Tuhan kabulkan?

"Aku nggak mau ribut Ann, jika kamu mau pergi silahkan." Arleta membalikkan badannya dan melangkah memasuki rumah tanpa menutup pintu sedangkan Marianne menghela nafas pelan dan melangkah memasuki rumah Arleta. Dia sudah terlambat jika ingin shalat di Mushola maka dari itu ia memutuskan untuk shalat di rumah ini dan kebetulan ia akan menginap di rumah ini untuk menemani Arleta.

Arleta duduk lesehan di lantai menatap tv yang tak menyala, karena tv yang ada di kampung ini akan menyala jika siang hari namun jika malam tak akan bisa.

"Kamu memang mudah mengatakan jika aku bisa melaluinya Ann, namun apakah kamu sadar dengan apa yang kamu katakan? Apakah kamu nggak bisa merasa bagaimana hancurnya aku sekarang? Tak pernah melihat bagaimana wajah orang tua, tinggal di rumah yang ternyata bukan orang tua ku, bahkan di tinggalkan oleh sahabatnya? Bahkan keluarga yang aku harapkan telah pergi juga?" Air mata itu kembali menetes, sesak rasanya jika ia merindukan keluarganya namun hanya bisa memeluk foto-foto mereka.

"Sesulit apapun keadaan nya, jangan kamu melupakan Allah Ta, percaya jika Allah memberikan kesulitan ini dan akan menggantikannya dengan kebahagiaan nantinya. Kadang manusia itu egois, selalu menyalahkan Allah jika dia di timpa musibah namun ia menulikan bahkan membutakan matanya dari kebaikan yang di berikan oleh-Nya. Kamu selalu menyangka Allah memberimu kesulitan dan kamu bahkan tak menyadari jika Allah juga memberimu kebaikan dan kesempurnaan dalam hidup mu. Hidup seorang hamba yang di sayangi oleh Allah itu pasti banyak ujiannya." Marianne meraih tangan Arleta dalam genggamannya. Ia menatap wajah Arleta yang sudah penuh dengan air mata, mata coklat itu menatap sayu kedepannya.

"Kadang kita selalu berfikir bahwa doa-doa kita tak pernah di kabulkan. Padahal, Allah sudah menjawabnya dengan cara lain. Hanya saja, kita terlalu egois untuk menyadarinya karena kita menginginkan jawaban yang sesuai dengan keinginan kita. Bagaimana seorang hamba bisa kuat jika setiap kita berdoa akan selalu di kabulkan? Bagaimana seorang akan bisa mandiri jika setiap apa yang akan ia inginkan akan langsung di berikan kepadanya?" Tangis Arleta semakin menjadi mendengar perkataan Marianne, ia menundukkan kepalanya mencerna kata demi kata yang Marianne ucapkan.

"Aku kangen mereka, aku ingin bertemu dengan mereka, aku ingin memeluknya. Apa aku salah?" Marianne menggeleng kan kepala mendengar perkataan Arleta.

"Kamu tidak salah, menginginkan keluarga memang tidak salah. Namun cara kamu yang salah. Apa dengan kamu menjauh dari sang Khaliq semuanya akan terkabul? Apakah dengan kamu membenci sang Khaliq semuanya akan kamu capai? Jawabannya tentu tidak. Kamu ingin memeluk mereka? Merasakan hangatnya dekapan sang ayah? Ibu? Kamu ingin bercerita bersama mereka? Ingin melihat senyum mereka? Tapi kamu menjauhi Allah maka itu akan mustahil Arleta. Yang harus kamu lakukan itu adalah dekati Allah, jangan jauh dari-Nya, jangan membenci pencipta kita. Kamu akan bisa menemui mereka nanti di Akhirat tapi kamu juga harus selalu berada dalam naungan-Nya, berada dalam aturannya, bantu mereka dengan cara selalu berada pada sisi Allah, karena seorang anak yang menentukan posisi orang tua di akhirat jika mereka sudah tiada. Apalagi kamu seorang perempuan Ta, kamu yang akan menolong ayah kamu nanti jika tiket kebahagian di akhirat sudah kamu dapatkan, yaitu jadilah wanita shalihah maka insyaa Allah kamu akan bertemu dengan orang tuamu di surga nanti. Anak perempuan adalah kunci dimana ayahnya nanti akan berada."

"Cintai mereka dengan membahagiakan mereka di sana, kamu tak sempat bertemu mereka di dunia, maka berusaha lah kamu untuk bertemu mereka nanti dengan kebahagiaan."

Bersambung...

Masih ada yang nunggu?? Atau ada yang nggak suka sama part nya? Wkwkwk.. maafkan, sebenarnya saya mau membuat KHM ini sebuah kisah persahabatan Arleta dan kawan-kawan. Namun, ketika saya pikirkan kembali.. mungkin lebih bagus jika saya menulis sebuah perjuangan hidup Arleta yang mulai berubah, perjalan hijrah dirinya. Dan mungkin lebih bermanfaat dan insyaa Allah bisa menginspirasi..

Di vote guys..

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang