💠24

1.5K 79 0
                                    

Satu jam telah berlalu dan kini Arleta tengah mengerjabkan matanya, perlahan ia memegang kepalanya yang terasa pening dan membuka kelopak matanya.

Di sana, ia dapat melihat papanya yang tengah tertidur di sampingnya dan mamanya yang baru saja ke luar dari kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Anggi yang melihat Arleta yang sudah sadar tersentak kaget dan dengan cepat ia berjalan menuju putri dan suaminya itu.

"Sayang sudah sadar?" Ucapnya menggenggam tangan kanan Arleta. Arleta diam tak menanggapi perkataan sang mama tapi tak juga menolak genggaman itu. Bagaimanapun juga ia sangat menyayangi kedua orang yang ada di dalam kamarnya. Mampu kah dia membenci seseorang yang sudah merawat dirinya??

"Arleta kamu denger suara mama kan nak?" Air mata Arleta kini jatuh mendengar suara lembut itu. Kenapa baru sekarang ia dapat mendengarnya? Bahkan kemarin-kemarin ia sangat menginginkan nya.

Anggi yang melihat itu langsung saja menghapus air mata Arleta dan menangkup wajah nya.

"Jangan nangis, mama akan jelasin semuanya tapi jangan nangis sayang." Ucapnya dengan lirih. anaknya, putrinya yang ia rawat selama ini, yang ia besarkan dari umur dua bulan kini sangat hancur di depannya.

"Arleta.. mama mohon."

"Apa kalian yang membunuh orang tua Arleta?" Anggi mematung mendengar suara itu, suara yang penuh dengan luka.

Sedangkan Anton yang terusik dari tidurnya mengerjabkan mata dan menatap kedua wanita yang ada di sampingnya.

Ia bisa melihat istrinya yang mematung dan Arleta yang menatap langit-langit kamarnya hampa.

"Iya Ma?" Tanyanya sekali lagi namun Anggi masih saja diam, bahkan ia merasa ada sesuatu yang menimpa hatinya. Sakit mendengar suara itu, sakit mengingat kejadian beberapa tahun silam, sakit mengingat rintihan sahabatnya kala itu. Mampu kah dia membuka kenangan itu untuk menjelaskannya pada Arleta? Mampu kah dia mengingat kembali saat-saat terakhir sahabatnya menatap dirinya dengan memohon untuk merawat putri mereka? Mampukah dia??

"Arleta.." Arleta menoleh kesamping dan menemukan mata satu papa nya yang menatap dirinya. Anton perlahan duduk dan menggenggam tangan yang juga di genggam istrinya.

"Apa kalian yang membunuh orang tua Arleta?" Sekali lagi Arleta bertanya namun matany kini menatap satu persatu mama dan papanya.

"Mama bis-"

"Apa benar kalian yang menabrak orang tua saat mereka dalam perjalanan ke kota?" Mata Anton dan Anggi terbelalak mendengar perkataan Arleta.

Siapa yang memberitahunya? Kenapa bisa dia tahu sejauh itu?

"Iyakan?" Anton menghela nafas pelan dan mengusap puncak kepala Arleta.

"Kami minta maaf sayang."

"Saat itu kami tak sengaja menabrak mobil milik mereka, kami pun kaget saat tau itu mereka.."

Arleta hanya diam selama papanya menceritakan kejadian itu, air matanya terus mengalir membayangkan sosok ibu dan ayahnya. Sedangkan Anggi sudah terisak sedari tadi.

"Papa dan mama selama ini tak ingin selalu dekat dengan mu karena wajah ku sangat mirip dengan Misya sayang, bahkan setiap melihat dirimu mama akan selalu membayangkan sosoknya dulu." Genggaman tangan itu di lepas paksa oleh Arleta dan kemudian gadis itu duduk di kasur menatap mamanya yang masih terisak.

"Mama merasa sangat bersalah waktu itu, seandainya mama nggak ngotot buat belajar nyetir mobil mungkin semuanya nggak akan terjadi. Mama sangat menyesal sayang, mama bukannya membenci mu karena mama tak pernah memberikan kamu kasih sayang yang selama ini kamu inginkan, mama hanya saja merasa bersalah jika melihat wajah kamu."

Arleta mengusap air matanya dengan kasar, sakit melihat orang yang ia sayangi menangis tergugu di depannya, namun apa yang harus ia lakukan? Ia bahkan tak bisa melihat wajah orang tuanya karena mereka. Apakah Arleta berhak untuk marah? Atau membenci kedua orang ini? Apakah ia tak merasa sangat naif jika membenci orang yang telah merawat dirinya sampai sekarang? Arleta bingung, ada amarah yang menguasai hatinya namun ada sesuatu yang menahan diri Arleta untuk menumpahkan amarah dan kata-kata yang ingin ia tumpahkan kepada mereka.

Arleta masih diam menatap keduanya dan dengan tarikan nafas ia mengucapkan kata-kata yang mampu membuat hati sepasang suami istri itu hancur.

"Aku membenci kalian. Dulu kalian selalu mengajari aku untuk tak menyakiti seseorang tapi nyatanya kalian telah menyakiti bahkan membunuh!"

Bersambung...

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang