Tubuh Arleta bergetar hebat setelah mengucapkan apa yang selama ini ia tahan.Arleta masih mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, di mana ia dengan tak sengaja menyenggol kursi roda mama dari papanya membuat Omanya tersebut terjatuh dari kursi roda dan meninggal dunia. Di saat itu, dan di saat itulah perlahan-lahan kedua orang tuanya mulai jarang berkomunikasi dengannya dan sampai sekarang kasih sayang itu tak pernah ia dapat kembali.
Kedua orang tua Arleta tertegun mendengar penuturan Arleta. Tak pernah menyangka jika kata-kata itu akan gadis itu ucapkan.
"Apa masih kurang pa? Ma?? Mau sampai kapan Arleta sakit melihat teman-teman Arleta yang di dampingi kedua orang tuanya saat ada cara sekolah? Mau sampai kapan Arleta menangis sendiri karena merindukan kalian? Mau sampai kapan Arleta berjuang sendiri tanpa ada support dari kedua orang tua Arleta??" Arleta terisak menatap kedua orang tuanya yang berada di depannya diam.
"Mungkin benar kata papa tadi, Arleta seperti anak-anak ya pa? Terlalu mengharapkan kasih sayang kalian yang tak akan pernah ada kembali? Kalau gitu Arleta minta maaf." Setelah itu Arleta berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua dengan pipi yang penuh dengan air mata.
Bukan ini yang ia harapkan, bukan pertengkaran yang ia inginkan tapi mendengar perkataan papanya tadi membuat Arleta seperti di hempaskan dengan keras. Bahkan mamanya tak ada niatan menghentikan ucapan papanya.
Arleta membanting dirinya di kasur dengan tangis yang tak berhenti sama sekali.
Sedangkan kedua orang tua Arleta kini duduk di sofa menghela nafas pelan.
"Bagaimana ia bisa berada di sana dua hari ini? Mama takut pa, jika Arleta mengetahui semuanya." Anton memijit kepalanya yang terasa berdenyut.
Ia masih memikirkan perkataan putri nya tadi, perkataan yang keluar dari mulut Arleta mampu membuat hati Anton tertohok. Apa semenderita itu Arleta??
"Mama nggak pernah menyalahkan dia atas kematian mama pa, mama saat itu hanya kecewa saja." Gumam mama Arleta memeluk suaminya.
Tadi ia sangat ingin memeluk tubuh rapuh Arleta tapi entah mengapa tubuhnya tak bisa bergerak.
***
Pukul 6 pagi Arleta tiba di sekolahnya, tampak sekolah itu baru di buka dan sangat sepi.
Ia berjalan menuju taman belakang sekolah. Arleta sesekali menghela nafas pelan mengingat pertengkaran dirinya dengan papanya semalam. Arleta tak habis pikir kenapa papanya selalu membuat hatinya sakit? Apa kesalahannya?
"Loh?" Arleta terlonjak kaget saat mendengar seseorang yang berada di depannya. Ia kira hanya dirinya yang ada di sekolah sepagi ini ternyata ia salah.
"Pagi amat Ta." Ucap seseorang yang juga menggunakan seragam mirip dengan Arleta.
Arleta diam dan hanya mengangguk menanggapi seseorang itu.
"Ta Lo mau kemana?" Panggil remaja itu saat Arleta melangkah meninggalkannya.
"Taman." Ucap Arleta melanjutkan langkahnya. Dalam diam, remaja yang tadi bersamanya itu mengikuti langkah kaki Arleta menuju taman belakang.
"Lo suka ya di sini?" Arleta menoleh kebelakang dan menatap tajam remaja yang ia tak tahu jika remaja itu mengikutinya.
"Bikin kaget aja Lo San" Ketus Arleta duduk di bangku taman.
Remaja yang di panggil San itu terkekeh saat melihat muka kesal Arleta.
"Sorry Ta, tapi ngomong-ngomong Lo kok pagi amat kesekolah?" Ujar gadis itu menatap Arleta
"Pengen aja." Sandra menatap wajah Arleta yang berbeda, mata Arleta tampak bengkak dan sedikit memerah.
Sandra ini merupakan teman sekelas Arleta yang duduk di samping mejanya, Sandra merupakan gadis yang sangat membenci matematika dan selalu meminta contekan kepada Arleta dan sahabat-sahabat Arleta.
"Lo habis nangis ya?" Selidiknya membuat Arleta menghela nafas jengah. Mood Arleta yang hampir saja kembali kini hancur dikarenakan gadis berisik di sampingnya ini.
"San gua nggak mood buat ngomong." Gumam Arleta memejamkan matanya. Kepalanya terasa sangat pening sekarang.
"Dari dulu juga pan lo nggak mood ngomong Ta." Sebelum Arleta membuka matanya gadis itu telah berlari menghindari amukan arleta.
Sandra ini merupakan gadis yang lumayan dekat dengan mereka, tapi Sandra jarang bersama mereka dikarenakan gadis itu sangat suka berada di perpustakaan untuk membaca novel ataupun sekedar mencium bau buku baru. Entah kenapa gadis itu sangat menyukai bau buku, dan di saat Arleta dan ketiga sahabatnya bertanya maka jawaban yang akan keluar dari mulut gadis itu hanya mampu membuat mereka geleng-geleng kepala.
Bersambung...
©peniYanty_As
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hati Memilih (Selesai)
Teen Fiction(Follow author sebelum membaca!!) Arleta adalah seorang gadis yatim piatu, dia di asuh oleh sahabat orang tuanya yang sama sekali ia tak tau jika mereka bukan orang tuanya. Arleta mempunyai trauma akan kematian sahabatnya yang telah menyelamatkan di...