💠2

3.1K 131 0
                                    


Pagi ini semua anggota PMR tengah melakukan senam pagi di tempat perkemahan. Perkemahan ini di adakan di sebuah hutan yang lumayan jauh dari perkampungan. Hutan yang mereka tempati ini kebetulan terdapat sebuah tempat yang lumayan luas untuk mereka berbaris karena tak ada pohon yang tumbuhi hanya saja sebuah rumput yang lumayan tinggi.

Di arah kini ada Arleta cs yang juga melakukan senam, ya walau amburadul mereka.

"Ehh, ide tadi malam itu gua ubah guys. Gua ganti dengan lukisan kita." Salsa berkata sambil terus bergerak mengikuti gerakan panitia di depan.

"Lah kenapa? Bukannya udah bagus ide lo tadi malem?" Timpal Candra bingung.

"Iya sih, tapi gua rasa lukisan persahabatan kita itu lebih bagus. Gua juga kangen ngelukis wajah kita." Balas Salsa melanjutkan gerakannya. Ya Salsa memang sangat Bobby melukis, apalagi melukis wajah sahabat-sahabat nya.

"Lo lukis kita berempat?" Tanya Nania yang sedari tadi memperhatikan mereka.

Salsa menggeleng pelan membuat Candra dan Nania mengernyit bingung, lain halnya dengan Arleta yang masih saja bergerak mengikuti gerakan senam.

"Kita berlima, Sisil juga ada."

Seketika mendengar nama yang Salsa ucapkan membuat gerakan Arleta berhenti. Ia menoleh menatap Salsa yang menunduk.

"Sorry, gua tau kalian mungkin nggak setuju. Tapi gua sangat rindu sama dia, makanya gua lukis dia juga." Arleta masih saja diam menatap Salsa. Ia sedih, sangat sedih mendengar perkataan Salsa akan kerinduannya pada sang sahabat.

"Sil, menurut Lo ini gimana? Gaunnya bagus kan ya?" Arleta menyodorkan gaun berwarna golv di tangannya kearah gadis yang juga tengah mengambil beberapa gaun di sana.

"Cantik Ta, gimana kalau kita couple? Lo, gua, Salsa, sama Nania? Biar nanti Candra kita beliin jas warnah golv juga. Biar samaan." Senyum Arleta seketika mengembang dan dengan senang ia mengambil empat gaun yang mirip dengan miliknya kemudian berjalan keluar toko untuk membeli perlengkapan yang lainnya.

"Emm... Kita beli apa lagi nih?" Gadis itu memutar bola matanya untuk berfikir.

"Gimana kalau sepatu?" Arleta mengangguk dan dengan senang mereka berjalan kearah toko sepatu yang ada di mall.

Setelah mereka sampai, kedua gadis remaja itu memilih-milih sepatu yang sama.

"Samaan lagi kan ya Ta?" Tanya gadis itu yang di anggukinya.

Kedua gadis itu terus saja memilih dan membeli apa saja yang menurut mereka cocok dan juga bagus.

Setelah keliling mall, kedua gadis itu berjalan ke parkiran berencana akan pulang. Namun belum sampai mereka di mobil tiba-tiba Arleta melihat seekor kucing putih yang duduk di tengah jalan raya.

"Ehh Sil, lo duluan ke mobil ya. Nih belanjaan gua titip, gua mau ambil tuh kucing, kasihan dia di tegah jalan entar ada mobil atau motor yang nabrak." Arleta menyerahkan beberapa paper bag di tangannya kearah gadis yang ia panggil Sil dan berjalan ke tengah jalan untuk mengambil anak kucing yang ia maksud tadi.

Namun, saat ia baru saja menggendong kucing itu, tiba-tiba suara klakson yang sangat memekakkan telinga terdengar bersamaan dengan tubuhnya yang terdorong ke pinggiran jalan.

"SISIIILLLL!!!" Arleta berteriak kencang saat melihat sahabatnya kini berbaring dengan darah yang bersimpuh di dekatnya.

Dengan langkah bergetar ia berlari kearah sahabatnya dan menangis pilu.

"Ta?" Arleta terlonjak saat merasakan ada yang memukul pundak nya agak keras.

"Ta, nggak baik melamun di hutan gini. Ayuk lah ke tenda, senam ya udah selesai nih." Arleta menoleh ke kanan dan memang benar semua teman-teman kemah nya tengah berjalan ke tenda dan ada juga duduk di tanah.

Arleta mengangguk dan berjalan mengikuti ke-dua sahabatnya menuju tenda milik mereka. Karena Salsa entah kemana gadis itu.

"Guyss, kita di panggil panitia, katanya salah satu dari mereka menolak lukisan yang gua buat semalem." Salsa berlari ke arah mereka dengan nafas yang terengah.

"Maksud Lo?" Tanya Candra menatap Salsa.

"Carla, nenek lampir itu nolak lukisan gua karena alasannya ada Sisil di sana. katanya nggak boleh ada yang udah meninggal." Jelas Salsa memelankan kata Sisil, takut Arleta akan tersinggung.

Candra dan Nania hanya mendengus mendengarnya. Carla itu kakak kelas mereka yang membenci Sisil dan Arleta, entah lah apa alasannya.

Sedangkan Arleta menundukkan wajahnya.

"Gua duluan." Gumamnya dan berjalan meninggalkan ke-tiga sahabatnya.

"Ck, Arleta kok gitu sih. Kan gua nggak maksud buat singgung dia." Salsa menghela nafas melihat Arleta yang sudah berada di depan tenda.

"Mungkin dia masih trauma atau bersalah pada Sisil." Timpal Candra menatap Salsa.

"Trauma sih trauma, tapi nggak gini juga Ndra. Kita satu bulan ini udah di cuekin sama dia." Candra dan Salsa hanya diam mendengar perkataan Nania.

TBC💠

Maaf jika banyak typo di part ini.

Jangan lupa Vote, Komen, dan Share💕💕

Follow VeNhii

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang