💠18

1.5K 82 0
                                    

Arleta dan ketiga sahabatnya kini memasukkan pakaian dan barang-barang yang mereka bawa dari rumah. rencana mereka hari ini akan pulang. Tadi, Arleta sempat mendapat semprot dari ketiga sahabatnya dikarenakan kepergian gadis itu berjam-jam tanpa bisa di hubungi. Bayangkan saja Arleta pergi dari pukul lima lewat dan saat ia pulang hampir jam sebelas siang.

Arleta menatap sesuatu dalam genggamannya sebelum memasukkannya kedalam ransel yang ada di depannya.

Arleta pov

Aku menatap sesuatu yang ada dalam genggamanku. Benda ini adalah sesuatu yang pernah aku lihat di kamar kedua orang tuaku. Bahkan tak ada yang berbeda, ini adalah sebuah kalung yang sudah terbagi dua sama seperti milik mama yang selalu ia simpan di bawah laci kerja papa. Jika kalung ini di satukan maka tulisan yang berada di bandul kalungnya itu bertuliskan 'Leta.S'. Tapi kenapa bandul kalung yang ada di genggamanku ini sangat nyambung dengan milik mama?? Aku sangat ingat ketika tak sengaja aku melihat potongan kalung yang ku genggam ini berada pada kantong baju milik ibu Harnita saat aku membantunya mencuci di sungai pagi tadi.

Saat perjalanan dari sungai ke villa aku sempat bertanya kepadanya dan dia mengajakku mampir ke rumahnya.

Di sana ibu Harnita bercerita banyak tentang pemilik kalung ini.

Flashback..

"Kalung ini dulunya utuh, ini milik adik ibu Misya. Bahkan saat ia masih mengandung kala itu ia membuat kalung ini di kota yang akan di hadiakan kepada anaknya kelak. Dan sebuah tulisan yang terukir di bandul kalung itu nama anak mereka." aku duduk di ruang tamu rumah ibu Harnita yang tengah menceritakan pemilik kalung yang ia pegang.

"Lanjutan tadi tulisan ini apa Bu?" Tanya ku menatap kalung yang ada dalam genggamanku. Entah apa yang terjadi tapi aku merasakan kerinduan yang sangat dalam melihat kalung ini dan entah itu untuk siapa. Yang pasti kerinduan itu lebih besar dari kerinduan kepada orang tua ku semdiri.

"Apa boleh Arleta meminjam kalung ini Bu? Nanti Arleta akan mengembalikannya tapi mungkin nggak dalam waktu dekat ini. Tapi pasti akan Arleta kembalikan."

Aku menghela nafas pelan mengingat ucapan ibu Harnita pagi tadi.

Author pov

"Ta, Lo udah siap nggak? Kita dah mau berangkat nih." Arleta menoleh dan mendapatkan Salsa yang juga menenteng ranselnya.

"Udah." Balasnya meraih ransel dan tas salempangnya. Arleta berjalan keluar villa dan mendapatkan Nania dan Candra yang tengah berbicara.

"Kalian ngapain?" Tanya Arleta menghampiri kedua remaja tersebut.

"Nungguin kalian. Ayuk lah keburu malam ini." Mereka berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman.

Pukul 18:30 mereka mereka sampai di rumah Arleta. Yups Candra memutuskan untuk mengantar Arleta.

"Makasih ya, btw hati-hati Ndra nyetirnya." Ucap Arleta yang di angguki Candra. Arleta menatap mobil Candra yang mulai menjauh dari pekarangan rumahnya sebelum ia berjalan menuju rumah.

"Dari mana saja kamu?!" Arleta terlonjak kaget saat papanya berdiri di samping sofa menatap dirinya tajam dan tak lupa dengan suara yang menyiratkan kemarahan.

"Papa.." Cicitnya menatap Anton yang juga menatapnya tajam.

"Pergi tak minta izin kepada orang tua?? Apa-apaan kamu Arleta hah?! Apa kamu sudah menganggap orang tuamu tak ada?!" Arleta terlonjak kaget mendengar bentakan papanya. Ini pertama kali ia di bentak oleh papanya, walau Arleta sangat jarang berkomunikasi ataupun jarang berbicara dengan sang papa tapi papanya tak pernah membentak dirinya seperti ini.

"Maaf" Gumamnya menyesal. Arleta kira papanya tak akan marah karena pergi tak meminta izin karena di saat ada acara sekolah ia tak pernah meminta izin karena alasan yang sama, orang tuanya tak pernah ada di rumah. Dan itu tak membuat orang tuanya marah ataupun bertanya kepadanya. Tapi entah kenapa kepergiannya kali ini membuat sang papa marah bahkan sampai membentaknya.

"Kamu bahkan mengganti nomor ponsel mu? Kenapa kamu makin bertumbuh dewasa makin seperti anak-anak? Kami sudah cukup sabar Arleta melihat tingkah mu yang seperti ini. Mau sampai kapan?" Arleta mendongakkan kepala melihat papanya dan ternyata di sana sudah ada sang mama yang juga menatapnya. Sama sekali tak ada niat untuk menenangkan atau sekedar memeluk Arleta saat ini.

Perlahan Arleta tersenyum melihat kedua orang tuanya. Ia bahkan terkekeh mengingat perkataan papa nya tadi.

"Apa Pah?? Mengganti nomor ponsel?? Apa papa lupa setelah kejadian satu bulan yang lalu hp Arleta rusak dan kartunya juga?? Terus apa kabar papa dan mama yang selalu pergi keluar negeri tanpa memberitahu Arleta dulu atau sekedar menemui Arleta?? Apa kabar Arleta yang selama ini sabar menunggu mama dan papa untuk menyayangi Arleta?? Mau sampai kapan pa ma Arleta akan menunggu kasih sayang kedua orang tua Arleta?? Mau sampai kapan kalian menyalahkan Arleta atas kematian Sisil dan juga atas kematian Oma?? Apakah selama ini Arleta kurang menghukum diri Arleta sendiri?? Apa masih kurang ma? Pa??."

Bersambung...

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang