💠46

1.7K 75 0
                                    

"Candra?" Pria itu menoleh menatap seseorang yang memanggilnya.

Sebercik senyuman terbit di bibir pria itu.

"Ya?"

"Sejak kapan Lo di situ?" Candra berdehem pelan dan menatap mereka. Ya mereka, karena yang memanggil namanya tadi tak sendirian melainkan ada dua orang lagi.

"Gua ganggu ya?" Kedua gadis itu sontak menggeleng pelan, namun gadis yang satunya lagi hanya diam menatap lelaki di depannya.

"Kalian nggak kangen sama gua gitu?" Senyum di bibir kedua wanita itu mengembang mendengar perkataan Candra.

Nania dan Salsa melangkah kearah Candra hendak memeluk laki-laki itu namun dengan sigap Candra menolak.

"Gua bukan Candra yang dulu lagi guys." Sontak Nania dan Salsa terkekeh pelan. Mereka melupakan sesuatu

"Iya, maaf pak ustadz."

"Arleta?" Arleta tersentak kaget mendengar panggilan Candra. Namun dengan cepat ia tersenyum dari balik niqab nya.

"Ya?"

"Lama tak jumpa. Gua senang melihat perubahan Lo." Arleta hanya mengangguk pelan mendengarnya. sudah lama ia tak berinteraksi dengan mereka membuat dirinya agak canggung.

"Besok gua ke rumah lo ya Ta." Arleta mengangguk mendengar perkataan Nania.

***••***

Hari ini Arleta tengah membuat masakan di dapur, tadi Nania sempat menelfon dirinya jika ia dan Salsa akan kerumahnya.

"Non biar mbok aja yang masak. Nanti non tunggu di luar saja." Sedari tadi mbok Ani terus saja berjalan mengikuti kemana Arleta melangkah, ia merasa tidak enak saat melihat Arleta yang memasak makanan siang ini.

Arleta sudah benar-benar berubah. Ia sudah sangat mandiri, semua nya ia kerjakan sendiri. Bahkan kamar gadis itupun tak di bersihkan lagi oleh mbok Ani, ia akan membersihkan nya sendiri.

"Nggak apa-apa mbok. Arleta sudah biasa kok masak." Hanya bisa menghela nafas pelan mendengar jawaban Arleta.

Akhirnya mbok Ani berjalan menuju meja makan dan memilih untuk menyajikan makanan yang sudah masak sebagian.

Dalam kesibukannya, Arleta tak menyadari jika tepat pada pintu dapur terdapat Anggi yang menatap penuh bahagia dirinya.

Anggi merasa jika bersalah. Kepulangan Arleta kini membuat dirinya merasa bersalah sangat dalam. Ia dan Arleta selalu duduk berdua dan saling bercerita. Arleta, putrinya sungguh ia sangat bangga pada putrinya itu.

Anggi menghapus air matanya yang keluar, ia berjalan mendekati Arleta yang tengah menatap sup ayam di dalam panci.

"Masak apa Ta?" Arleta menoleh dan tersenyum melihat anggi.

"Sup ayam ma. Teman Arleta bentar lagi mau dateng, sekalian makan di sini ya?" Anggi tersenyum kecil dan mengusap keringat yang bercucuran di wajah Arleta. Arelta hari ini memang tidak memakai niqab nya, karena di rumah hanya ada dirinya, Anggi dan juga mbok Ani.

"Anak mama sudah dewasa. Sudah waktunya nikah ya?" Arleta terkekeh mendengar godaan sang mama. Entah kenapa mama dan papa nya selalu menggoda dirinya beberapa hari ini.

"Arleta mah terima aja ma kalau ada yang pinang. Tapi, Arleta mau nya yang bisa membimbing Arleta dalam agama Arleta." Senyum Anggi semakin merekah. Perkataan Arleta membuat hatinya menghangat.

"Jadi kalau ada yang lamar, kamu mau?"

"Insyaa Allah, kalau memang sudah waktunya untuk nikah mah Arleta apa atuh. Allah yang membuat skenario kehidupan hambanya hehehe.." Anggi berdecak pelan mendengar candaan sang putri.

"Yaudah sup nya udah masak tuh." Arleta mematikan kompor dan berjalan menuju pantri mengambil mangkok sedang dan memindahkan sup buatannya ke sana.

"Nania dan Salsa doang? Candra nggak ikut?" Arleta terdiam sejenak. Ia kembali mengingat pertemuan nya dengan Candra saat menghadiri acara reuni di sekolahnya dulu.

Semenjak malam itu, ia tak pernah melihat Candra kembali. Bahkan Nania dan Salsa pun sudah tidak terlalu dekat dengan Candra malam itu.

"Nggak ma." Ucapnya dan membawa sup ke meja makan.

Selang lima belas menit suara deru mobil memasuki pekarangan rumah, Arleta berjalan keluar dan membuka pintu. Ia menyembulkan wajahnya sedikit keluar dan disana Nania dan Salsa berjalan kearah pintu.

"Ngapain lo Ta?" Tanya Nania heran saat ia sudah masuk.

"Nggak pake niqab Na," Nania mengangguk pelan dan berlari kecil menuju Anggi yang baru saja masuk ruang tamu. Ia memeluk Anggi pelan.

"Tante sehat kan?" Tanya Nania membuat Anggi tersenyum dan mengangguk.

"Tante baik kok." Nania melepaskan pelukannya dan berjalan menuju sofa. Duduk di sana tanpa di suruh.

"Nggak sopan lo tapir!" Nania menatap salsa dengan tajam saat gadis itu juga duduk di sampingnya.

"Elah, anoa lo juga nggak sopan." Salsa melengos membuat Anggi dan Arleta terkekeh.

Mereka berdua ikut duduk bersama kedua gadis itu.

"Kok lama sampainya?" Tanya Arleta membuka toples kue yang ada di meja.

"Macet Ta, lo kayak nggak tau Jakarta aja sekarang."

Arleta hanya ber-oh ria dan mereka kembali berbincang-bincang. Mulai dari meminta Arleta menceritakan pengalamannya di desa sang keluarga sampai Nania dan Salsa menceritakan keseharian mereka tanpa Arleta.

Bersambung...



Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang