💠23

1.5K 83 0
                                    

Anggi perlahan duduk menyamai posisi Arleta yang tengah terisak dengan histeris.

"Arleta.."

Mendengar suara lirih sang mama, Arleta langsung saja menatap wajah itu dan memegang tangannya.

"Iya ma? Arleta anak mama kan?" Anggi sudah tak tahan lagi melihat Arleta yang sepertinya hilang kesadarannya, bahkan ia melihatnya tersenyum dengan air mata yang selalu keluar.

Anggi membawa putrinya itu kedalam dekapannya dan tangisan Arleta pun kembali terdengar dengan keras bahkan Arleta tak menyadari di belakang papanya ada ketiga sahabatnya yang tengah tertegun melihatnya.

"Iya sayang kamu anak mama, kamu anak mama." Arleta semakin mengeratkan pelukannya.

"Arleta anak kandung mama dan papa kan?" Diam. Anton maupun Anggi tak ada yang bersuara membuat Arleta melepaskan pelukannya dan memegang pundak Anggi dengan tatapan penuh harap.

"Iya kan ma?" Dengan tangan bergetar Arleta menghapus air mata yang ada di pipi Anggi. Ia masih menunggu jawaban dari pertanyaannya.

"Mama JAWAB!!" Dan akhirnya Anggi kembali memeluk Arleta yang mulai tak bisa mengontrol dirinya.

Arleta terus saja meronta-ronta dalam pelukan Anggi membuat Anton meraih tubuh rapuh itu dalam pelukannya.

"Kamu akan selalu menjadi anak mama dan papa sayang, selalu." Arleta menggeleng mendengar bisikan dari Anton. Ia mendongak dan mendapatkan tatapan sendu dari papanya.

"Arleta bukan anak kalian! Itu lah intinya." Anggi yang melihat arleta seperti itu mendekat dan menggenggam tangannya yang bergetar.

"Mama mohon jangan seperti ini sayang, mama dan papa bisa jelasin semuanya tapi jangan buat diri kamu sakit nak." Mendengar ucapan Anggi tiba-tiba membuat Arleta terkekeh bahan tertawa hambar. Ia menghapus air matanya dengan kasar dan melepaskan pelukan Anton dan genggaman tangan Anggi dengan kasar.

"Sayang? Anak? Haha.. kapan terakhir mama mengucapkannya? Seluruh tahun yang lalu atau lima tahun?? Miris bukan Arleta selalu menantikan kasih sayang kalian yang ternyata bukan orang tua Arleta? Wajar sih kalian bersikap acuh dan mengabaikan Arleta selama ini ternyata jawabannya tersimpan di ruangan ini! Leta Syakira yah?? Nama yang bagus, mungkin kedepannya kalian bisa memanggil nama itu ke Leta." Arleta tersenyum lebar bahkan walau air matanya terus saja jatuh dari pelupuk matanya.

Saat Arleta menatap ke belakang Anton yang masih sepertinya tertegun mendengar perkataan Arleta barusan, ia melihat sahabatnya juga di sana menatap dirinya kaget.

Arleta menghapus air matanya dan berjalan melewati pintu dan tersenyum menatap ketiga sahabatnya.

"Kalian denger kan tadi? Nama gua itu ternyata Leta Syakira loh. Cantik kan nama gua?? Mulai sekarang Lo pada harus panggil Leta. Gua seneng banget." Keadaan Arleta saat ini sangat kacau, bahkan ia sudah seperti orang gila yang tertawa dengan air mata nya yang terus mengalir.

"Ta.."

"Bukan! Lo nggak denger tadi? Nama gua Leta! Bukan Arleta!" Anton berbalik dan langsung memegang pundak putrinya yang tengah menjerit.

"Arleta sadar! Kamu jangan seperti ini, papa bisa jelasin semuanya tapi tidak dengan begini. Kamu menyakiti hati kami dan juga dirimu!."

"Menyakiti hati papa dan mama?! Menyakiti??!! Lalu bagaimana dengan Arleta yang kalian bohongi selama ini?!! Bagaimana dengan sakit yang kalian berikan?!! Bagaimana??!!"

©©©

Anton dan Anggi menatap tubuh Arleta yang tengah berbaring di kasur. Tadi setelah Arleta menjerit dengan tangis tiba-tiba saja tubuh gadis itu ambruk tak sadarkan diri membuat mereka semua panik.

Sedangkan tiga sahabat Arleta tadi Anton suruh untuk pulang dulu, karena ia membutuhkan waktu untuk berbicara kepada Arleta.

"Dia sangat tertekan pa." Anton menghela nafas pelan dan mengelus rambut Arleta dengan sayang.

Saat ini masih bingung kenapa Arleta bisa berada dalam ruangan itu.

"Maafkan kami sayang. Mama dan papa bukan bermaksud untuk mengacuhkanmu, tapi jika kami melihat wajah mu maka kami akan sangat merasa bersalah kepada Misya dan Firdan." Gumam Anton menatap sayu Arleta.

"Kami sangat menyayangimu, bahkan mencintaimu seperti putri kami sendiri. Papa dan mama masih merasa bersalah kepada Misya dan Firdan membuat kami tak mampu melihat wajah mereka di wajahmu nak. Papa mohon jangan siksa dirimu sayang, jangan buat papa dan mama khawatir dengan kamu yang begini." Tak terasa Anggi menitikkan air matanya saat mengingat kejadian yang menimpanya beberapa tahun yang lalu.

Bangun sayang, mama akan menjawab semua pertanyaan yang akan kamu tanyakan ke mama walau jawaban yang mama ucapkan dapat membuat kamu membenci kami.

Bersambung...

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang