"Kita menjadi seorang hamba itu harus bisa mempertahankan aqidah kita. Jangan mudah terlena pada kenikmatan dunia. Belajarlah dari Bilal bin Rabah seorang budak hitam yang di siksa demi mempertahankan aqidah nya. Kisah Bilal sungguh mampu membuat hati kita semua mencelos bagaimana Umayyah bin Khalaf mencambuknya karena ia tak mau kembali kepada agamanya yang dulu. Hanya itu yang di minta oleh Umayyah, tapi apa yang keluar dari bibir kering nan pucat itu? Ahad... Ahad.. dengan suara lirih dan bergetar, ia mengeluarkan kata-kata yang membuat Umayyah melayangkan kembali cambuk ke tubuh hitam berkeringat itu, bahkan saat cambuk itu terangkat dari tubuhnya tak jarang daging-daging akan terlepas dari tubuh yang berada di bawah terik matahari yang panas dan di timbun oleh batu besar di atas nya tak mampu menggoyangkan iman yang ada pada diri nya. Tapi sekarang, bahkan hanya dengan ketenaran dan uang sebagian ummat Islam banyak yang dengan suka rela berpaling dari-Nya. Menyia-nyiakan waktunya hanya untuk kesenangan dunia, bahkan mereka tak tau bagaimana Rasulullah dulu mempertahankan agama ini, bagaimana dulu perjuangan Rasulullah menerapkan syari'at Islam sangat susah. Dan di saat Islam itu berkembang, di saat banyaknya ummat Islam di muka bumi ini hanya ada beberapa saja yang peduli dengan syari'at nya?" Kak Rara berhenti sejenak untuk menatap adik bimbingannya.
"Kita sebagai generasi harus bisa menjadi contoh bagi calon-calon genenarasi selanjutnya. Kita harus bisa membawa perubahan pada diri kita dan masyarakat lainnya. Belajar dari Bilal bin Rabah yang memilih menahan sakit demi agama Allah."
Arleta terus menatap kak Rara yang berbicara di depan. Inilah yang ia sukai dari kak Rara, jika ia berbicara maka ia akan menatap satu persatu mereka dan melempar senyum kecil.
"Kita harus menjadi remaja yang baper, etss bukan bawa perasaan tapi bawa perubahan. Kita harus mampu merubah diri kita dan orang-orang di sekitar kita merubah gaya hidupnya." Arleta sedikit terkekeh geli mendengar ucapan kak Rara tadi, ia kira baper yang di maksud kak Rara adalah baperan eh ternyata bukan.
"Ada yang ingin bertanya?"
Arleta mengangkat tangannya membuat kak Rara menatap dirinya.
"Kak, Bagaimana kita bisa move on dari masa lalu?" Pertanyaan Arleta sontak membuat teman kelasnya menyoraki dirinya. Mereka mengira jika Arleta yang maksud adalah mantan. Sedangkan kak Rara yang mengerti kemana arah pembicaraan Arleta diam sejenak sebelum ia membuka suara.
"Ikhlas dan selalu berada di sisi-Nya." Arleta tersenyum dan mengangguk pelan.
©©©
Sudah tiga Minggu. Sudah tiga Minggu ini mereka selalu mencari keberadaan gadis itu. Nampak wanita paruh baya yang tengah duduk di sofah itu memejamkan matanya.
"Di mana putri ku pa? Kita sudah pergi ke rumah itu tapi dia nggak ada di sana." Anton menghela nafasnya pelan melihat sang istri menumpahkan air matanya untuk yang kesekian kalinya.
Ia juga merasa bingung dan khawatir, dimana Arleta berada? Dia bahkan sudah berkali-kali pergi ke rumah Misya-sahabatnya untuk menjenguk Arleta namun kata orang di sana kalau Arleta tak pernah datang. Lalu di mana Arleta?
"Ma tenang, papa akan selalu mencari Arleta." Perkataan Anton membuat Anggi mendongak dan menatap suaminya.
"Tenang? Bagaimana mama bisa tenang pa? Putri ku satu-satunya di luar sana nggak tau dimana. Apakah ia makan dengan layak selama ini? Arleta meninggalkan semua fasilitas yang kita berikan. Lalu bagaimana ia bisa hidup layak nantinya pa?"
Anton juga merasakan hal yang sama seperti istrinya, ia khawatir bahkan ia sudah menyuruh bawahannya untuk mencari Arleta di kota Jakarta ini. Ia kembali merasa menyesal telah mengizinkan Arleta pergi kala itu. Andai saja ia menolak permintaan gadis itu, semuanya tak akan terjadi. Ia takkan kehilangan Arleta. Namun, melihat tatapan memohon Arleta kala itu membuatnya tak tega dan ia pun mengizinkan gadis itu pergi dengan syarat ia akan seseokali berkunjung ke rumah ini atau mereka yang akan pergi mengunjungi nya.
"Anakku pa, anakku di mana sekarang. Dia tinggal di mana? Seandainya kita melarang dia pergi kala itu, ini semua tidak akan terjadi. Seandainya mama menahannya kala itu, mungkin Arleta akan bersama kita saat ini. Mama sangat menyayanginya pa, di mana dia sekarang? Apakah di baik-baik saja? Mama khawatir."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hati Memilih (Selesai)
Teen Fiction(Follow author sebelum membaca!!) Arleta adalah seorang gadis yatim piatu, dia di asuh oleh sahabat orang tuanya yang sama sekali ia tak tau jika mereka bukan orang tuanya. Arleta mempunyai trauma akan kematian sahabatnya yang telah menyelamatkan di...