💠47

1.7K 74 0
                                    


Hari semakin larut, terlihat dari arah barat seorang pria yang tengah menggenggam sebuah buku di tangannya dan seorang pria satunya menatap pemandangan senja.

"Keputusan lo udah bulat?" Pria yang memegang buku itu memiringkan kepalanya menatap lawan bicara nya.

Ia sedikit tersenyum mendengar pertanyaan dari pria itu.

"Hmm." Gumamnya mengalihkan perhatian kearah langit senja.

Sore hari ini sangat cerah namun udara masih sejuk terasa.

Pria itu tersenyum dan membuka kembali buku yang ia pegang. Ia tersenyum membaca setiap kata-demi kata yang tertera di sana. Hatinya menghangat.

"Serius amat lo baca bukunya, mentang-mentang yang mau ngelamar anak gadis orang." Pria itu terkekeh pelan mendengar perkataan ah ralat, sindiran dari samping.

"Haha.. makanya lamar anak orang juga Bram, jangan lo pacarin mulu. Kasihan, dosa." Bram berdecak mendengar kata yang keluar dari mulut pria itu.

"Iya-iya yang udah tobat."

***••***

"Ma kok masaknya banyak banget?" Arleta menatap deretan makanan yang ada di meja makan dengan kening berkerut.

"Ohh ini lagi nunggu tamu sayang. Papamu ada pekerjaan di rumah sama klien sekalian ajak mereka makan juga." Arleta menganggukkan kepalanya.

Satu bulan ini memang papanya sering mengerjakan pekerjaan di rumah, bahkan meeting pun sering di rumah.

"Yaudah Arleta naik dulu ya ma. Mau shalat Dhuha dulu." Anggi tersenyum menatap putrinya. Ia menganggukkan kepalanya.

Di dalam kamar, Arleta melepas Khimar dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah shalat Dhuha ia berjalan ke kasur dan membaca buku hasil karangannya. Sekarang Arleta menjadi penulis yang bukunya sudah berada di Gramedia dalam maupun toko luar negeri. Semua berkat papanya yang juga bekerja sama dengan penerbit di LA membuat buku hasil Arleta bisa di terbitkan di sana juga.

Arleta sudah menulis 4 buku, namun hanya buku yang ia genggam lah yang paling ia suka. Ia akan membacanya jika waktu-waktu seperti ini.

Seketika pikiran Arleta melayang pada sahabatnya yang sekarang tengah bekerja di perusahaan yang tak jauh dari kota nya. Marianne juga memutuskan untuk meninggalkan desa demi mewujudkan cita-citanya membangun perusahaan dirinya sendiri.

Arleta menghela nafasnya pelan dan berjalan menuju balkon kamar. Ia menatap langit senja dengan sendu. Kerinduan itu sering saja ia rasakan, walau sekarang ia lebih tenang  namun kadang ia akan merasa di titik lemah jika kerinduan akan orang tua itu menyeruak di dalam hatinya.

Arleta mengulurkan tangannya keatas seolah menggenggam langit senja sambil tersenyum lembut.

Tuhan.. Hidup ku sekarang sangat lebih baik dari dulu, aku-hambaMu merasa sangat bersyukur karena bisa mengenal diri ku sendiri. Jangan panggil aku untuk menghadap-Mu lebih dulu, sungguh aku belum siap. Masih banyak yang ingin aku lakukan agar jika aku bertemu Engkau nanti, aku bisa membanggakan diriku dan menolong mereka yang kusayangi....

Ibu, ayah.. Leta kalian baik di sini. Mama dan papa sangat menyayangi Leta. Leta menyayangi kalian semua, Leta ingin kita bertemu kelak dalam keadaan yang lebih baik.

Arleta menurunkan tangannya dan duduk di bangku balkon. Ia terus menatap matahari yang sudah sedikit terlihat itu.

Setelah beberapa menit gadis itu duduk terdengar radio masjid di komplek mengadakan waktu shalat Magrib tinggal beberapa menit lagi.
Arleta memutuskan berjalan masuk tak lupa mengunci pintu balkon.
Ia duduk di kasur menunggu adzan sambil membaca.

Semenjak Arleta kenal dengan Marianne, ia menjadi sosok yang suka membaca buku. Hal itupun membuat dirinya mampu menulis buku.

Adzan magrib pun terdengar membuat Arleta meletakkan buku nya dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya untuk wudhu.

Ia menunaikan shalat Magrib dengan tenang dan setelahnya ia keluar kamar menuju dapur. Saat ia menuruni tangga terdengar suara papa dan mama nya yang sedang tertawa di bawah sana.

Arleta mengerutkan keningnya bingung saat suara asing juga terdengar. Ia berjalan menuju ruang tamu dengan pelan masih dengan mukenah di badannya.

"Ma pa?" Anggi dan Anton menoleh kebelakang dan menemukan Arleta berjalan pelan ke arahnya. Sedangkan tamu yang berada di depan Anggi dan Anton tersenyum melihat gadis itu.

"Eh.. kok masih pake mukenah sayang? Ganti baju dulu terus kita makan malam bareng." Arleta mengangguk pelan dan melirik kearah sofah yang di tempati duduk kedua orang paruh baya. Arleta sedikit tersenyum dan mengangguk pelan sebelum ia berbalik menuju kamarnya.

Setelah beberapa menit ia mengganti pakaian. Ia kembali turun dan ternyata semuanya sudah ada di meja makan.

Arelta berjalan menuju meja makan dan menemukan orang tuanya bersama kedua orang paruh baya tadi dan seseorang yang tidak asing lagi tengah duduk di samping pria paruh baya itu, pria itu menoleh dan sedikit tersenyum melihat Arleta yang terkejut.

"Candra..?"

Bersambung...

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang