💠21

1.5K 78 0
                                    

Ke-empat remaja itu masih diam membisu, memikirkan kejadian yg terjadi beberapa menit yang lalu. Bahkan saat mereka makan yang biasanya terjadi keributan antara mereka kini sunyi senyap. Hanya ada suara anak anak yang berlalu lalang. Sampai suara gebrakan meja membuat mereka kaget.

"Wooaahh.. gua berasa mimpi!" Ucap Nania cukup keras membuat mereka jadi bahan perhatian siswa lainnya.

"Nania kampret. Gua kaget" Desis Salsa memukul lengan gadis itu. Nania tak menanggapi salsa, fokusnya saat ini adalah Arleta yang tengah mengelus dadanya akibat gebrakan nya tadi.

Nania mengangkat jari telunjuknya menunjuk-nunjuk muka Arleta yang membuat mereka bingung.

"Wah.. Lo bukan Arleta kan? Ngaku Lo?" Arleta mendengus mendengar perkataan Nania. Merasa Nania kembali ke mode awal alias setelan awalnya.

"Na please gua nggak mood buat layanan ocehan Lo saat ini." Jelas Arleta menyandarkan kepalanya di kursi kantin. Ia merasa pening dan juga merasa kaget akan apa yang ia lakukan tadi kepada Carla.

Entah kenapa tiba-tiba tubuhnya beraksi melihat Carla ingin memukul wajah Nania atau Arleta sudah tak tahan dengan kelakuan kakak kelasnya itu? Entah lah..

"Ta Lo baik-baik aja kan?" Tanya Candra menyentuh lengan Arleta.

Arleta menghela nafas pelan dan kembali menegakkan tubuhnya.

"Tadi gua kasar banget ya?" Salsa dan Nania sontak menggelengkan kepala mereka cepat.

"Lo jago bukan kasar, kayak yang di film Strong Woman behh keren Ta."Arleta kembali memejamkan matanya mendengar perkataan itu.

Sedangkan Candra dan Salsa sudah ingin menguliti gadis di depan mereka.

Kini pukul 14:42 Arleta sudah sampai di rumah. Ia berjalan memasuki rumah megah itu yang seperti biasa, sepi seperti tak berpenghuni.

"Non mau makan apa?" Arleta menggeleng pelan saat mbok Ani tiba-tiba muncul di depannya membawa beberapa kantong sayur.

Setelah itu Arleta berjalan menuju kamarnya di lantai dua untuk istirahat.

©©©

Dalam diam Arleta meraih sebuah potongan kalung yang ada di laci meja belajarnya, ia menatap kalung itu dengan perasaan aneh. Entah kenapa ia sangat penasaran melihat potongan kalung ini yang ia pinjam dari petani yang ada di puncak hari itu.

Rasanya aneh melihat kalung yang ada di genggamannya saat ini, bukan bentuknya tapi kenapa kalung ini sangat mirip dengan kalung milik mamanya?? Apakah cuman kebetulan? Tapi jika hanya kebetulan kenapa ia merasa ada yang mengganjal?

"Kalau kalung ini potongan dari milik mama, apa hubungannya mama dengan ibu Harnita?" Arleta menghela nafas dan beranjak menuju lantai satu dimana ruang kerja papanya berada.

Dengan pelan Arleta membuka pintu bercat coklat itu dan berjalan menuju meja yang ada di tengah ruangan. Arleta meletakkan kalung yang ia genggam tadi di atas meja kemudian membuka laci dimana potongan kalung yang mamanya simpan itu.

Di sana, terlihat jelas jika potongan kalung yang ada di laci meja dan yang letakkan di meja sangat-sangat nyambung dan mirip dengan kalung itu. Arleta perlahan menyambungkan kalung itu dan tulisan yang ada di bandulnya terlihat jelas.

"Leta.S?" Gumamnya.

Arleta mengerutkan keningnya bingung, apakah ini kebetulan? Tapi mana mungkin sesuatu yang kebetulan seperti ini?

"Apa mama kenal dengan ibu Harnita?" Arleta menghela nafasnya dan berjalan keluar ruang kerja menuju kamar mama dan papanya dengan kalung itu ia bawa.

Arleta merasa ada sesuatu yang mendorongnya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya orang tuanya sembunyikan. Apa itu ada hubungannya dengan dirinya? Entah..

Dengan pelan ia membuka pintu kamar orang tuanya dan masuk tak lupa menutupnya kembali. Ia menatap sekeliling kamar yang pencahayaannya hanya menggunakan lampu yang ada di nakas saja. Dengan pelan ia menekan saklar lampu dan seketika kamar itu terang.

Kamar ini masih rapih, tak ada yang berubah dari kamar orang tuanya bahkan ia lupa kapan terakhir ia berada dalam kamar ini?? Tiga tahun lalu? Atau lima tahun lalu? Memikirkan hal itu membuat hari Arleta teriris seketika. Ia bahkan merasa canggung berada di kamar orang tuanya?? Hubungan macam apa ini? Arleta hanya tersenyum hambar dan melangkah menuju nakas tempat berkas mamanya.

Arleta mulai membuka satu persatu laci yang ada di kamar ini namun ia tak menemukan sesuatu yang berhubungan dengan kalung yang ia pegang. Bahkan ia sudah membuka lemari pakaian milik orang tuanya tapi apa? Tak ada yang ia temukan.

Saat Arleta berbalik ingin keluar kamar tak sengaja ia melihat sebuah lukisan di samping lemari pakaian. Ia mengerutkan keningnya pelan dan menyentuh lukisan itu, betapa terkejutnya gadis itu saat ia merasa tangannya bergetar saat menyentuh lukisan itu. Arleta melihat lukisan yang sempat ia sentuh tadi menyala dan menunjukan angka dua. Kening Arleta mengernyit semakin bingung namun sesaat kemudia ia berlari kearah nakas dan mengambil sesuatu di sana, ia berjalan menuju lukisan itu dan mulai menekan angka yang samar-samar di sana dan gotca!

Bersambung...

Ketika Hati Memilih (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang