"Ibu akan bagikan kalian kelompok menurut absen yah, baik, Ibu bacakan, kelompok pertama, Adeva, Arsya, Bella, Chintya, Eldan. Kelompok kedua ...." Bu Azza terus membacakan kelompok-kelompok lainnya. Untuk mengerjakan beberapa soal PKN secara berkelompok.
"Kenapa sih, bu Azza selalu aja nentuin kelompok semena-mena begitu, kan Arsya mau satu kelompok sama Maya. Karna cuma Maya yang Arsya kenal dekat, sedangkan mereka, nggak. Mereka selalu natap Arsya dengan pandangan nggak mengenakan, apalagi Bella. Untung di sana masih ada Adeva sama Chintya yang baik sama Arsya," cerocos Arsya kepada Maya.
"Udahlah, Sya. Emang dasarnya kita nggak jodoh di kelompok, ya mau digimanain pun tetap kita nggak akan pernah satu kelompok karna kita di tempatin di absen yang beda, Sya," balas Maya.
"Arsya kayaknya mau ganti nama jadi Muhammad Arsya Iriana deh, biar Arsya satu kelompok terus sama Maya," ucap Arsya ngaco. Yang langsung mendapat toyoran dari Maya.
"Itu nama laki, gila aja lo mau ganti nama kayak gitu, kayak nggak ada yang lebih bagus aja." Maya merasa sebal sendiri dengan teman cerewetnya ini.
"Ihh, biarin aja kenapa sih!" Arsya beteriak kencang, sehingga membuat bu Azza yang sedang membacakan nama kelompok selanjutnya menjadi terhenti, dan kini menatapi Arsya dengan pandangan super menusuk.
"Arsya! Kenapa kamu berteriak. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan bertanya, jangan berteriak seperti itu." bu Azza memperingati.
Arsya menunduk. "Erm, maaf Bu. Tadi Arsya kelepasan. Janji deh, Arsya nggak akan ngulangin lagi." Arsya meminta maaf.
Bu Azza mengangguk. "Baiklah, kali ini Ibu maafkan. Tapi lain kali jika kamu mengulanginya lagi, Ibu akan mengeluarkan kamu dari kelas ini dan tidak saya izinkan ikut pelajaran saya lagi," ancam bu Azza dengan tegas, membuat seluruh pasang mata menatapinya iba. Terkecuali deretan di barisan Bella, yang terlihat biasa saja. Bahkan tak mau peduli dengan Arsya.
"Iya, Bu. Sekali lagi maafin Arsya yah, Bu," ulang Arsya.
"Iya, Arsya," balas bu Azza dengan sedikit penekanan. Lalu, bu Azza mulai melanjutkan membagi kelompok kelas ini kembali.
"Makanya punya mulut jangan cerewet-cerewet kenapa," sindir Maya.
"Udah takdirnya Arsya begini, mau digimanain juga, Arsya bakal tetap begini, Maya."
"Husssttt ... Diem. Nanti lo diusir dari kelas ini baru tau rasa kalo berisik terus." Maya mengarahkan telunjuknya pada bibirnya sendiri, memberi isyarat agar Arsya terdiam.
"Iya, iya. Arsya diem nih." Arsya menjepit bibir bawahnya menggunakan gigi bagian atasnya. Sehingga dia kini terlihat begitu menggelikan, dan rasanya Maya ingin tertawa terbahak-bahak namun dia urungkan.
⛅⛅⛅
Reyhan berjalan sendirian menuju ruang guru sambil membawa setumpuk buku Matematika kepunyaannya dan seluruh teman-teman sekelasnya---untuk dibawakan ke meja milik pak Surwoyo. Katanya, pak Surwoyo hari ini ada urusan mendadak jadi dia hanya menyuruh Reyhan dan teman-temannya untuk mengumpulkan tugas minggu lagi ke meja milik pak Surwoyo.
"Reyhan! Bisa minta tolong sebentar?" ucap pak Luki kepada Reyhan yang baru saja menaruh setumpuk buku bawaanya ke atas meja pak Surwoyo.
"Minta tolong apa, Pak?" tanya Reyhan sambil menatapi pak Luki, tanpa henti.
"Belikan saya es jeruk di mbak Jum, satu. Sama nasi gorengnya satu." pak Luki menyebutkan semua pesanannya.
"Uangnya mana, Pak?"
"Bilang aja, pak Luki ngutang dulu, besok baru bayar," balas pak Luki santai.
"Kalo bisa ya, dibayarin kamu dulu nggak papa," imbuh pak Luki sambil senyum-senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyhan dan Arsya [Completed]
Teen Fiction[Sequel Chatting With Reyhan] 🌞 Disarankan untuk membaca cerita Chatting With Reyhan terlebih dahulu🌞 Reyhan tidak suka dengan orang yang berbicara seperti burung beo, alias berisik. Reyhan lebih suka ketenangan, rumput hijau dengan langit biru se...