9. Arsya si ceroboh

6.3K 236 9
                                    

"Ya ampun! Arsya telat! Arsya telat!" teriak Arsya, kala melihat jam wekernya menujukkan pukul setengah tujuh tepat. Arsya langsung menyibakan selimut yang melilit di tubuhnya, berlari dengan tergopoh-gopoh ke kamar mandi sambil membawa handuk kesayangannya.

Sepuluh menit setelahnya, Arsya pun sudah selesai mandi dan sudah memakai seragam sekolahnya dengan rapih. Menyisir rambutnya dengan asal, lalu menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubunya dengan tak beraturan.

Mengambil beberapa buku pelajaran yang langsung ia masukan ke dalam tas ransel miliknya dan memakai sepatunya dengan gerakan terburu-buru, ciri khasnya jika ia merasa terhimpit oleh waktu. Setelah itu, Arsya bergegas ke luar kamar untuk menuju meja makan.

"Mama! Kenapa nggak bangunin Arsya, sih. Kan Arsya telat jadinya--hah? Kok Vivi nggak make seragam sekolah? Vivi nggak mau berangkat ke sekolah?" ucap Arsya kaget, sesaat setelah sampai di depan meja makan di rumah ini, dan melihat Vivi yang terlihat santai memakan sarapan paginya dengan menggunakan baju tidur bemotif kartun doraemon kesayangannya.

Vivi tertawa, ralat. Bukan hanya Vivi yang tertawa, melainkan Mama dan Papa Arsya. Mereka semua menertawakannya.

Apa-apaan ini?!

"Kakak tuh gimana sih, hari ini kan hari libur, masa kakak mau berangkat sekolah. Yang mau ngajar siapa? Lalet ijo?" kata Vivi sambil cekikikan.

"Jangan ngelawak Sya, masih pagi nih," ucap Harjunot---papa Arsya. Arsya memberengut menjatuhkan tas ranselnya di salah satu kursi di sana lalu menduduki kursi tersebut dengan menghentakan kakinya.

"Kenapa Arsya bisa lupa kalo hari ini hari libur sih. Perasaan Arsya nggak sepikun itu deh." Arsya menggeleng sambil mengerutkan keningnya bingung.

"Makanya Sya. Jangan mikirin Reyhan terus, jadi gini kan? Hari libur dikiranya berangkat. Kalo di rumah udah nggak ada siapa-siapa gimana? Mungkin kamu udah sampai sekolahan," ucap Marletta sambil tangannya dengan cekatan menuangkan susu dalam gelas dan ditaruh di hadapan Arsya.

"Namanya juga lagi kasmaran, Ma. Kayak nggak tau anak muda aja," celetuk Harjunot. Marletta langsung tersenyum manis ke arah Harjunot, seketika, ingatannya kembali memutar kisah asmaranya dengan Harjunot kala mereka masih muda.

"Tuh, Ma. Papa aja tau," ucap Arsya membenarkan ucapan Papanya.

"Ma, Pipi tuh suka heran tau sama kak Reyhan. Kok bisa-bisanya yah, dia mau sama kak Arsya. Padahal kak Arsya biasa-biasa aja. Kalo soal cantik, Pipi yakin di sekolah banyak yang lebih cantik dari kak Arsya." seusai Vivi menyelesaikan kalimatnya, dengan cepat, Arsya langsung menoyor kepala Vivi dengan kerasnya, hal itu membuat ia mendapat sorotan tajam dari Mamanya yang kini sedang mengusap-usap kepala Vivi dengan sayang.

"Kamu tuh, kalo bercanda jangan kelewatan, jangan suka noyor kepala sembarangan. Kalo ada apa-apa gimana?" omel Sang mama dengan sorot mata tajam yang masih belum hilang.

"Abisan, Vivi ngomongnya kelewatan banget. Masih kecil udah gitu gimana gedenya coba," balas Arsya kesal.

"Udah Sya. Orang lagi makan malah ribut, nggak baik. Vivi juga. Sama kakaknya yang sopan Vi, jangan begitu kalo ngomong. Masih kecil omongannya harus dijaga," lerai Harjunot sambil menatap satu persatu anggota keluarganya, termasuk juga istrinya.

"Iya, Pa. Maafin Pipi." Vivi merunduk merasa bersalah.

"Maafin Arsya juga, Pa."

Semuanya pun terdiam, menikmati makanan yang terhidang di masing-masing piring di hadapan mereka. Sampai suara deringan ponsel milik Harjunot terdengar nyaring di ruang makan tersebut.

"Hallo, selamat pagi," sapa Harjunot tepat ketika ia menempelkan ponselnya di telinga.

"Baik, Pak. Saya akan segera ke sana. Baik, nanti saya akan siapkan file presentasinya segera."

Reyhan dan Arsya [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang