Bruk!
"Eh, maaf nggak sengaja, seriusan." ucap seorang yang tadi menghantam bahu Gina tanpa sengaja.
Gina tersenyum maklum, "iya nggak apa-apa."
"Gue duluan yah, buru-buru soalnya." ucap perempuan itu, lalu pergi meninggalkan Gina.
Gina lagi-lagi tersenyum, sambil memandangi gedung megah di hadapannya, yaitu calon sekolah barunya. "Sepertinya aku bakalan betah sekolah di sini." gumamnya sambil memainkan tali hoodienya.
Tahun terakhir sekolahnya, ia harus pindah di sekolah ini sementara waktu, walau Bunda Reyhan harus memohon demi Gina bersekolah di tempat yang sama dengan Reyhan. Sekolah mana pun pasti tidak mau menerima murid pindahan di kelas dua belas, apalagi pada semester terakhir seperti sekarang. Tapi, Bunda Reyhan tetap memaksa, hingga keputusan finalnya, Gina pun diterima di sekolah ini.
"Mau pulang sekarang? Atau kamu mau lihat-lihat sekolahnya dulu? Nanti, biar Bunda yang bilang sama Reyhan, supaya nanti ngajak kamu jalan-jalan keliling sekolah ini." ucap Cantika setelah ia keluar dari ruang tata usaha untuk mendaftarkan Gina.
"Erm, iya...udah Bun. Gina mau lihat-lihat sekolah ini sama Reyhan, nanti pulangnya Gina bisa sendirian kok, Bunda pulang duluan juga nggak apa-apa."
"Bener?" Gina mengangguk mantap.
"Oh, yaudah kalo begitu, Bunda pulang duluan yah, kamu jaga diri baik-baik." Cantika menepuk pundak Gina memberi sentuhan positif, lalu melangkah pergi menuju parkiran sekolah, untuk menemui supir pribadinya yang akan mengantarkannya pulang.
Gina menepuk dahinya saat menyadari sesuatu, "Ah iya, aku kan nggak tau dimana kelasnya Reyhan. Yaudahlah, aku kan bisa nanya sama salah satu murid di sini."
"Enaknya aku kemana dulu yah, ah ke sana aja deh, siapa tau ada murid yang bisa aku tanyain." gumamnya, lantas langsung melangkahkan kaki jenjangnya menuju ke area koridor kelas dua belas yang sudah sepi. Karna semua murid ketika bel masuk sudah berbunyi, mereka diharuskan untuk masuk ke dalam ruang kelas masing-masing, jika tidak, mereka akan dihukum oleh guru BK yang setiap hari berkeliling di setiap koridor kelas dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas.
****
Arsya sedari tadi tidak berbicara satu katapun. Entah kenapa dengan makhluk bermulut cerewet itu, bisa-bisanya dia terdiam begitu lama, tidak seperti biasanya yang satu detik saja tak berbicara, rasanya bibirnya gatal dan akan jontor jika tidak mengeluarkan suara.
"Lo kenapa dah? Kerasukan setan bisu?" tanya Maya ngaco sambil terkikik dengan geli.
Arsya hanya diam, sambil memegangi perutnya yang terasa sangat nyeri. Datang bulan hari pertama memang begitu, sakitnya tidak tertahankan. Apalagi disertai sakit pinggang dan kepala, rasanya hanya ingin terus terdiam dan ingin cepat-cepat pulang ke rumah untuk beristirahat di ranjang yang empuk.
"Ssstt... Rasanya sakit banget." desis Arsya sambil mengumam sebal.
"Lo kenapa sih, Sya. Lo sakit yah? Bilang dong sama gue, biar gue antar ke uks." ucap Maya terkesan khawatir.
"Arsya nggak papa." Arsya menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangannya di meja. Ia ingin tidur untuk beberapa saat, mungkin saja dengan tidur, rasa nyeri di perutnya akan segera hilang.
"Lo mah, gitu sukanya. Eh, Sya. Lo nangis yah?" tanya Maya terkejut saat mendengar suara isak tangis yang ia yakini berasal dari Arsya. Maya merasa cemas, hingga membuatnya menguncang tubuh Arsya agar cewek itu mau memperlihatkan wajahnya terhadap Maya.
Arsya mengangkat kepalanya, terlihat dengan jelas mata sembab dan deraian air mata yang terlihat mengenang di kedua area pipinya.
"Lo diputusin Reyhan yah, sampai lo nangis begini?"
"Ih, apaan sih! Maya jangan ngomong sembarangan gitu deh." sewot Arsya.
"Arsya tuh, nangis karna sakit perut. Arsya lagi datang bulan ini, sakit banget perutnya." imbuh Arsya sambil memegangi perutnya yang terasa semakin nyeri.
"Yaudah, ke uks aja sekarang. Di sana kan lo bisa istirahat. Daripada di sini, percuma, lo nggak akan konsen sama pelajaran." saran Maya, Arsya nampak menyetujui di dalam hati, tapi ia merasa sayang jika harus meninggalkan pelajaran dan berbaring di ranjang uks hingga merasa bosan.
"Tapi anterin yah."
"Iya, ayo." ajak Maya, sambil menegakan tubuhnya dan berjalan ke arah pintu kelasnya yang terbuka lebar.
Saat Arsya telah berdiri, dirinya menyadari sesuatu, roknya terasa basah, perasaannya menjadi tidak enak. Dan benar saja, saat dirinya menoleh sambil menyampirkan roknya sedikit agar matanya dapat melihat, Arsya melihat sebagian rok abunya ada sedikit bercak merah kecoklatan yang tercetak jelas di sana.
Mata Arsya melotot lebar.
"Oh may god!"
****
Arsya berjalan menuju toilet sambil menutupi bagian belakang roknya dengan kedua telapak tangannya. Karna jika sampai terlihat oleh murid lain yang berseliweran di koridor ini. Sedangkan Maya, sedang berada di uks untuk mengambilkan pembalut untuk Arsya, karna di uks tersedia pembalut gratis untuk para siswi di sekolah ini.
Semua orang menatap Arsya dengan kernyitan di dahi bertanda heran. Pasalnya, setiap orang yang berada di sana pasti terkena senggolan maut dari Arsya, tak jarang, orang yang disenggol oleh Arsya marah, dan Arsya hanya menanggapi dengan meminta maaf sambil menampilkan cengiran tanpa dosanya.
"Mau ke mana?" tanya seseorang, Arsya tak langsung menanggapi, ralat. Maksudnya tidak akan menanggapi karna dia sedang terburu-buru. Lagian, ngapain juga berbasa-basi di situasi seperti ini? Dasar tidak tau waktu. Kesal Arsya dalam hati.
"Sya. Gue lagi ngomong sama lo, lho." teriak Farhan kesal sendiri.
"Arsya lagi nggak bisa denger suara orang yang bicaranya nggak penting." balas Arsya sambil terus melajukan langkah kakinya.
"Oh, jadi gue nggak penting nih? Yaudah sih, tadinya gue cuma mau bilang kalo rok lo ada bercak darahnya, lo lagi datang bulan yah?"
Arsya langsung membulatkan matanya dan memberhentikan langkahnya secara mendadak. Jadi selama ia berjalan dari kelas sampai ke mari, bercak darah di roknya tetap terlihat meski sudah tertutupi oleh kedua tangannya, dan yang lebih parahnya lagi semua orang yang tadi ada di koridor pasti melihat ini. Ah, sangat memalukan.
"Jangan bengong! Woi, Arsya cebol ngapain bengong sih. Oh, ya. Ini gue pinjemin jaket biar nutupin rok lo itu." Farhan melepas jaket yang tadi ia kenakan dan menyodorkannya kepada Arsya.
"Apa sih, Arsya nggak butuh." balas Arsya acuh, sambil melempit kedua tangannya bergaya sok jutek.
"Bilang aja minta dipakein nggak usah sok nggak butuh gitu, padahal aslinya membutuhkan." Farhan membungkuk di hadapan Arsya lalu menyampirkan jaketnya di pinggang ramping milik Arsya dan mengikat kedua lengan jaketnya di depan perut Arsya.
"Bilang apa?" ucap Farhan sambil berdiri.
"Makasih, padahal Arsya beneran nggak butuh."
Farhan tertawa renyah. "Dasar cebol! Duluan yah, jagain jaket gue baik-baik, jangan sampai lecet."
Arsya mendesis. "Arsya nggak cebol yah, cuma kurang tinggi aja! Lihat yah, nanti Arsya bakalan renang terus supaya tinggi semampai kayak model." teriak Arsya tak terima.
"Males ah, ngelihat cebol ngamuk." Farhan berlari kencang meninggalkan Arsya yang saat ini sedang misuh-misuh tidak jelas.
"Dasar nyebelin!"
Tbc!
Adakah yang kangen Arsya sama Reyhan? Pasti nggak ada.
Kalo ada ya alhamdulillah, wkwk.
Maaf lagi dan lagi saya update lama, bagi yang setia baca saya ucapkan terimakasih yah. Tetap setia nunggu cerita ini update yah.
Loveyu readerss 😍😘😙😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyhan dan Arsya [Completed]
Teen Fiction[Sequel Chatting With Reyhan] 🌞 Disarankan untuk membaca cerita Chatting With Reyhan terlebih dahulu🌞 Reyhan tidak suka dengan orang yang berbicara seperti burung beo, alias berisik. Reyhan lebih suka ketenangan, rumput hijau dengan langit biru se...