Arsya menarik nafas dalam-dalam saat dirinya telah sampai di depan gerbang sekolahnya, hari ini Arsya berangkat naik angkutan umum, karna angkutan umum tersebut tidak berhenti tepat di depan sekolahnya, Arsya pun memutuskan berlari untuk sampai ke sekolahnya.
"Untung aja, gerbangnya belum ditutup. Arsya masih bisa selamat dari hukuman guru Bk." Arsya bernafas dengan lega, lalu masuk ke dalam gedung sekolahnya, dan berjalan menuju koridor kelasnya.
Saat Arsya sampai tepat di depan kelasnya, Arsya mendengar bu Ambar sedang memaparkan materi pembelajaran, Arsya mengeluhkan, kenapa juga bu Ambar datang ke kelas begitu cepat. Kalo beginikan, Arsya bisa kena hukuman.
Mau tidak mau, Arsya harus masuk ke dalam kelas, lagipula, jika ia membolos pelajaran, masalahnya akan menjadi melebar, surat panggilan orang tua contohnya. Meski sudah beberapa tahun bersekolah di sini, Arsya tidak pernah berbuat jauh melampaui batas, paling-paling, buat contekan yang ditaruh di kaos kaki, menurut Arsya itu adalah perbuatan ternakal yang pernah ia lakukan meski menurut orang-orang, itu masih dalam batas kewajaran anak sekolahan.
"Assalamualaikum, Bu." Arsya mengucapkan salam sambil cengengesan tidak jelas di depan bu Ambar. Bu Ambar menoleh, murid yang lain pun ikut menoleh, termasuk Maya.
"Arsya? Udah tau kan, kalo telat harus ngapain?" tanya bu Ambar tegas.
Arsya masih cengengesan. "Tau, Bu. Nyapu halaman depan sekolah, terus minta surat izin masuk sama guru Bk." balas Arsya dengan lugas.
"Sekarang kerjakan apa yang sudah kamu ucapkan tadi."
"Iya, bu. Arsya taruh tas Arsya dulu." Arsya menaruh tasnya di bangku miliknya.
"Kenapa lo bisa sampai telat sih?" ucap Maya berbisik.
"Gue telat bangun." balas Arsya sekenanya.
"Arsya, sekalian bawa buku kamu juga. Kerjakan soal di halaman 104-105. Nanti kamu kumpulkan di meja saya." ucapan bu Ambar tadi membuatnya mendelik dengan raut ketakutan. Pasalnya ia sama sekali tidak bisa mengerjakan soal Matematika meski mencontoh contoh soal sekalipun.
"Lha, Bu. Kok Arsya disuruh ngerjainnya di luar, bukannya Arsya boleh masuk kelas yah, kalo udah dapat surat izin masuk." Arsya memprotes.
"Iya, tapi itu surat izin masuk untuk pelajaran kedua. Saya nggak bisa mengizinkan kamu masuk, saya tidak suka murid yang menyepelekan saya, dengan datang terlambat di pelajaran saya."
"Kerjakan saja apa yang saya perintahkan tadi, atau kamu nggak boleh ikut pelajaran saya lagi." imbuh bu Ambar dengan nada mengancam. Arsya pun lantas langsung mengambil buku catatan Matematikanya beserta buku paketnya dan tak lupa tempat pensil berwarna merah miliknya.
"Arsya permisi yah, Bu." Arsya pun keluar dari kelas, sambil memeluk barang-barang bawaannya. Bu Ambar mengangguk.
"Baik anak-anak, kita lanjutkan lagi pembahasannya."
*****
Gina sedari tadi memandang ke arah Reyhan yang sedang fokus mendengarkan guru Sejarah yang sedang menerangkan di depan kelas. Mira yang menyadari itu hanya mampu mengerlingkan bola matanya jegah. Ia memang merasa sangat jegah sendiri dengan perempuan yang saat ini menjadi teman sebangkunya. Kalo bukan karna wali kelas mereka yang mengatur, Mira tidak akan pernah mau duduk sebangku dengan Gina. Entahlah, ia merasa terlalu benci dengan perempuan bernama Gina ini.
"Lo bisa fokus sama pelajaran nggak sih, ke sekolah tuh gunanya untuk cari ilmu, bukannya curi-curi pandang ke arah pacar orang." sindir Mira penuh dengan penekanan di setiap katanya.
Gina menoleh dan menatap Mira bingung. Merasa tersinggung dengan kalimat terakhir yang diucapkan Mira. "Memangnya kenapa? Aku suka Reyhan, makanya aku nggak mau melewatkan kesempatan buat menatap dia. Lagipula, apa urusannya sama kamu, kamu kan bukan siapa-siapanya Reyhan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyhan dan Arsya [Completed]
Jugendliteratur[Sequel Chatting With Reyhan] 🌞 Disarankan untuk membaca cerita Chatting With Reyhan terlebih dahulu🌞 Reyhan tidak suka dengan orang yang berbicara seperti burung beo, alias berisik. Reyhan lebih suka ketenangan, rumput hijau dengan langit biru se...