"Berengsek! Kenapa lo bisa mabuk sih, siapa yang udah bikin lo jadi mabuk seperti ini?" Reyhan mengerang kesal, saat mendapati Gina terkulai tak berdaya di mini bar disalah satu gedung diskotik ternama di Jakata ini.
Reyhan langsung datang kemari saat Gina menghubunginya lewat telepon, dengan ucapan ngelantur, karena efek minuman beralkohol itu. Reyhan tak tinggal diam, ia langsung membopong Gina keluar dari tempat laknat ini. Bisa-bisanya Gina datang ke tempat ini, saat Reyhan pun tak pernah menginjakkan kakinya kemari barang sejengkalan tanganpun.
Reyhan mendudukkan Gina di sebuah warung tepat di depan gedung tempat para pemabuk itu. Lalu tangannya dengan cekatan mengambil ponsel di saku seragamnya untuk menghubungi David, agar membantunya untuk membawa Gina ke apartemen milik David, karna tidak mungkin Reyhan membawa Gina ke rumah dalam keadaan mabuk seperti sekarang.
Reyhan ingat betul, ke mana Gina pergi ketika cewek itu meminta izin kepadanya saat di gramedia. Yaitu, pergi mengunjungi makam kakaknya, lalu kenapa Gina bisa berakhir di tempat ini. Apakah Gina berbohong terhadapnya, atau mungkin Gina telah dijebak oleh seseorang. Semuanya bisa saja terjadi, untuk itu Reyhan harus benar-benar menyelidikinya, Reyhan tidak mau Gina rusak masa depannya, Reyhan tidak mau Gina menjadi cewek liar. Reyhan tidak ikhlas lahir dan batin.
"Hallo, Han, ada apa?" tanya David, setelah telepon mereka telah tersambung.
"Lo bisa ke diskotik sekarang nggak?" tanya Reyhan, sambil menatap wajah terlelap Gina dengan raut khawatir.
"Wahh, bravo! Sekarang Reyhan sudah besar yah, hebat bener ngajak mainnya ke diskotik." ledek David dengan suara mengelengarnya.
"Nggak usah kebanyakan ngomong! Cepetan ke sini!" bentak Reyhan, merasa kesal sendiri karna disaat seperti ini, David masih saja mengajaknya bercanda.
"Selow dong. Iya, iya, gue otw ke sana." putus David, karna ia takut Reyhan akan semakin marah terhadap dirinya.
"Iya, cepetan. Gue tunggu." Reyhan memutuskan sambungan telepon, lalu memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana jinsnya.
Reyhan menoleh, saat mendengar tawa membahana dari bibir Gina. Selanjutnya, Reyhan malah mendengar celotehan-celotehan yang terdengar aneh, membuat Reyhan semakin khawatir.
*****
Reyhan meneguk teh celup buatan David. Rasa manis yang seharusnya menjalar di tenggorokannya, berubah rasa menjadi hambar, wajahnya pun masam saat sudah tiga jam Reyhan menunggu Gina sadar, namun tak membuahkan hasil. Reyhan takut Bundanya akan marah besar melihat Gina mabuk seperti sekarang. Mau tidak mau ia harus menginap di sini bersama Gina. Tapi, harus dengan kalimat apa ia harus beralibi terhadap Bundanya, agar Bundanya percaya.
"Nggak usah terlalu dipikirin kali, besok dia juga bakalan sadar." ucap David yang kini sedang menonton siaran langsung pertandingan sepak bola, sambil berbaring di sofa panjang di depan ruang tv.
"Bukan itu yang gue pikirin. Gue lagi mikir gimana caranya, biar bunda percaya sama alasan gue, tapi gue bingung mau alasan apaan." sanggah Reyhan, dengan hembusan nafas lelah.
"Tenang, itu bisa diatur, tapi lo harus libatin Arsya di sini."
"Nggak, percuma. Dia lagi mogok ngomong sama gue, lebih baik jangan libatin dia di sini." tolak Reyhan.
"Ngakak offline. Kalian lagi berantem ternyata. Lagian Arsya ada-ada aja, pake mogok ngomong segala. Dimana-mana tuh, biasanya mogok makan kalo lagi marah, ini malah, mogok ngomong, kelakuan pacar lo emang bener-bener ajaib."
"Nggak usah bahas Arsya, bisa nggak?!" Reyhan terlihat marah, membuat nyali David menjadi menciut seketika. Bibirnya rasanya bungkam, kini tidak lagi mengeluarkan suara, bahkan cicitan sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyhan dan Arsya [Completed]
Teen Fiction[Sequel Chatting With Reyhan] 🌞 Disarankan untuk membaca cerita Chatting With Reyhan terlebih dahulu🌞 Reyhan tidak suka dengan orang yang berbicara seperti burung beo, alias berisik. Reyhan lebih suka ketenangan, rumput hijau dengan langit biru se...