29. Mitos

4.6K 170 2
                                    

"Gina, Papa kamu kemarin nelpon bunda, dia nanyain tentang kamu. Dia bilang, mama kamu kangen sama kamu, nyuruh kamu untuk segera pulang. Mereka bener-bener kangen kamu lho, apa kamu nggak mau pulang dulu? Kasihan orang tua kamu." tutur Bunda, pada Gina yang kini sedang terduduk dengan gelisah di hadapannya.

"Tapi, Bun. Aku nggak mau ketemu sama mereka. Aku nggak mau. Aku lebih suka di sini, di sini aku menemukan kehangatan, beda kalo di rumah, aku cuma dengar orang tuaku bertengkar, memperdebatkan segala persoalan yang aku sendiri tak paham. Aku mohon Bunda, izinin aku tetap di sini bersama kalian, sampai mama dan papa bisa berdamai dan menciptakan keluarga yang harmonis seperti dulu lagi." pinta Gina, sambil menempelkan kedua telapak tangannya.

"Setidaknya, Gina. Kamu harus menemui mereka dulu, kasihan mereka, mereka juga janji kok bakalan berdamai dan mencabut gugatan cerai mereka di pengadilan." celetuk Ayah Reyhan sambil membawa secangkir kopi buatannya dari dapur, lalu mendudukan diri di samping istrinya.

"Nggak Yah, sebelum mereka betul-betul berdamai dengan keadaan."

"Ya, sudahlah, terserah kamu saja. Kamu tidur sana, besok sekolah." perintah Ayah. Gina langsung mengangguk patuh, lalu berjengkit pergi dari ruang keluarga setelah pamit dengan kedua orang tua Reyhan.

Cewek itu melenggang menuju kamarnya dan mengunci pintunya rapat-rapat karna ia berniat untuk tertidur lebih awal malam ini. Namun, getaran dari ponselnya mampu mengurungkan niatnya semula.

Uang yang kamu minta sudah saya transfer, sayang.

Gina tersenyum miring, melihat berapa besar nominal uang yang dikirimkan oleh sang pacar. Ya, Gina mempunyai pacar, tapi tak seorangpun tau tentang hal ini. Biarlah ini menjadi rahasia, katanya. Gina tidak memilih sembarangan orang untuk menjadi pacarnya, pacarnya harus mapan dan bisa menuruti apa yang ia mau.

Thank you, my dear:*

"Iuh, jijik gue! Kalo enggak karna duit, gue nggak mau manggil lo dengan sebutan menjijikan seperti itu." gumam Gina sambil bergidik jijik.

"Seharusnya tuh, gue bilang begitu sama Reyhan. Sayang aja Reyhan masih dalam belengu si makhluk menyebalkan itu."

Ke kafe bintang sekarang, saya sudah di sini, saya ingin bertemu denganmu sayang, saya sangat rindu denganmu.

Gina mengerlingkan bola matanya jegah, setelah membaca sederet pesan dari pacarnya yang bahkan tak ia cinta, dia hanya mencintai hartanya saja. Karna, satu-satunya orang yang ia cinta hanyalah Reyhan seorang.

Malam ini Gina harus melompat dari jendela lagi, seperti malam-malam biasanya ketika ia ingin bertemu dengan pacarnya. Ia tidak mau Reyhan mengetahui sifat buruknya yang suka keluar malam dan juga sering ke tempat hiburan malam. Kemarin sudah ketahuan jika dia mabuk, beruntung, Reyhan mempercayai semua alasannya, Gina tidak mau ceroboh untuk kedua kalinya. Jadi, dia harus berhati-hati mulai sekarang.

****

Arsya membaringkan dirinya di atas ranjang, sambil memainkan ponselnya dengan tenang. Perasaannya saat ini, tak ubahnya seperti hujan badai yang memporak porandakan kota. Kacau!

"Arsya kesal!" teriaknya frustasi.

Sebelah tangannya yang bebas, langsung mengambil guling lalu menggigitnya dengan brutal. Sampai giginya sakit sendiri. Mau tidak mau, ia harus benar-benar menurunkan gengsinya untuk menghubungi Reyhan terlebih dahulu.

Arsya mulai mengetikan sesuatu pada papan pesan yang akan dikirimkannya pada Reyhan. Lalu, jarinya berhenti menari-nari di atas keyboard saat menyadari sesuatu.

"Astaga! Arsya kan sedang mogok ngomong sama Reyhan. Eh, tapi tunggu deh, ini kan Arsya bukan ngomong, tapi ngetik, jadi bukannya sah-sah saja yah, lagipula kan, Arsya nggak ngomong satu patah katapun ke Reyhan." Arsya tersenyum, jari-jarinya kembali menari di atas keyboard. Mengetikan beberapa kata hingga menjadi suatu kalimat, setelahnya, ia pun menekan tombol send.

Reyhan dan Arsya [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang