Hari sudah menjelang malam, dua bocah kampret di hadapannya sudah sekitar tiga jam lebih telah menjadikannya obat nyamuk. Tidak tau diri memang, mereka asik bermain ps hingga tak ingat waktu, sementara dirinya hanya berdiam diri sambil mengamati gambar di layar Tv LED di seberang sana.
"Lo berdua nggak pada bosen apa?" kata Reyhan sambil menguarkan desahan kesal.
"Kagak. Malahan tambah seru nih, kalo main sama bang David," sahut Adrian.
"Oh, gitu, kalo main sama gue nggak seru," ucap Reyhan sambil melotot.
"Emang," balas Adrian lalu tertawa.
"Awas aja kalo lo minta duit sama gue, nggak bakal gue kasih." Reyhan mengancam.
"Tenang, Yan. Nanti minta duit sama gue aja," sambar David.
"Alhamdulillah. Beneran, Bang?" tanya Adrian dengan binaran mata yang kentara. Pandangannya kini teralihkan, menjadi menatap penuh ledekan ke arah Reyhan.
"Tapi, setiap detik bunganya nambah yah." mendengar itu, Reyhan langsung tertawa ngakak. Ia tau, pasti David tidak akan mau memberi secara cuma-cuma, harus ada embel-embel di belakangnya.
Adrian kontan langsung melotot, terperangah dengan apa yang tadi dibicarakan oleh teman Abangnya ini. "Rentenir, dasar! Lagian kan tadi bang David bilangnya ngasih, kok jadi ada bunganya, heran gue."
"Di dunia ini tidak ada yang gratis wahai anak kuda--eh, anak muda."
"Yaudah, nggak jadi minta duit kalo gitu," rajuk Adrian, kesal.
"Vid, katanya mau nyari kado buat nyokap, mau berangkat jam berapa nih." Reyhan mengalihkan pembicaraan, sambil melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh tepat.
David menepuk jidatnya, lalu menaruh stick ps di tangannya, serempak dengan gerakan refleks tangannya yang menepuk dahinya tadi.
"Lupa gue, sekarang aja deh, gimana?" David beranjak berdiri, lalu menghampiri Reyhan.
"Ah, Bang. Bang David beneran mau pergi? Padahal lagi seru-serunya." Adrian mendesah kecewa.
"Cuma bentaran doang. Nanti disambung lagi, oke, Bro?"
"Iya, deh. Oke."
"Kalian mau kemana? Aku ikut dong," rengek Gina sambil berlari kecil menuruni satu persatu undagan tangga. Reyhan menoleh bersamaan dengan David. Dirinya langsung mencuatkan raut sebal, sedangkan David malah sebaliknya.
"Wah, kebetulan nih, kalo cewek kan, kalo milihin kado suka bagus," gumam David lirih. Namun, terdengar nyaring di telinga Reyhan. Tak urung cowok itu pun menoleh, menatap David dengan pandangan penuh selidik.
"Jangan bilang, lo mau ngajak dia juga. Kalo gitu mending gue nggak usah ikut." Reyhan berbisik lirih.
"Nggak bisa gitu dong. Lo harus ikut, tapi Gina juga ikut supaya nanti kado yang gue kasih ke nyokap, bener-bener perfeck. Karna kalian yang bantu buat milihin."
Reyhan mengerling jegah. "Terserah."
"Aku ikut kalian boleh, yah. Bosen nih di rumah terus." Gina kembali merengek sambil menatap dua orang di depannya dengan tampang mupeng yang kentara.
David mengangguk mantap. "Boleh. Yaudah, mau berangkat seka-"
"Bentar yah, aku dandan dulu. Bentar doang kok nggak lama." potong Gina cepat, lalu berlari cepat menuju kamarnya kembali. Dengan menaiki tangga yang baru saja ia pijaki beberapa detik yang lalu.
"Belum juga gue selesai ngomong. Udah main potong aja."
"Cewek, kalo udah bilang mau dandan dan bilangnya nggak lama, ayam kakinya berubah jadi empat dah, kalo sampai tuh omongan bener. Karna cewek kalo dandan cepet itu, kemustahilan yang hakiki." imbuh David.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reyhan dan Arsya [Completed]
Novela Juvenil[Sequel Chatting With Reyhan] 🌞 Disarankan untuk membaca cerita Chatting With Reyhan terlebih dahulu🌞 Reyhan tidak suka dengan orang yang berbicara seperti burung beo, alias berisik. Reyhan lebih suka ketenangan, rumput hijau dengan langit biru se...