42. Kembali

1.8K 57 1
                                    

Happy Reading:)
Jangan lupa untuk vote dan coment!
Semoga kalian suka dengan part ini.

~~~

42. Kembali

Cinta tidak membuat seseorang menjadi lemah. Jikapun itu memang benar, maka kita harus merubah cinta menjadi kekuatan bukan kelemahan. Cinta dan Takdir pun saling berkaitan. Jika Cinta berkata harus berpisah, maka Takdir pasti akan kembali mempersatukan. Bisa saja kedua hal itu berubah menjadi sebaliknya.

Sudah satu jam lebih Shubadrangi mengobati Bindusara. Namun, ramuan yang telah ia berikan belum juga memberikan reaksi apapun. Tetapi dia tidak patah semangat untuk mengobati pasiennya. Seluruh luka yang ada pada bagian luar tubuh Bindusara sudah terbalut oleh ramuan dedaunan yang sudah di buat.

"Kau pasti akan sembuh. Aku yakin itu," ucap Shubadrangi yang kembali meneteskan air mata.

Shubadrangi terdiam saat melihat Bindusara tidak bernafas. Raut wajahnya langsung berubah serius dan cemas. Dengan cepat, Shubadrangi memeriksa dengan menjulurkan salah satu jarinya di depan hidung Bindusara. Memastikan bahwa pria itu masih bernafas atau tidak. Lalu di lanjutkan dengan menyentuh denyut nadi pada tangannya.

Shubadrangi terlihat terkejut setelah memeriksa keadaan Bindusara. "Bindu, Bindusara."

"Bindusara," Shubadrangi menepuk-nepuk pipi Bindusara. Berharap bahwa pria itu akan segera sadar. Ini tidak mungkin. Tidak mungkin jika Bindusara benar-benar telah tiada. "Bindusara aku mohon bangunlah. Bindusara!"

Panggilan Shubadrangi berubah menjadi histeris. Wanita itu terus memanggil-manggil Bindusara seraya mengguncangkan tubuhnya. Suara isakan tangis semakin terdengar keras. "Yang Mulia Bindusara, bangunlah! Yang Mulia, aku mohon bangunlah!"

Ashoka dan ketiga temannya langsung beranjak bangun saat mendengar suara panggilan disertai tangisan Shubadrangi.

"Ibu," gumam Ashoka. Lalu ia, Jhagat, Ranvi dan Banu bergegas masuk ke dalam.Keempat lelaki itu terkejut melihat Shubadrangi menangis sembari memegang tangan Bindusara. Tentu saja hal itu membuat Ashoka dan ketiga temannya menjadi panik.

"Ibu, apa yang terjadi? Kenapa ibu menangis? Apa Yang Mulia Bindusara baik-baik saja?" tanya Ashoka dengan gemetar. Namun, Shubadrangi tidak menjawab pertanyaan dari putranya. Satu kalimat pun tidak keluar dari mulutnya.

Shubadrangi hanya menangis tersedu-sedu. Membuat Ashoka dan ketiga temannya semakin di buat cemas dan panik. Apa mungkin yang tidak mereka inginkan telah terjadi? Apa mungkin Bindusara telah tiada?

"Ibu, cepat katakan ada apa?! Kenapa ibu menangis?! Ibu jawab pertanyaan ku. Apa yang mulai baik-baik saja?" tanya Ashoka kembali.

"Dia, dia sudah tiada," jawab Shubadrangi dengan sedikit ragu. Jawaban yang dia berikan tentu saja membuat Ashoka, Ranvi, Jhagat dan Banu terkejut. Rasanya tidak percaya apabila yang mulia Bindusara telah tiada.

Ashoka perlahan tertunduk di hadapan Shubadrangi sembari memandang wajah ibunya. "Apa yang ibu katakan? Kenapa ibu katakan itu? Yang Mulia masih hidup, Ibu. Dia masih hidup. Aku yakin ibu bisa menyembuhkannya."

Shubadrangi hanya diam. Bahkan dirinya tak berani menoleh kearah sang putra. Membuat Ashoka langsung menangkup wajahnya. "Tatap mataku, Ibu dan katakan jika yang mulia masih hidup. Cepat katakan itu, Ibu. Cepat katakan itu!" ujarnya penuh penekanan.

BINDUSARADHARMA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang