19. Titik Awal Kebencian

2.2K 71 9
                                    

Happy Reading♡
Jangan lupa buat vote dan coment:)
Semoga kalian suka dengan part ini.

~~~

19. Titik Awal Kebencian

Kesunyian memenuhi diri Dharma. Dalam ruangan yang cukup gelap, kepada siapa ia harus mencurahkan segala isi hatinya? Ingin sekali dirinya bercerita pada seseorang yang mau mendengarkan keluh kesahnya. Terduduk dan terdiam. Hanya itu lah yang bisa Dharma lakukan saat ini. Tak henti-henti air mata terus saja jatuh dari kedua matanya saat mengingat semua yang terjadi.

Kebencian semua orang membuat Dharma kehilangan arah. Cinta dan keluarga telah hilang menjauh seperti terbang tertiup angin begitu saja. Siapa lagi yang akan menjadi harapan Dharma saat ini?

Dharma tiba-tiba menoleh saat dua penjaga berdiri di depan jeruji besi, tepat di ruangan penjara yang tengah Dharma tempati. Gadis itu perlahan beranjak bangun dan diam-diam mendekati kedua penjaga itu. Tentu saja Dharma akan sedikit menguping pembicaraan mereka berdua.

"Kau tau? Hari ini Pangeran Bindusara dan pasukannya akan berangkat ke medan peperangan. Mungkin beberapa menit lagi mereka akan berangkat."

"Ya, aku juga dengar itu. Raja dan Ratu sangat terharu melihat sosok baru dalam diri Pangeran Bindusara. Dia terlihat seperti maharaja Chandragupta yang mau mempertaruhkan nyawanya demi tanah ibu Pertiwi."

Kedua penjaga itu tengah membicarakan tentang keberangkatan Bindusara beserta pasukannya. Dharma menjadi bingung, bahagia karena Bindusara berhasil menjadi seorang pemimpin atau sedih karena Bindusara tidak mau menemuinya lebih dulu sebelum pergi?

Dharma berbalik badan dan kembali meneteskan air mata. Namun bibirnya tersenyum mengembang. Meskipun dalam hatiku merasa sedih karena kau tidak mau menemui ku untuk berpamitan, tetapi aku cukup senang karena kau menjadi pemimpin dan berjiwa sebagai seorang raja. Aku akan terus berdoa yang terbaik untuk mu, Bindu.

Dharma perlahan berjalan kembali ke tempat duduknya. Namun langkahnya kembali berhenti saat ia mendengar kedua penjaga itu bergumam menyebut pangeran Bindusara. Memang benar, ternyata Bindusara mau menemui Dharma sebelum ia berangkat.

Dharma berbalik badan. Senyumannya mengembang ketika mendapati seorang laki-laki memakai pakaian peperangan berdiri di depan jeruji besi. "Bindusara?"

"Kalian berdua pergilah!" Kedua penjaga itu bergegas pergi saat Bindusara meminta mereka untuk pergi.

Dharma bergegas menghampiri Bindusara dengan rasa penuh kebahagiaan. Sepasang mata Dharma berkaca-kaca karena merasa bahagia atas kedatangan Bindusara yang sedari tadi ia tunggu. "Bindusara? Apa ini benar-benar kau?"

Dharma mulai menyentuh wajah Bindusara. "Aku tau kau akan datang menemui ku. Aku tau cintamu lah yang membuatmu datang kemari. Aku benar-benar sangat baha—"

Ucapan Dharma terhenti saat Bindusara menepis tangannya. "Jangan mengira kedatangan ku ini karena cinta, Dharma. Karena cinta sudah tidak ada lagi dalam hatiku. Semuanya sudah lenyap saat kejadian waktu itu!"

"Dan aku? Aku datang kemari hanya untuk melihat mu saja sebelum aku pergi. Aku pun menemui mu atas dasar keterpaksaan, karena kau masih tetap menjadi istri ku. Hanya seorang pengecut yang melupakan tanggung jawab hanya karena satu masalah." Ucapan Bindusara benar-benar membuat hati Dharma sangat terluka. Kebahagiaannya perlahan menipis karena ternyata Bindusara terpaksa menemuinya.

"Aku pikir setelah semua yang terjadi, kau akan memaafkan ku dan mulai kembali mempercayaiku lagi. Sudah cukup lama kita mengenal satu sama lain. Tetap semua itu tidak membuat kau mengetahui apa saja tentang diriku. Kau hanya mengetahui setengah dari kehidupanku, Bindusara," ucap Dharma.

BINDUSARADHARMA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang