34. Pengasingan (Revisi)

2.1K 65 2
                                    

Happy Reading:)
Jangan lupa untuk vote dan coment!
Semoga kalian semua suka dan merasa terhibur dengan part ini.

~~~

34. Pengasingan

Justin terlihat kesal setelah mendengar bahwa bayi Charumitra lahir dengan selamat. Kabar itu sudah menyebar ke telinga keluarga kerajaan dan juga seluruh rakyat Magadha. Rencana untuk menghabisi bayi itu ternyata gagal. "Apa ini ibu? Ibu mengatakan jika bayi itu akan tiada hari ini juga. Tapi mana? Kabar yang datang malah sebaliknya. Bayi itu masih hidup! Bayu penghalang untuk aku menjadi maharaja Magadha!"

Helena hanya duduk santai di sofa. Seolah-olah ia tidak peduli dengan kabar itu. Membuat Justin semakin bertambah kesal.

"Kenapa ibu hanya diam?! Apa ibu tidak dengar apa yang aku katakan barusan? Rencana kita sudah gagal, Ibu! Semuanya gagal!" ujar Justin.

Helena menghela nafasnya. Lalu beranjak bangun menghampiri Justin. Kedua tangannya memegang bahu putranya. "Kenapa kau kesal? Hanya karena rencana kita gagal kau langsung seperti ini?"

Justin menepis tangan Helena cukup kasar. "Ibu masih bertanya kenapa aku kesal?! Sebenarnya ibu niat atau tidak menjadikan aku sebagai raja?! Aku benar-benar bingung kenapa ibu sesantai ini mendengar kabar itu?!"

"Kau tau arti melempar batu sembunyi tangan?" tanya Helena. Membuat Justin semakin bingung dengan ibunya sendiri.

"Lelucon apa ini, Ibu? Aku sedang kesal karena memikirkan rencana kita yang gagal, tapi ibu malah sibuk bertanya soal seperti itu?! Oh, mungkin ibu sudah tidak waras karena terlalu memikirkan agar aku menjadi seorang raja sehingga ibu menjadi seperti ini!" Justin terlihat kesal pada Helena. Wanita itu malah bertanya hal menurutnya tidak penting.

Helena kembali menghela nafasnya. "Tahan amarah mu, Justin. Kekesalan bukan solusi untuk menyelesaikan rencana kita. Lebih baik kau dengarkan ibu mu ini dulu. Karena jika tidak, kau tidak akan pernah memahami semua yang terjadi."

"Memangnya apa yang tidak aku pahami, Ibu? Semuanya sudah jelas jika rencana kita sudah gagal!"

"Lupakan kegagalan kita, Justin! Sekarang dengarkan ibu baik-baik!" ujar Helena yang membalas teriakan putranya itu. "Tidak masalah jika bayi Charumitra tidak tiada karena kita masih bisa menyingkirkan yang satunya. Dharma. Kekuatan seseorang yaitu cinta. Tanpa cinta seseorang akan menjadi lemah. Jika Bindusara menjadi raja tanpa Dharma, pikirkan apa yang akan terjadi? Semuanya akan hancur. Chandragupta, ayahmu pernah merasakannya. Dimana Nandini saat itu di kabarkan tiada jatuh dari jurang. Hidup Chandra begitu kosong, seolah-olah semuanya menjadi gelap. Dan perlahan dia melupakan tanggung jawab nya sebagai raja. Sekarang hal sama akan terjadi. Bahkan sebelum Bindusara menjadi raja. Kita harus membuat Dharma pergi sejauh mungkin dengan menuduhnya sebagai pelaku yang telah mencoba menghabisi Charumitra berserta bayinya. Lalu kita akan membuat hidup Bindusara menjadi hampa. Setelah itu, barulah kita menghabisinya. Dan yang akan menjadi raja Magadha akan di raih oleh dirimu. Hanya kau."

"Wah, ibu memang pandai. Pandai sekali," ucap Justin. Lalu terkekeh. "Ibu pikir semuanya segampang itu? Jika Bindusara tiada masih ada bayinya Charumitra. Pasti tahta Magadha akan di berikan kepadanya dan aku tidak biarkan hal itu terjadi!"

"Dosa apa yang pernah aku lakukan sehingga memiliki putra sebodoh dirimu? Kau pikirkan saja, putranya Charumitra masih kecil tidak mungkin jika Chandra langsung melantiknya menjadi raja. Sesulit apapun aku akan tetap berusaha menjadikan mu sebagai raja. Termasuk menghabisi seratus keturunan Bindusara sekalipun!" ujar Helena.

"Kegagalan bukan akhir dari segalanya. Tetapi awal dimana untuk mencapai semua impian." Tekat Helena begitu tinggi untuk menjadikan Justin sebagai raja baru Magadha selanjutnya. Sehingga dia mau melakukan apapun demi mencapai tujuannya.

*****

Bindusara beserta lainnya masih berada di ruangan kamar Charumitra. Sampai saat ini gadis itu masih belum juga sadarkan diri. Kebahagiaan terasa tidak lengkap jika ibu dari pangeran baru itu belum juga membuka matanya. Bindusara kembali menggendong bayinya dan berusaha membuat Charumitra agar dapat siuman.

"Charu, aku mohon cepatlah sadar. Putra kita menunggu mu. Dia ingin kau melihat dan menggendongnya. Ayo cepat bangun," ucap Bindusara.

"Bindu, tenanglah. Sebentar lagi Charu pasti bangun. Kau dengar sendiri bukan? Jika Charu harus istirahat. Kondisinya masih lemah," timpal Chandragupta mencoba menenangkan Bindusara.

"Ya, aku tau. Tetapi kenapa dia tidak membuka matanya sekali saja?" Bindusara berubah cemas. Seharusnya saat ini Charumitra sudah sadarkan diri. Namun tak berselang lama, Charumitra perlahan membuka matanya. Jari tangannya pun perlahan bergerak.

"Bindusara," gumam Charumitra. Pandangannya sedikit buram. Namun, perlahan ia dapat melihat semua menjadi jelas.

"Bindu, Charu sudah sadarkan diri. Lihat itu," seru Dharma. Membuat semua orang terlihat senang karena gadis itu akhirnya sadarkan diri juga.

"Charu, kau tidak apa-apa? Bagaimana keadaan mu?" tanya Bindusara.

"Aku dimana, Bindu?" Charumitra tiba-tiba diam. Kini ia ingat jika beberapa saat yang lalu dirinya mengalami kecelakaan dan sekarang ia langsung teringat akan bayinya. "Bindu, bayi kita? Dimana bayiku? Dimana dia? A-apa bayiku baik-baik saja?"

"Tenanglah, Charu. Bayi kita selamat. Ini dia bayi kita," ucap Bindusara memperlihatkan bayinya pada Charumitra.

"Ingin sekali menggendongnya, tapi aku tidak bisa bangun. Perutku sakit, Bindu. Sangat sakit," lirih Charumitra.

"Tidak apa-apa. Kau sudah sadar saja sudah membuat bayi kita senang," balas Bindusara. Lalu meletakkan bayinya di samping Charumitra. Sepasang mata istrinya berkaca-kaca. Merasa begitu senang karena akhirnya mereka menjadi orang tua.

"Bayi kita sangat tampan seperti mu. Hidungnya, matanya, semuanya seperti dirimu. Aku merasa beruntung karena aku masih di berikan nyawa untuk merawat putra pertama kita. Semuanya terasa sangat lengkap," ucap Charumitra.

"Aku senang karena kondisi mu baik-baik saja. Aku tidak bisa tenang jika kau tidak membuka matamu," balas Bindusara. Membuat Charumitra tersenyum. Kali ini ia benar-benar melihat cinta di mata Bindusara. Rasanya sangat senang. "Oh iya, apa kau ingat? Kenapa kau bisa terjatuh? Bagaimana itu bisa terjadi?"

Charumitra terdiam. Mengingat apa yang sebelumnya terjadi. "Aku melihat Dharma dan Chitra berjalan di lorong. Lalu aku berniat ingin menghampiri mereka berdua. Berkali-kali aku memanggil Dharma tetapi Dharma sama sekali tidak mendengarnya. Dan tiba-tiba lantai yang aku pijak terasa sangat licin sehingga aku terjatuh. Saat itu aku tidak ingat apapun lagi," tutur Charumitra.

"Lantainya licin? Bagaimana bisa? Siapa yang membuat lantai itu licin?" tanya Nandini yang begitu banyak pertanyaan akan ucapan Charumitra.

*****

BINDUSARADHARMA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang