BAGIAN TUJUH BELAS : GARA-GARA MARIAGE D'AMOUR
"Jika kamu merindukan seseorang, anggaplah aku sebagai orang itu dan kamu akan dengan mudah meredakan rindumu dengan menemuiku. Satu hal yang perlu kamu tahu, untuk kamu, aku akan dengan mudah ditemui kapan saja."
***
PAGI Lucas sudah dibuat bete oleh tingkah Alden yang tiba-tiba nyelonong masuk mobilnya. Kembarannya itu dengan tanpa dosa duduk di sebelahnya.
"Gue ikut ke sekolah lo ya, Bang." Celetuk Alden.
Lucas sudah menghadiahi kembarannya dengan tatapan membunuhnya. "Turun!"
"Bang, kan gue juga pengen tau gimana suasananya sekolah di Jakarta. Ini juga buat penelitian gue."
Sumpah, Alden kok ngayalnya tinggi. Penelitian dari mana coba? Dia juga masih anak SMA. Tapi fyi, sejak kecil Alden sudah tinggal di El Salvador, Amerika Tengah, ikut Mamanya. Sementara Lucas tinggal di Jakarta bersama Papanya. Jadi wajar sih kalau Alden nggak tahu gimana suasananya sekolah di Indonesia.
"Penelitian apa? Lo belum jadi anak kuliahan. Udah keluar dari mobil gue! Gue udah mau telat, bego!"
"Nggak usah khawatir, Bang, gue nggak bakal rebut posisi lo jadi most wanted di sekolah. Gue cuma pengen tahu gimana sekolah di sini, biar gue bisa minta Mama pindah ke Jakarta. Ya, Bang, ya. Please! Kan lo dulu juga pengen satu sekolah sama gue." Sekuat tenaga Alden merengek. Tapi kakaknya itu sepertinya belum juga luluh.
"KELUAR!"
"Gini amat punya abang satu. Plis, Bang. Gue mau penelitian, lo nggak tau tugasnya anak Amerika nggak usah nyamain sama tugasnya anak lokal--"
"BERISIK!"
"Turun atau gue yang turun!"
Alden terdiam. Kalimat Lucas barusan menyadarkannya pada sesuatu. Beberapa memori menyakitkan yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
Baiknya, mungkin ia harus mengalah. "Gue yang turun."
Tanpa menggubris kalimat terakhir adiknya, Lucas langsung menancap pedalnya secepat mungkin setelah kembarannya itu keluar. Mobil sport berwarna hitam mengkilat itu telah meninggalkan pelataran kediaman Veerburg.
Dalam perjalanannya, Lucas benar-benar tak bisa fokus hari ini. Melihat raut muka Alden yang nampak tersiksa, membuatnya khawatir. Terkadang Lucas memang membenci mulut pedasnya yang dengan tanpa perasaan melontarkan kalimat-kalimat kasar. Padahal tadi Lucas tidak sampai hati mengatakan itu.
Hanya saja tadi perasaannya sedang kalap gara-gara terlanjur yakin kalau Alden mau menemui Cherry. Fix, Lucas nggak suka.
Maksudnya, Lucas nggak suka Alden deket sama cewek murahan macam Cherry. Bukan karena yang lain.
Jadi, tim Lucas-Cherry jangan baper dulu, yah.
***
Nyatanya mood es batu berjalan itu belum membaik bahkan sampai di sekolah. Bawaannya pengen marah-marah mulu. Untung saja, dia baru terlambat dua menit ke kelasnya. Kalau tidak, mungkin SMA Harrison bakal tinggal nama, gara-gara Lucas kebakaran jenggot.
Pelajaran Matematika dan Fisika secara beruntun benar-benar menciptakan suasana tidak baik di hati Lucas. Ia tidak bisa fokus mengerjakan rumus-rumus itu.
Apalagi, Mr. Braham, guru Fisika yang cuma datang dan meninggalkan tugas di kelas. Akibatnya, suasana kelas jadi ramai sendiri. Dan itu bikin Lucas tambah nggak fokus.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cruel Prince
Teen Fiction[WARNING] CERITA INI MENYEBABKAN PEMBACANYA KETAGIHAN. YAQIN MASIH MAU BACA? PERINGATAN KERAS: 1. ANTIMAINSTREAM 2. FULL CONSPIRATION 3. CRYING EFFECT 4. DONT COPY MY STORY 5. OBEY THE RULES My Cruel Prince "Jadi mau lo apa?" Tanya Lucas. "Lo mau...