Kalut

710 34 1
                                    

BAGIAN DUA PULUH TIGA

"Pada akhirnya memutuskan suatu hal saat sedang emosi, memang tidak baik."

❤❤❤

DI RUANG kosong itu, hanya alunan Fur Elise yang bernyawa. Notasi demi notasi saling bersahutan membentuk sebuah irama. Sementara pemainnya sedang mati. Hatinya patah menjadi kepingan-kepingan yang tak utuh. Mata tajam itu bahkan tak berkedip.

Lagi. Lucas menceritakan seluruh perasaannya pada sebuah melodi. Kesah yang ia rasakan selama ini sudah cukup ia simpan sendiri bersama luka lama yang kian lama kian menyakitkan.

Cowok itu tak menyangka jika emosinya bisa menjadi sebuah keputusan yang teramat besar. Secara tidak langsung, Lucas telah menyediakan ruang yang seharusnya tidak boleh ada yang mengisi, kecuali seseorang yang pada akhirnya sudah ia ikhlaskan.

Lamat-lamat Lucas menerawang. Menimbang lagi keputusannya. Salah. Apa yang Lucas lakukan itu salah. Tidak boleh ada yang menggantikan cinta pertamanya. Meski tadinya Lucas hanya ingin mempermainkan Cherry. Tapi Lucas tidak mau.

"Shit!" Cowok itu mendecak gusar. Wajahnya nampak frustasi. Bukan ini yang ia mau. Lucas masih ingin setia. Ribuan doa malamnya masih berusaha untuk membawa seseorang itu kembali pada cintanya.

Kalau ditanya Lucas itu bucin, cowok itu nggak keberatan. Toh ia memang budak cinta. Bahkan Lucas sampai rela terluka demi melihat yang ia cintai memadu cinta dengan orang lain.

Sementara iringan Fur Elise semakin membakar dadanya. Jika kalian tahu, misteri notasi yang ditulis Beethoven itu konon katanya merupakan ungkapan kekecewaan atas Elise yang sudah menjadi milik orang lain. Beethoven menulis notasi itu dengan perasaan berdarah-darah. Dan parahnya, Beethoven harus menyimpan perasaannya sendirian. Menikmati miliaran perih yang mematikan.

Tidak jauh berbeda dengan perasaan Beethoven. Perasaan Lucas juga sedang tersiksa. Dia mencintai orang lain, tapi mendapatkan balasan cinta dari orang itu barangkali sangat mustahil.

Lucas benar-benar sudah muak. Ia ingin membenci, tapi hatinya semakin keras berusaha untuk memperjuangkan. Lama, cowok itu tenggelam dengan perasaanya yang merana. Hingga sebuah pintu terbuka mengalihkan perhatiannya.

Di sana, Cherry sedang berusaha mengatur detak jantungnya. Emosi cewek itu bahkan lebih atraktif ketimbang Lucas.

"Apa maksud lo sebenernya? Kenapa lo bikin berita bohong ke semua orang?" Tanya Cherry menggebu.

Jujur saja. Kepala Lucas sedang pening. Dia tidak ingin kesendiriannya terganggu. Tapi kedatangan Cherry?

"Tanya diri lo sendiri."

Lucas menghentikan jemarinya bermain dengan piano usang itu. Ia lalu berjalan mendekati Cherry.

"Lo punya otak buat mikir, kan? Coba lo pikir, yang selama ini ngejar-ngejar gue siapa? Dan sekarang lo harusnya bersyukur gue nerima lo."

"Nggak. Gue tahu lo punya rencana lain. Lo mau balas dendam kan karena selama ini gue udah ganggu kehidupan lo, kan?"

"Terserah lo, Shit!" Mata Lucas memerah. Ubun-ubunnya kini sudah mendidih. Siap memaki Cherry dengan kalimat pedasnya.

"Mau lo sekarang apa, hah? Lo mau cabut omongan gue dan bilang ke semua orang kalau kita udah nggak punya hubungan apapun? Silahkan! Lakuin sesuka lo. Yang jelas, yang harus lo inget sampai kapanpun, lo adalah orang yang paling gue benci seumur hidup gue."

Cherry menatap kedua mata milik cowok di depannya dalam. Bagaimanapun juga, Lucas tidak sepenuhnya bersalah dalam hal ini.

Lucas benar, yang selama ini berjuang kan Cherry. Ketika perjuangannya berhasil, Cherry justru mengelak.

My Cruel Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang