Nyawa

759 38 0
                                    

BAGIAN SEMBILAN BELAS: NYAWA

Sayang ya sayang aja, ngga usah gengsi pake bilang "Nyawa kamu lebih berharga dibanding novel itu."
Untung aja aku orangnya nggak baperan.

❤❤❤

CHERRY melirik jam tangannya. Waktu sudah menunjuk angka empat. Dan itu artinya ia sudah satu jam lebih terjebak hujan di toko buku. Cewek itu mendesah pelan. Awan di langit sudah menebal sempurna. Keadaan mulai menggelap. Toko buku bahkan nyaris sepi. Mungkin tidak lama lagi, pemilik toko akan menutupnya. Sementara Cherry duduk  di bangku panjang yang terletak di teras toko, sendirian. Memang sebelumnya, ada seorang kakek bersama cucu kecilnya duduk di sebelah Cherry tadi. Namun sekarang lelaki tua itu sudah pergi.

Cewek itu menggosokkan kedua telapak tangannya, mencoba mencari kehangatan. Sebenarnya Cherry bisa saja pulang saat ini dengan mobilnya, tapi ia terlalu takut saat ada petir di tengah perjalanannya nanti. Cherry tidak mau ambil resiko. Jadi, cewek itu memilih untuk menunggu sampai setidaknya hujan hanya menyisakan gerimis. Daripada ia harus pulang dalam keadaan hujan lebat.

Mata Cherry sejak tadi tak lepas dari mobil yang berlalu lalang di jalanan depan.

“Kenapa orang-orang berani banget nerjang hujan lebat.” Herannya. Lalu pandangan Cherry beralih pada seseorang yang sedang menyelamatkan seekor kelinci yang terdiam di tengah jalan. Cowok itu berusaha menggendong si kelinci, namun kelinci itu berhasil melarikan diri dan kembali ke tempatnya semula, di tengah jalan. Sang cowok juga kembali menyelamatkan kelinci itu.

“Hishh, apa mereka nggak takut kalau ada mobil yang lewat?”

Hati kecil Cherry ingin sekali menolong mereka. Ia lalu mencari sesuatu, mengeluarkan seluruh isi tasnya. Syukurlah, ia menemukan payung.

Tanpa pikir panjang, Cherry langsung menerjang derasnya hujan untuk menghampiri seorang cowok bersama kelincinya di tengah jalan.

Sementara cowok itu kini berhasil memeluk kelincinya. Ia tak kan membiarkan hewan kesayangannya itu lari lagi.

“Jangan pergi lagi.” Ucap cowok itu seraya mendekap erat dan menciumi kelincinya.

“Jangan di sini! Bahaya!”

Suara itu membuatnya mematung. Perlahan hantaman air hujan tak lagi menusuk kulitnya. Rintikan itu tak lagi membasahi pakaiannya. Cowok itu lalu mendongak, melihat siapa yang menjadi peneduhnya.

Guess what! Kedua manusia itu sama-sama terkejut. Detakan demi detakan sama-sama kencang. Sekitar berubah menjadi hening. Seolah semesta memang membiarkan kedua mata mereka bicara, mengadukan perasaan masing-masing di hadapan hujan.

Percayalah jika pada hari itu Cherry bertemu dengan Lucas. Entah itu sebuah kebetulan atau memang takdir, namun keduanya masih sama-sama diam.

Mata mereka berpandangan dan beradu lama. Sampai mereka tidak sadar jika kelinci yang sempat diselamatkan tadi sudah kabur entah kemana. Juga, novel yang baru Cherry beli sudah layu disiram hujam. Terjatuh ke jalan. Terkontaminasi air comberan.

Hingga empat mata itu mengerjap bersamaan sesaat setelah klakson mobil terdengar begitu nyaring dari arah kiri.

“Woi, kalau pacaran jangan di tengah jalan!” 

Sadar dengan suara itu, Lucas segera berdiri. Ia lalu menarik Cherry bersamanya ke pinggir jalan. Sesaat mereka membiarkan mobil-mobil itu kembali berlalu lalang. Lalu semesta kembali berjalan seperti biasanya.

“Lo mau cari mati?” Tanya Lucas kesal.

“Lo tuh yang cari mati. Hujan-hujan begini malah main kejar-kejaran di jalan. Sama kelinci lagi.” Balas Cherry kesal.

My Cruel Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang