BAGIAN DUA PULUH EMPAT
"Kamu seperti rainbow cake. Kesukaanku."
❤❤❤
ALDEN sudah memutuskan untuk menghabiskan sisa liburannya di Jakarta sebelum kembali ke El Salvador. Dan keputusannya sudah bulat. Meski Lucas melarangnya pergi dengan alasan yang masuk akal sekalipun, Alden tetap keras kepala.
"Jangan bawa mobil gue jauh-jauh." Lucas mengingatkan Alden sesaat sebelum kembarannya itu hilang dari balik pintu rumahnya.
Sebenarnya sikap Lucas tidak sedingin itu pada Alden. Tapi hanya sikap itu satu-satunya cara untuk menyembunyikan ke-over-protective-an Lucas.
Sejak kecil, Alden sudah mengidap hemofilia. Anak itu tidak bisa kelelahan dan melakukan aktivitas berat lainnya. Tapi Alden sok kuat, dia tidak ingin dikasihani bahkan oleh Lucas. Jadi hanya dengan sikap dingin itu, Lucas menunjukkan perhatiannya pada Alden.
Di hari libur ini, Lucas hanya ingin menghabiskan waktunya bersama piano dan melodinya. Karena Ella sudah hilang dan tidak ada lagi yang menghiburnya seperti biasanya.
Oh iya, bicara soal Ella-kelinci Lucas yang paling disayang, sejak hari pertemuannya dengan Cherry tempo hari, hewan berkaki empat itu belum juga kembali. Entah, Lucas bahkan sudah mencari sampai ke sudut kota, dan hasilnya nihil. Sampai cowok itu hampir frustasi.
Ella bukan hanya berharga, tapi dia menjadi satu-satunya kenangan yang Lucas punya dari seseorang yang paling dia cintai di masa lalunya.
"Ini semua nggak akan terjadi kalau gue nggak ketemu cewek murahan itu." Geram Lucas mengingat muka tanpa dosa Cherry.
Akhirnya pikiran kalutnya tiba-tiba hilang setelah notasi Canon in D ia mainkan. Rasanya teduh. Permainan Lucas terus berlanjut hingga lembaran notasi itu berbalik menunjukkan notasi Marriage D'Amour milik Paul.
Dan sekelebat ingatan di ruang dekat rooftop bersama Cherry mendadak mengacaukan pikiran Lucas. Cowok itu benar-benar ingat bagaimana Cherry menangis dan guratan luka itu masih tergambar jelas di benak Lucas. Saat itu Cherry sedang benar-benar terluka. Tapi anehnya, kenapa Lucas peduli? Dan bahkan kalau diingat-ingat, cowok itu menjanjikan akan memainkan Marriage D'Amour untuk Cherry. Kok bisa?
"Refleks. Itu cuma refleks. Gue nggak tega aja lihat cewek nangis. Gue nggak mungkin-" Lucas meredam sendiri perasaannya. Sebisa mungkin ia menyangkal kemungkinan-kemungkinan aneh dalam hatinya.
Tidak. Cherry bukan tipenya.
Dan Lucas mengubah permainan pianonya menjadi notasi Hungarian Sonata yang justru makin membuat wajah Cherry terus-terusan melintasi kepalanya.
"Arrghh! Gue pasti gila."
Lucas beranjak dari singgasana pianonya lalu membaringkan tubuhnya segera pada ranjang berukuran besar itu.
Tapi kalau diingat-ingat lagi, senyum tulus Cherry saat memberikan kotak makan hari itu, so damn beautiful. Sebagai cowok normal, tentu Lucas menyukainya.
"Enggak-enggak! Cuma halusinasi! Mungkin gue kurang tidur. Sadar, Lucas! Sadar! Dia nggak akan sebanding sama--Aarrghhh! Gue butuh vitamin."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cruel Prince
Teen Fiction[WARNING] CERITA INI MENYEBABKAN PEMBACANYA KETAGIHAN. YAQIN MASIH MAU BACA? PERINGATAN KERAS: 1. ANTIMAINSTREAM 2. FULL CONSPIRATION 3. CRYING EFFECT 4. DONT COPY MY STORY 5. OBEY THE RULES My Cruel Prince "Jadi mau lo apa?" Tanya Lucas. "Lo mau...