- - Part 30 - - Death of 4 Bodies

893 70 0
                                    

"Akh... Kenzo." erangan kesakitan lolos dari mulutku. Kulihat ia dengan cepat membaringkan tubuhku diatas ranjang dan menyelimuti sampai ujung dagu.

"Ssshhh... Beristirahatlah, Hazel. Aku akan menemanimu disini."

Selanjutnya, aku jatuh tertidur dengan elusan lembutnya dikepalaku.

~~~~

Aku memutuskan untuk bangun dari tempat tidur. Sebelumnya Kenzo meminta izin untuk pergi meninggalkanku beristirahat di kamar, sendirian. Ia berkata jika aku butuh waktu untuk mencerna semua fakta 'nyata' tentang kehidupanku. Aku tahu memang itulah yang aku butuhkan. Dengan adanya Kenzo disampingku, otakku tak dapat berpikir rasional. Setelah tidur panjang, kepalaku terasa lebih ringan dari sebelumnya. Tak ada lagi sakit ataupun pening, tubuhku pun juga lebih baik. Sepertinya mandi air dingin akan kembali menyegarkan tubuhku. Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi yang berada dilantai tiga tepat diatas kamar ini berada.

Kubuka pintu kamar perlahan. Dengan penuh kehati-hatian kulangkahkan kakiku agar tak menimbulkan suara bergesekan dengan lantai kayu ini. Bukannya apa, hanya saja aku masih belum menyiapkan hati untuk bertemu secara langsung, baik dengan Miranda ataupun seorang penyihir yang turut membantu menyelamatkanku. Ia yang masih belum kuketahui namanya. Aku tak tahu harus bersikap seperti apa dengan keduanya. Kata terima kasih dariku saja tak cukup untuk kuberikan pada keduanya yang telah mengorbankan nyawanya untukku.

Kuatur napas sedemikian rupa. Menyiapkan mental juga untaian kata jika harus dihadapkan pada situasi, dimana aku bertemu dengan salah seorang dari kedua penyihir tersebut. Langkah kakiku kian melambat kala kusadari sesuatu yang terasa sangat janggal didalam rumah ini.

Aku masih berada dilantai dua, berjarak hanya beberapa langkah dengan pintu kamar yang beberapa detik lalu kubuka. Kernyitan di dahiku semakin dalam kala kudengar keributan yang bersumber dari lantai bawah. Beberapa barang seperti terlempar dan menimbulkan suara pecahan. Walau samar namun aku tahu ada yang tidak beres disini. Pemilik cafe ini, Miranda, bukanlah jenis wanita yang membiarkan satu barang miliknya pecah sia-sia. Kenapa kukatakan aneh, tidak hanya satu namun lebih dari beberapa benda seperti sengaja terlempar dan menimbulkan suara gaduh yang memekakkan telinga.

Ah, sudahlah. Mungkin saja wanita itu sedang berbenah untuk mempercantik cafenya. Aku tak ambil pusing kejadian itu. Kuambil langkah cepat menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, kulangkahkan kakiku turun ke lantai satu. Dengan memakai celana jeans abu-abu sepanjang mata kaki yang kupadukan dengan crop top hitam yang menampilkan kedua bahuku, serta rambut yang kubiarkan tergerai bebas. Setelan ini milik Miranda tentu saja. Aku masih ingat datang ketempat ini tanpa membawa apapun, juga Kenzo yang berniat membelikanku pakaian baru namun kularang keras karena alasan diriku yang tidak ingin berada disini terlalu lama. Namun kenyataan berkata lain, tak terhitung berapa hari yang sudah kuhabiskan dirumah ini. Bahkan sampai melewati kejadian yang diluar nalar manusia biasa.

Kehidupan palsu...

Mimpi buatan penyihir...

Apapun itu terlalu memusingkan untuk dipikirkan kembali. Kuputuskan untuk pergi kelantai satu. Kuteguhkan hati untuk siap menghadapi Kenzo, Miranda dan seorang penyihir lainnya itu.

Darah

Tidak seperti sebelumnya, rumah cafe ini terlihat jauh lebih sepi dari sebelumnya. Kulihat dari salah satu jendela yang menghadap langsung pada area parkir, tidak kutemukan satupun kendaraan atau jejak lara pelanggan yang singgah di cafe ini. Jauh berbeda seperti sebelumnya, bisa kudengar suara ramai para pelanggan cafe milik Miranda dari lantai atas tepat dimana aku berdiri saat ini.

Krriieeek...

Kubuka pintu penghubung antara lantai dua dengan lantai satu. Mataku membulat melihat keadaan tempat ini. Sungguh jauh berbeda dengan ekspektasiku sebelum memasuki cafe.

Sepi

Dan,

Kosong.

Bukan, bukan kosong. Lebih tepatnya berantakan. Sangat berantakan. Tempat ini tak jauh berbeda dengan kapal pecah. Barang berserakan dimana-mana. Vas bunga, kotak tissue, sendok, garpu dan peralatan lainnya bertebangan disepanjang lantai. Juga meja dan kursi yang sedianya tertata rapi kini keadaannya pun tak jauh berbeda, beberapa terlihat mengenaskan bahkan sampai ada yang terbelah menjadi dua.

Juga yang paling mengerikan...

"KENZO!!!"

Itu suara teriakanku. Bentuk rasa keterkejutan karena melihat sesuatu yang tak sepatutnya kulihat. Disana... Tepat didepan pintu, kulihat genangan merah yang memenuhi hampir seperempat dari keseluruhan lantai cafe ini.

Darah!

Membanjiri dan mengotori lantai kayu sehingga penuh dengan warna merah. Mengerikan!

Tubuhku tremor seketika. Bahkan air mataku meluruh tanpa sadar membasahi wajahku. Jantungku berpacu dengan diiringi kepalaku yang kian memberat.

Getaran hebat kian kurasa kala kulihat tubuh seorang lelaki dengan luka di sekujur tubuhnya berlumuran cairan berwarna merah tak jauh dari genangan darah itu berada. Tangannya sangat mengerikan. Jari-jarinya pucat, kulitnya bahkan mulai memutih. Dengan jarak sejauh ini, nampak kuku-kukunya yang hitam memanjang secara tak lazim.

Aku jatuh terduduk diatas lantai kayu saat baru kusadari tidak hanya satu, namun lebih dari 4 tubuh tanpa nyawa dengan keadaan tak jauh berbeda berada di tiap sudut ruangan ini. Bahkan luka yang menggores tubuh kelima korban itu bisa dikatakan sangat dalam seakan sengaja dipahat dengan mengikuti pola yang ada.

Melingkar...

Memanjang...

Menyilang...

Bahkan,

Merobek keseluruhan isi perut sang korban.

Perutku bergejolak menahan agar tak mengeluarkan isinya karena meluhat pemandangan yang sangat menjijikkan ini. Baru kusadari udara disekitar telah bercampur ruah dengan bau busuk serta anyir darah. Kerongkonganku tercekat kala kulihat sebuah bulu rambut panjang berwarna hitam tidak jauh dari masing-masing korban ini berada.

Nampak rontok akibat serangan yang telah terjadi.

Itu...

Tidak salah lagi!

Seluruh pandanganku kian memburam kala kudengar sebuah geraman yang tak asing lagi ditangkap oleh indra pendengaranku. Suara langkah kaki yang bisa kuprediksi bukanlah langkah seorang manusia melainkan hewan buas yang memiliki bulu hitam itu tidak jauh dari tubuhku yang terduduk diatas lantai.

Bisa kudengar suara geraman dalam yang sangat familiar membelai telingaku ringan. Seperti suara seseorang yang teramat sangat penting bagi diriku. Tapi tidak! Itu tidak mungkin dirinya!

"Ggghhhhhrrr..."

Itu tidak mungkin suara Kenzo!

~~~~

Udah masuk konflik nih>_<
Udah kerasa nggak feelnya. Aku harap kalian enjoy sama cerita ini yah 😆

Next Part selanjutnya bakal jauh lebih menegangkan, tunggu aja yaa😙

Connect with me on instagram sarahrmdhnia34. Bye bye 💕

[MWS:2] Werewolf Mate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang