Part 48 - Deep Talk

527 23 0
                                    

Mobil itu melaju cepat. Membela ramainya jalanan kota yang tak pernah surut oleh kendaraan yang berlalu lalang itu. Berbanding terbalik dengan suasana kota yang penuh dengan segala kegiatan manusia yang ada, baik pengemudi lelaki maupun wanita yang sedang duduk cantik di kursi penumpang bagian depan, malah diam dengan penuh kebisingan akan seluruh keterdiaman yang ada. Tanpa kata yang terucap bahkan sedari awal perjalanan ini dimulai. Walau sepi dan sunyi, namun suasana dalam mobil ini jauh dari kata mencekam. Justru lebih dekat dengan kata santai yang terlampau nyaman.

Sudah bisa ditebak, keheningan dari sepasang anak Adam itu meninggalkan perasaan mendalam bagi keduanya. Entah apa yang mereka rasakan, namun satu yang pasti; senyum tak pernah lepas dari wajah tampan milik lelaki yang saat ini sedang mengemudikan mobil itu dalam keadaan yang tergolong lambat. Selambat motor vespa tua yang minim oli juga bahan bakar. Bisa kalian bayangkan bukan?

Untung saja tak ada yang mempermasalahkan hal itu. Dalam hal ini adalah para pengemudi juga pengguna jalan lain. Tak 'kan ada asap jika tak ada api. Peribahasa itulah yang cocok untuk digambarkan dalam situasi kala ini.

Coba bayangkan, tak satupun dari mereka yang memberikan klakson keras tanda peringatan atau bahkan mengolok-olok langsung dengan kalimat kasar. Itu semua terjadi bukan karena perubahan eksistensi rakyat dunia yang menjadi sangat melankolis, jelas bukan. Melainkan karena mobil sport metalik berwarna hitam dengan tambahan sedikit sentuhan gaya eropa itu merupakan mobil kelas dunia yang tentunya berharga milyaran dollar.

Dengan kata lain, tak ada satupun makhluk hidup berotak yang punya kewarasan lebih untuk hanya sekedar memberikan klakson pada pengendara ini. Mereka takut mobil maha kuasa ini mengangkut orang-orang penting dunia yang mampu menuntaskan hidup mereka hanya dengan sekali tebas saja. Tahu maksud kalimat itu? Ah, bohong kalau kalian bilang tidak.

Siapa yang menyangka bahwa mobil itu dikendarai oleh seorang anak lelaki yang berstatuskan pelajar sebagai salah satu dari sekian banyaknya siswa di sekolah ternama di kota ini. Jangan tanyakan juga dari mana ia mendapatkannya. Tanyakan saja mengapa ia melajukan mobil sport serba maha ini dengan kecepatan layaknya motor vespa tua.

Jika kalian bayangkan? Mungkin yang bisa kalian lakukan hanya menggelengkan kepala sambil berucap pelan, "dasar manusia aneh?!"

Terlepas dari itu semua Kenzo Factorrsy, lelaki itu, menggenggam erat kemudi mobil sambil sedikit mencuri pandang pada sosok disampingnya itu. Dia yang sedari tadi mampu menimbulkan detak jantung yang menggebu-gebu pada dirinya. Juga berbagai alasan lain yang bisa membuat senyum aneh itu kian selalu terlontarkan hanya padanya seorang. Pada siapa? Tentu saja pada Hazelnut Camelia.

Apa? Ya, memang. Sedari tadi kita sedang membicarakan dua insan yang baru saja berbaikan dengan cara yang tak pernah terpikirkan oleh keduanya akan bisa semudah ini terjadi. Ck-ck.

Tak tahan dengan kesunyian ini, Kenzo berkata, "apa yang membuatmu memaafkanku Hazel?"

Terlontar sudah kalimat pertama dalam keheningan mereka. Berjarak hampir lima detik lamanya dari semenjak pertanyaan itu terlontar. Namun tak kunjung mendapatkan jawaban juga. Apa sebenarnya yang terjadi? Hati Kenzo kembali berdegup kian kencang. Padahal semula sudah kembali pada detak aslinya.

Ia sedikit memiringkan kepala ke samping, mencoba mencari jawaban. Namun tak ayal hanya seorang wanita dengan pandangan kosong yang ia tatap sedang mentap keluar jendela mobil. Ia termenung. Menyedihkan.

Lalu selanjutnya terdengar helaan napas Kenzo yang melibatkan kegelisahan bercampur dengan ketakutan. Tahu mengapa? Karena sumber dari kegelisahan juga ketakutan itu tak kunjung menyadari keberadaannya. Sekali lagi, menyedihkan.

Kenzo kehilangan hitungannya. Entah untuk yang ke berapa kali ia mencoba curi-curi tatap pada Hazel. Tiga? Lima? Ah, sudah lebih dari enam kali ia melakukan itu. Walau yang ia dapati masih tetap sama. Nihil. Nyatanya Hazel masih tetap tak menganggapnya ada. Gadis itu seakan asyik dengan dunianya sendiri. Mengabaikan Kenzo yang tetap menyetir bahkan limit kecepatannya hampir mencapai angka sepuluh kilo meter per jam. Hah, tak percaya? Itulah yang benar-benar terjadi.

Mungkin ia masih terbenam dalam pikirannya sendiri. Menyebarkan aura kecanggungan menyesakkan hati. Terutama bagi Kenzo yang merasa tersisihkan dalam keterdiaman Hazel.

Ah, sudahlah. Walaupun ia diam dan tak menganggapku ada, tak apa, yang penting aku harus tetap berbicara. Ucap Kenzo dalam hati.

Ia sedikit tersenyum. Jenis senyuman yang getir dan menyimpan kesedihan. Kedua tangannya menggenggam erat kemudi mobil, sampai jari-jari tangannya memutih tajam. Meneguhkan hati untuk membawa mobil ini lebih cepat, ya, minimal dengan kecepatan normal manusia biasa pada umumnya.

"Kau tau, Hazel. Aku masih tidak bisa mengetahui apa yang sedang kau bayangkan dalam kepala cantikmu itu..."

"...Apa yang sedang kau pikirkan?"

"...Apa yang membuatmu menutup diri dariku?"

"...Apa yang-"

Ucapannya terputus. Karena selanjutnya, dengan tiba-tiba ia mendengar suara seorang wanita yang terdengar halus memanggil namanya.

"Kenzo..."

"Iya?" degup jantung Kenzo berdegup beribu kali lebih kencang dari biasanya. Ia bahkan tak memberikan banyak jarak waktu setelah Hazel memanggil namanya. Terdengar jelas, ia sangat menanti-nantikan Hazel memecah kesunyian ini. Entah dengan hal apapun itu.

"Tolong... Izinkan aku menjelaskan semuanya, Hazel. Aku juga ingin mendengar versi cerita darimu. Aku tak ingin terus larut dalam kesalah pahaman yang mendalam." ucapnya dalam hati.

"Ada apa Hazel?" Kenzo bersumpah, sangat memberanikan diri untuk mengucapkan kalimat itu dihadapan Hazel. Ia bingung memulai semuanya dengan bagaimana. Lantas, tanpa berpikir lebih panjang lagi Kenzo bersuara, "aku akan membawamu ke tempat yang nyaman, juga berada tidak jauh dari sini. Jangan khawatirkan apapun, selama aku bersamamu semuanya akan baik-baik saja. Juga... Hazel. Sesampainya disana... Tolong dengarkan semua penjelasanku. Karena aku tidak mau melewatkan setitikpun kesalah pahaman timbul diantara kita. Sebelum aku meminta maaf, bahkan sebelum aku memohon ampun darimu... Izinkanlah aku meminta satu hal padamu, Hazel."

"..."

"Tolong percayalah dengan semua penjelasanku nanti. Karena aku berjanji atas seluruh waktu kehidupan yang telah kita lalui bersama sebelumnya, bahwa aku..." sangat pedih bagi Kenzo untuk melanjutkan pembicaraannya.

"...Aku tidak membohongimu sama sekali, Hazel. Semua yang telah terjadi hanya ada dalam kepalamu semata. Itu... Hanyalah imajinasi dari ketakutanmu yang mendalam."

Tbc.

[MWS:2] Werewolf Mate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang