"Empat hari ini, Hazel. Empat hari ini aku selalu bersamamu... Merawatmu saat kamu tertidur! Tidak, lebih tepatnya menjagamu saat kamu kritis! Sedetikpun, Hazel, sedetikpun. Aku tidak pernah meninggalkanmu. Empat hari yang teramat menyeramkan bagiku. Karena kamu sedang ada diambang batas kematian!"
Tahukah kalian, ada 3 hal yang paling aku benci di dunia ini. Yang pertama, segala hal yang berhubungan dengan sosok bertubuh besar serta berbulu mengerikan. Kedua, anak yang durhaka pada kedua orang tuanya. Dan terakhir, pembohong.
Ketiga kesalahan itu adalah saat-saat dimana aku tidak dapat lagi memaafkan seseorang atas kesalahan yang telah ia lakukan. Tingkat benciku terasa sudah ada pada puncak tertinggi. Sebelum akhirnya meledak menjadi kepingan-kepingan yang memuakkan.
Namun ada beberapa orang yang telah kupercayai untuk tidak akan pernah mengecewakanku. Daftar nama orang yang telah kutitipkan kepercayaanku itu, hanya pada mereka yang setia dan telah mengenalku luar dalam. Sapah satunya... Adalah Kenzo.
Lelaki yang saat ini sedang kutatap dengan pandangan penuh tanda tanya serta keterkejutan yang berada di luar batas kemampuanku. Bahkan alam bawah sadarku sedang berperang. Batinku bergejolak. Jiwaku serasa akan pupus dan lebih memiliki untuk tak kembali. Karena melihat kenyataan yang entah terasa pahit ataukah manis yang harus kucecap.
Ia... Kenzo, lelaki kepercayaanku itu sedang balik menatapku dengan pandangan mata tajam tanpa getar. Raut wajah beku tanpa senyuman. Serta berbagai macam aura lembut namun penuh keteguhan yang menguar dari seluruh tubuh tegap miliknya. Seakan meyakinkanku untuk mempercayai perkataannya yang lebih mirip sebuah omong kosong itu bagiku.
Saat aku tertidur?
Koma?
Empat hari?
Berbagai pertanyaan timbul dalam benakku. Mencoba mencari satu saja kemungkinan yang dapat diterika akal sehatku. Namun entahlah, semua sangat abu-abu bagiku. Bahkan dinginnya semilir angin yang terasa begitu menyentuh kulit tak dapat kurasakan lagi. Mati rasa. Hanya perasaan menakutkan serta menyebalkan yang kurasakan saat ini.
"Itu... Itu sangat tidak mungkin terjadi, Kenzo. Tidak masuk akal!" jawabku sedikit berteriak.
"Aku koma?! Apa tidak ada alasan lain yang jauh lebih bagus untuk bisa kamu gunakan, huh?" lanjutku mulai geram. Kedua mataku secara berkala menampilkan ekspresi wajah marah yang kutahu konyol, namun tak bisa kututup-tutupi begitu saja. Biarkan saja ia tahu, bahwa aku sedang marah padanya. Bahkan, bukan hanya marah. Namun juga kecewa, sedih juga pedih bercampur jadi satu.
Tanpa kusadari bahkan diluar perkiraanku sekaligus, kurasakan ia mulai menggenggam tanganku lembut. Perlahan-lahan. Seakan takut menggores kulitku seincipun. Diangangkatnya, digenggamnya tanganku sedemikian mudahnya. Seakan berusaha menghantarkan rasa hangat dari sentuhan itu. Seakan ia mengetahui suasana yang seketika berubah dingin secara mendadak ini, entah karena angin yang tiba-tiba berhembus ataukah karena pembicaraan kami yang mulai memancing emosi dari dalam diriku.
Apapun itu tujuannya berhasil. Karena diriku mulai melunak. Perasaanku mulai meleleh akibat perlakuan lembutnya itu padaku. Kurasakan urat-urat yang menegang pada tubuhku mulai melemas. Dengan mudahnya.
"Sssh... Tenanglah, Hazel, tenanglah." perkataan ringan itu bagai sebuah lagu penenang bagiku. Karena bersamaan dengan suaranya itu, ia mulai membawaku dalam dekapannya.
Dekapan yang membuatku dapat dengan seketika berada pada posisi mendebarkan diantara kami. Bahkan aku juga bisa mendengar langsung detakan jantungnya yang bertalu-talu hebat didalam sana. Sama seperti milikku. Seakan dalam setiap detak itu menjeritkan namanya. Dalam posisi ini juga membuatku bisa dengan mudah mencium aroma semerbak khas Kenzo yang baunya sangat kukenal selama ini. Campuran antara daun mint serta aroma manis kayu-kayuan yang menggetarkan jiwa.
Berada pada posisi ini juga membuatku merasakan sebuah kenyamanan yang mendebarkan. Kenyamanan yang tak kurasakan pada siapapun dan dimanapun. Seakan rasa nyaman ini hanya tercipta padanya seorang. Ia yang dengan sekali lihat langsung mengetahui titik lemahku. Titik terendahku lakukan.
"Sshh... Tenanglah, akan kujelaskan semuanya padamu. Namun berjanjilah satu hal. Kamu harus percaya pada diriku. Aku tak butuh yang lainnya, hanya kepercayaanmu. Maka semuanya akan lebih mudah dipahami, Hazel." elusan halus tangannya pada rambutku seakan sebagai mantra bisu, untuk menghantarkan rasa percayanya untukku.
Selanjutnya ia kembali berkata. Sebuah perkataan retotik yang tak membutuhkan sebuah jawaban. Karena satu yang pasti. Semuanya seakan berjalan begitu cepat, setelahnya aku telah berada kembali di tempat duduk mobil dengan Kenzo yang mengemudikannya. Menuju sebuah tempat penuh bukti yang telah Kenzo janjikan untukku sebagai acuan kepercayaannya padaku. Apapun itu satu yang pasti...
"Kumohon percayalah padaku, Hazelnut Camelia."
Aku... Akan selalu mempercayainya. Karena sejatinya kepercayaanku ada pada dirinya seorang. Aku tak butuh yang lain, hanya Kenzo.
Ialah satu-satunya yang kupercayai.
~ ~ ~ ~
Sedih, sebenarnya kemarin part 50 ini udah selesai ditulis. Tinggal publish aja, tapi entah mengapa tiba-tiba hilang begitu aja 😢
Padahal Grace sama sekali gak otak-atik wattpad. Saat kutanya sama penulis yang lain, ternyata mereka banyak yang ngalamin kejadian serupa.
Kalian ngalamin juga gak?
Semoga part ini bisa menghibur kalian semua yang lagi #dirumahaja yaa. Gpp walaupun Grace mesti tulis ulang, yang penting semangat dari kalian terus jalan :)
See U soon
KAMU SEDANG MEMBACA
[MWS:2] Werewolf Mate
Werewolf*Modern Werewolf Story* Hazelnut Camelia sama sekali tidak percaya akan kalimat yang sebelumnya di lontarkan lelaki di depannya ini. Dimana ia adalah sahabat masa kecil Hazel bahkan hingga saat ini. Hazel tahu Kenzo Factorrsy sudah sangat melewati b...