Open media in mulmed :)
****
****
Kala ia memutar tubuh. Melihat pancaran mata yang sama, milik satu-satunya orang yang ia kenal di dunia memiliki netra kelabu layaknya malam gelap tanpa bintang.
Seketika itu... Rasa yang sedari tadi menusuk jantung terpecah begitu saja. Rindu itu... Hilang.
Karena satu-satunya penyebab rindu itu ada disini.
Dihadapannya...
****
Hazel adalah wanita berpendirian diri tinggi. Sudah bukan rahasia umum lagi bagi para keluarga juga sahabat yang mengenalnya dekat. Ia kuat mengambil segala risiko hidup, sekalipun itu bertentangan dengan kenyataan yang ada. Singkat kata, ia sangatlah keras kepala. Apapun yang berkebalikan dengan nalarnya, pasti ditolak mentah-mentah dengan segala cara. Separah itu sikap batu nya itu.
Namun entah mengapa tidak dengan hari ini. Detik dimana seharusnya sikap batu dan keras kepalanya muncul, malah digantikan oleh perasaan khas wanita yang mudah terbuai suasana. Baper. Bawa perasaan. Menyebalkan sekali.
Kedua tangan lelaki itu masih melingkar disepanjang pinggangnya. Begitu juga dengan tatapan mata yang tetap menatapnya meski waktu sudah bergulir lama. Bukan hanya netra gelap milik lelaki itu, namun juga seluruh pasang mata didalam bus yang melihat adegan penuh kejutan antara Hazel dan lelaki didepannya ini.
*Blush*
Mengingat ada puluhan atau lebih mata yang memandangnya, membuat kedua pipi Hazel memerah. Malu. Ia tak pernah menjadi pusat perhatian, lebih tepatnya ia tak mau. Perasaannya mengatakan bahwa ia harus dengan segera mengambil langkah panjang. Memutus hal yang memuakkan ini sendirian.
Tapi di satu sisi, Hazel merasakan sebuah perasaan nyaman yang mendominasi relung batinnya. Ini salah, ia tahu hal itu.
"Lepaskan aku!" Ia berucap pelan. Dengan sedikit intonasi tegas. Namun bagi si pendengar, suara itu lebih mirip rajukan manja dari seorang putri kepada pangerannya. Haha, menggelikan.
Hazel mengambil langkah mundur. Dua langkah lebih jauh dari lelaki itu. Sedikit oleng, sejenak. Namun tak apa. Lebih baik. Daripada harus berdempetan dengan segala spekulasi bermunculan dalam pikirannya.
Kenapa ia diam saja?
Ada apa dengan ekspresi itu?
Apa ia mengkhawatirkanku?
Atau ia hanya berusaha menutupi wajah penuh rasa bersalahnya?
Berbagai paradigma muncul. Membuat isi pikirannya penuh. Mengabaikan beragam tatapan penuh arti penumpang bus lain, Hazel termenung sejenak. Memikirkan tempat tujuan yang akan ia singgahi nanti. Namun percuma. Otaknya tak bisa digunakan untuk memikirkan tentang apapun itu. Yang ada ia malah terus-terusan melirik ke arah depan dimana lelaki itu berada. Berdiri menghadap tepat pada dirinya yang terus menerus menunduk tanpa berani beradu pandang sama sekali.
Hazel tahu ia ingin mengungkapkan sesuatu padanya. Namun dirinya masih belum siap mendengar penjelasan itu. Hatinya masih gundah gulana.
Tiba-tiba saja seseorang yang awalnya duduk di kursi bagian belakang berdiri. Bertepatan dengan bus yang berhenti di tempat pemberhentian. Tanpa berpikir lebih lanjut, ia dengan segera mengambil langkah panjang untuk menduduki kursi kosong itu. Selain karena tubuhnya yang tremor akibat terpaan sorotan tajam dari netra kelabu seseorang, juga karena detak jantungnya yang kian menderu kencang. Sialnya juga diakibatkan oleh orang yang sama.
Hazel menghembuskan napas berat. Setelah duduk manis tepat disebelah wanita tua dengan pakaian kunonya yang manis. Ia memandang untuk kesekian kalinya. Sosok lelaki yang sampai detik ini masih setia memandangnya dengan pandangan lekat.
Oh, bagus Hazel! Hazel mendengus pelan, karena kecerobohannya dalam bertindak. Bagaimana bisa tatapan keduanya saling bersinggungan? Walah hanya beberapa detik saja tapi mampu membuatnya terlena. Ia seakan menyelam dalam gelapnya samudra yang lelaki itu miliki. Jarak tak membutakan bagaimana pandangan keduanya masih terus terjalin. Hazel yang lebih dulu memutuskan kontak itu. Ia tak kuasa menahan semu di kedua pipinya. Karena baru sadar bahwa masih ada banyak pasang mata yang menatapnya sedemikian rupa. Ingin tahu. Bahkan ada beberapa yang tersenyum samar sambil berbisik dengan teman lainnya sesama penumpang bus. Ia yakin seratus persen mereka sedang menggunjingkan dirinya.
Ah, membayangkannya saja sudah membuat Hazel ingin meloncat dari bus ini. Agar segera keluar dari suasana canggung yang entah mengapa tiba-tiba tercipta.Ia bersedekap sambil menutup mata. Mengubur dirinya sedalam mungkin agar netra kelabu itu tak bisa lagi memandangnya. Sesuatu hal yang sia-sia. Mengingat tinggi kursi yang tak lebih dari setengah lehernya itu. Tak bisa menutupi tubuh mungilnya yang mendadak mengambil atensi banyak orang itu.
"Romansa anak muda," Hazel dengan segera memutar kepalanya sebesar empat puluh lima derajat ke samping. Menoleh ke arah kiri dimana wanita tua itu berada. Kedua alisnya berkerut samar karena indra pendengarannya menangkap suaranya sedang bergumam keras. Sedikit janggal karena hanya ia yang bisa mendengarnya. Seakan memberi tanda bahwa gumaman itu memang di tujukan untuknya.
"Excusme? Apa anda sedang berbicara dengan saya?" Ucap Hazel. Yang hanya ditanggapi wanita itu dengan senyuman hangat.
"Siapa namamu gadis cantik?" Mengabaikan ucapan Hazel, ia malah menjawabnya dengan pertanyaan balik.
"Hazel."
"Oh, nama yang bagus," terdapat sedikit jeda di dalam ucapan itu, "jadi siapa nama suamimu itu?"
W-what?
~~~~
Jangan lupa like, comment and share cerita ini ke teman-teman kalian :")
Thx 흫_흫
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
[MWS:2] Werewolf Mate
Werewolf*Modern Werewolf Story* Hazelnut Camelia sama sekali tidak percaya akan kalimat yang sebelumnya di lontarkan lelaki di depannya ini. Dimana ia adalah sahabat masa kecil Hazel bahkan hingga saat ini. Hazel tahu Kenzo Factorrsy sudah sangat melewati b...