Satu jam sebelumnya...
Hentakan langkah kaki yang terdengar jelas di dalam hutan yang penuh dengan kesunyian ini, milik seorang lelaki yang baru saja keluar dari sebuah rumah pinggiran hutan. Dengan pasti membelah keheningan mencekam yang terbangun oleh keterdiaman massa yang ada. Menciptakan harmoni selaras dengan alam, menyatu bagai paduan atmosfer antara surga dan neraka.
Raut wajahnya gelisah. Namun juga terdapat setitik emosi disana. Melingkupi segenap ketampanan yang dimiliki pemuda itu. Kedua tangannya tersimpan dalam saku celana jeans hitam yang ia gunakan, serta rambut acak-acakan miliknya yang ia biarkan tetap berantakan. Mata tajam itu memandang sekeliling dengan teliti. Mencoba meresapi keadaan. Memastikan bahwa ia benar-benar sendirian. Akan menjadi masalah besar jika ada orang lain yang melihat dan mengetahui arah tujuannya saat ini. Berjalan sendirian ditengah hutan dengan hari yang sudah menunjukkan waktu sore. Membuat siapapun pasti akan mencurigainya.
Tibalah di sebuah sungai. Dengan aliran air yang deras dan jernih. Ia berdiri, terdiam kaku. Memandangi pantulan bayangannya dari permukaan sungai itu. Perlahan namun pasti, ekspresi itu berubah. Menampilkan wajah datar tanpa emosi yang berarti. Suasana tiba-tiba terasa dingin menusuk tulang. Hanya suara air yang bisa didengar. Tapi lelaki itu tak peduli. Ia tetap dengan pandangannya yang menjurus pada jernihnya air yang mengalir.
"Aku berharap ia bisa menerima semua kenyataan hidup ini," ia bersuara pelan. Hampir seperti bergumam. Tidak ada seorangpun disekitar, hanya lelaki itu. Sendirian. "Akan terlalu berat baginya melewati semua ini sendirian," ia berucap kembali. Kali ini lebih keras. Seperti sengaja mengeraskan suara agar ada yang bisa mendengarnya.
"Aku takut-" Berhenti sejenak. Napasnya mulai terdengar memberat. Seperti seseorang yang mencoba merebut kendali atas dirinya sendiri. "Aku takut ia tak bisa menerima diriku yang sebenarnya dengan seutuhnya."
Dan begitulah seterusnya. Untaian kalimat demi kalimat terus menerus keluar dari mulutnya. Bukan hanya sekedar kata, melainkan perasaan hati darinya yang terdalam. Entah untuk siapa, yang pasti semua ini teruntuk seseorang yang sangat berharga bagi hidupnya. Tidak ada air mata, tapi semua kalimat itu sarat akan makna ketulusan melebihi air mata itu sendiri.
Kali ini ia tak lagi diam. Melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Ya, bukan sungai tujuan lelaki itu. Melainkan sebuah tempat yang lebih menegangkan dari hanya sekedar 'sungai bagian dalam hutan'. Bukan dengan berjalan santai. Namun berlari dengan kecepatan sedang. Tak jauh dari sungai itu berada, terdapat sebuah goa besar dengan daun-daun kering berguguran. Bagaikan goa raksasa yang terselimuti oleh guguran daun sebagai alas lantainya. Nampak sangat menyeramkan. Terlebih hutan yang sepi dan juga keadaan sore hari menambah suasana yang semakin menegangkan.
Goa inilah tujuan utama lelaki itu.
Tanpa ragu ia melangkah pasti. Memasuki bagian terdalam goa. Walau dalam kegelapan, ia tak menbutuhkan peralatan oenambah cahaya apapun. Kegelapan tak masalah baginya. Ia bisa menangani semua ini. Gelap gulita sudah bagaikan teman kesehariannya. Ia berjalan lurus, seperti sudah menghapal seluk beluk goa di luar kepala. Semenjak kejadian itu tempat ini menjadi penyelamat bagi dirinya dan dua orang lainnya.
Semakin masuk kedalamnya, mulai terlihat cahaya remang-remang yang turut membantu penglihatan. Banyak bebatuan mulai dari besar dan kecil berserakan. Ia mengabaikan itu semua, satu yang berada dalam jarak pandangannya. Sebuah batu berukuran besar yang berada tepat ditengah goa.
Dua orang terbaring lemah disana. Sedikit kerutan menghiasi permukaan halus wajah tampan itu, melihat kesadaran yang tak kunjung melingkupi. Mereka masih dalam keadaan tertidur. Lelap dalam mimpi.
Ya, tertidur.
Kalian pasti bisa menebak siapa dua orang itu. Ya, para penyihir yang turut membantu mengembalikan Hazel. Merenggutnya dalam dunia mimpi buatan penyihir jahat. Sementara sekarang... Lihatlah keadaannya. Mantra tidur itu berbalik menyerang keduanya. Sangat naas, 'kan?
Lelaki itu melangkahkan kakinya. Semakin mendekat pada bongkahan batu besar dan mengambil sisi tepat disamping salah seorang diantara keduanya. Seorang wanita bersurai coklat panjang dan seorang lagi yang memiliki rambut blonde pendek.
"Bangunlah..."
Suara lelaki itu mendesis pelan. Diantara remang-remang cahaya dalam goa, dengan desiran udara yang dingin mencekam kulit.
"...ini perintah!"
Kata terakhir itu ia ucapkan dengan intonasi tegas. Menyeruakkan nada yang membuat siapapun akan tunduk pada ucapannya.
Mata lelaki itu melebar. Kedua alisnya terangkat menantang. Tangan penuh urat itu mengepal kuat. Wajahnya berubah beringas. Insting liar miliknya mengatakan keadaan gadisnya dalam bahaya besar.
Tiba-tiba terdengar jauh diluaran hutan, beberapa auman serigala datang dan tanpa disadari mengepung rumah cafe yang sebelumnya ia datangi.
"HAZEL!!!"
Lelaki itu... Kenzo. Seketika berlari dengan kecepatan kilat, menembus hutan. Demi menyelamatkan gadisnya yang berada dalam bahaya.
~~~~
Semoga besok bisa cepet update... Aku tahu kalian menunggu cerita ini >o<
Menurut kalian, bagaimana cerita ini?
Comment dong, apa yang bisa buat kalian tetep baca cerita ini? Dan apa yang kalian suka dari couple Hazel-Kenzo???Oh iya, Connect with me on instagram for more info of my own story... sarahrmdhnia34. Follback? Tinggalin komen aja yaaa... Grace pasti follback kok
No bokis 🙆
See U soon~
KAMU SEDANG MEMBACA
[MWS:2] Werewolf Mate
Werewolf*Modern Werewolf Story* Hazelnut Camelia sama sekali tidak percaya akan kalimat yang sebelumnya di lontarkan lelaki di depannya ini. Dimana ia adalah sahabat masa kecil Hazel bahkan hingga saat ini. Hazel tahu Kenzo Factorrsy sudah sangat melewati b...