Chapter 7

19.5K 1.4K 11
                                    

Author POV

Alpha William dan Berlin—wanita yang Adlina panggil jalang— saling pandang.

"Apa benar dia anak kamu?" Tanya Berlin pada Alpha William, Alpha William mengangguk mengiyakan.

"Iya, dia anakku," Jawab Alpha William, setelahnya dia menyeruput secangkir kopi yang sudah dingin di meja karena dibiarkan terlalu lama.

"Berapa jumlah anakmu?" Tanya Berlin lagi.

"Ada 2, yang pertama laki-laki dan yang kedua perempuan, yaitu Adlina," Jelas Alpha William.

Berlin tampak cemberut.
'Kalau Will punya anak, berarti warisannya akan jatuh pada anaknya, apalagi anaknya ada 2. Artinya kemungkinan aku mendapatkan seluruh harta William sangat kecil. Padahalkan lumayan kalau Will tidak punya anak, seluruh hartanya akan jatuh padaku. Aku harus mencari pria kaya lain.' Batin Berlin licik.

Entah kenapa Alpha William tidak membaca pikiran licik Berlin atau wanita lain yang biasa dekat dengannya. Atau mungkin Alpha William sudah mengetahuinya tapi tidak peduli.

"Um... Will, bagaimana kalau kita pergi ke Mall?" Ajak Berlin.

Alpha William tersenyum, lalu mengangguk, meninggalkan cangkir kopi yang isinya tinggal separuh.

"Baiklah, ayo pergi." Alpha William menggandeng tangan Berlin keluar dari mansionnya.

Sementara di tempat lain, Adlina menatap Alpha William dan Berlin dari balkon kamarnya dengan tatapan datar.

"Papa mau aja dimanfaatkan oleh Jalang itu," Gumam Adlina.

"Asalkan Papa tau, sebenarnya aku ingin memanggilmu dengan sebutan 'Papa' sama seperti Adlan, tapi kurasa aku tak bisa. Aku sangat menyanyangimu, tapi masa lalu yang membuatku jadi begini. Kau sendiri yang membuat aku seperti ini. Papa, aku rindu pelukanmu, namun aku hanya merasakannya sekali, saat aku masih bayi. Dan yahh.. aku mungkin mengingatnya. Aku juga masih sangat ingat peristiwa itu..." mata Adlina menerawang jauh ke masa lalu.

🌷🌷🌷

Flasback on

2 orang anak kecil berlari di taman bunga yang ditumbuhi bunga mawar pink yang indah dan harum.

"Alan, Alin! Hati-hati sayang! Nanti jatuh!" Peringat Luna Rose, Mama mereka yang sedang hamil tua.

"Iya Ma!" Jawab mereka serempak.

Bruk!

Alan jatuh karena tersandung batu saat Alin mengejarnya.

Alpha William, Ayah Alan dan Alin, yang melihat Alan terjatuh langsung menghampiri Alin, lalu membentak bocah malang itu.

"Dasar anak tak berguna! Apa yang kau lakukan sampai membuat Adlan jatuh?!!" Bentaknya pada Alin yang tak tau apa-apa, Alin pun hanya menangis.

Luna Rose datang kemudian langsung memeluk Alin dengan erat, "Kenapa kau membentaknya?" Tanya Luna Rose pada Alpha William.

"Karena anak itu, Adlan jadi terjatuh!" Jawab Alpha William.

"Tapi ini semua bukan kesalahan Alin!" Bela Luna Rose, Alin menangis di pelukan ibunya.

"Tetap saja, kalau bukan anak itu mengejar Adlan, Adlan tidak akan jatuh tersandung batu!"

Alin (Adlina kecil) sudah muak dengan pertengkaran kedua orang tuanya. Alin menatap Alan yang masih menangis sambil memegang lututnya yang berdarah.

Alin berjalan mendekati Alan, kemudian memetik beberapa daun untuk obat luka yang memang sengaja ditanam oleh Luna Rose di taman itu.

Alin meremas daun itu sampai hancur, lalu menempelkannya di lutut Alan yang berdarah.

Alin memang terbilang pintar diusianya yang baru 4 tahun, satu tahun dibawah Alan.

Alan berhenti menangis, ia mengusap air matanya, memandangi wajah Alin, "Makasih, Lin." Ucapnya dengan tulus. Alin mengangguk.

Ternyata kedua orang tuanya masih berdebat. Dengan keberanian yang ada, Alin berteriak agar orang tuanya berhenti bertengkar.

"MAMA!! PAPA!! UDAH BERANTEMNYA!!"

Seketika keadaan jadi hening, setelah mendengar teriakkan berani Alin.

"Kenapa kalian malah berantem?! Kasian Alan!! Bukannya ditolong, tapi kalian malah berantem sendiri!!" Lanjut Alin dengan mata berkaca-kaca.

Alpha William yang tersadar langsung menggendong pergi Alan, membawanya menuju dokter untuk mengobati lukanya.

"Pa, turunin Alan, Pa!bAlan mau main sama Alin Papa.." rengek Alan, namun Alpha William mengabaikan rengekan Alan.

Ketika Alpha William dan Alan sudah tidak terlihat lagi, Luna Rose memeluk Alin dengan sangat erat.

"Kenapa Papa gak sayang sama Alin, Ma?" Tanya Alin, tak terasa air matanya mengalir di pipi gembulnya.

Luna Rose menggeleng, mengusap kepala Alin dengan lembut, "Papa sayang kok sama Alin,"

"Tapi tadi kenapa Papa bentak Alin? Alin anak nakal ya, Ma?" Tanya Alin tersedu.

"Itu karena Papa sedang khawatir sama kondisinya Alan, jadi Papa gak sengaja bentak Alin," kata Luna Rose menenangkan.

"Alin tidak nakal kok, Alin 'kan anak baik," lanjut Luna Rose.

Alin masih menangis tersedu-sedu, mata hijaunya meredup tidak memancarkan sinar keceriaan seperti biasanya.

"Alin bobok ya? Sudah siang," ajak Luna Rose, berusaha mengalihkan perhatian Alin.

Luna Rose tersenyum menatap wajah Alin, mengusap air mata Alin yang mengalir dengan ibu jarinya.

"Tidak apa-apa, Mama ada di sini akan menemani Alin." Bisik Luna Rose.

Alin hanya menganggukkan kepalanya kecil.

TBC

(Sudah direvisi)

ADLINA [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang