Chapter 36

10.6K 842 13
                                    

Author POV

Tubuh Tessya menegang, jantungnya bergegub dengan kencang, keringat mengalir di pelipisnya.

Abigail tersenyum miring, ia menatap Cefara, "Sekarang kau tau 'kan kenapa aku tidak mengijinkanmu untuk menyiram Adlina dengan wolfsbane?" Mindlink Abigail pada Cefara.

"Kau licik, kak," balas Cefara.

"Kau lupa? Keluarga kita semuanya licik," ucap Abigail.

"Ya.. ya.. ya.. terserah kak Ilene saja," Cefara mendengus.

"Ada satu hal lagi yang harus kau lakukan, Vyeta," Abigail melipat kedua tangan di depan dada.

Cefara hanya mengangguk, ia memperhatikan keadaan sebelum melancarkan aksinya.

Salah seorang siswa mengacungkan jari telunjuknya.

"Apakah ada saksi mata yang melihat penyiraman itu?" Tanyanya.

Mr. Albert mengangguk.

"Melviano, tolong kau panggilkan Nancy," perintah Mr. Albert pada Melvin.

"Tidak perlu, saya sudah di sini," ucap Nancy yang tiba-tiba sudah ada di sebelah Hans yang masih menggendong Adlina di punggungnya.

Semua mata tertuju pada Nancy. Nancy sudah menyiapkan mental untuk menerima semua pertanyaan yang tertuju pada dirinya.

"Siapa yang ada di sana selain dirimu dan Adlina?" Tanya Mr. Albert.

"Pasti ada, tapi saya tidak tahu orangnya. Yang jelas, tiba-tiba Adlina memekik keras saat kami sedang berjalan tepat di bawah pohon di gedung belakang," jawab Nancy.

Abigail tersenyum samar, ternyata ramuannya berhasil mengelabuhi penciuman werewolf sekuat Nancy.

Kini, pandangan mereka beralih pada Adlina.

"Apa kau melihat orangnya, Adlina?" Tanya Mr. Albert.

Adlina menghela napas, "saya tidak melihat orangnya, tapi saya yakin bahwa orang itu adalah penguntit yang handal karena mengetahui saya melewati jalan itu. Padahal, biasanya saya melewati jalan utama, bukan jalan di gedung belakang," jawab Adlina.

Seorang siswa lain mengacungkan jari telunjukknya, "Andre dan genknya biasa berkumpul di situ setiap pulang sekolah!" Ucapnya menunjuk Andre dan teman-temannya yang sedang berdiri sambil bersandar di dinding.

Andre segera menarik kerah baju siswa itu.

"Jaga ucapanmu!" Ucap Andre dengan geram.

"Udah, Ndre, udah. Ada Mr. Albert," ucap teman Andre berusaha memisahkan mereka.

Mr. Albert menatap Andre dengan tatapan datar. "Bukan Andre pelakunya," ucap Mr. Albert yang dikenal bisa membaca pikiran orang lain. Padahal Mr. Albert hanya melihat ekspresi wajah orang tersebut, karena untuk membaca pikiran Mr. Albert harus menyentuh objek secara langsung.

Andre menatap tajam siswa itu, seolah berkata ia tidak akan melepaskannya. Siswa itu hanya beringsut ketakukan, menyesal karena sudah menuduh Andre.

"Siapa saja yang kemarin lewat di gedung belakang?" Tanya Mr. Albert lagi.

Para siswa dan siswi mulai berbisik satu sama lain.

"Aku gak pernah lewat gedung belakang karena takut ketemu genknya Andre." Bisik salah satu siswi pada temannya.

"Kalo aku gak pernah lewat situ karena takut ada hantu." Ucap yang lainnya.

Cefara menatap Tessya yang berusaha setenang mungkin agar pikirannya tidak bisa dibaca Mr. Albert. Cefara akan melakukan satu hal yang harus dilakukannya

ADLINA [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang