Author POV
Tubuh Diandra melemas, pandangannya mengabur. Energi di dalam tubuhnya tinggal sedikit.
"Lin, aku gak kuat. Kamu yang ambil alih..." lirih Diandra yang sekarang sedang meringkuk di bawah batang pohon jati.
"Kamu gila ya? Pake baju dulu!" Ucap Adlina.
Diandra berjalan dengan tertatih-tatih menuju salah satu semak belukar untuk bertukar shift dengan Adlina.
Selesai bertukar shift, Adlina menatap luka di sekujur tubuhnya dengan tatapan ngeri. Darah putihnya terus mengalir, ia harus segera menghentikan pendarahan itu.
"Heal..." lirih Adlina sembari menekan luka yang paling besar dan mengeluarkan banyak darah.
Tubuhnya semakin melemah, ia sudah tidak sanggup untuk berdiri.
"Dave, please help me," mindlink Adlina pada Dave.
Dave segera datang.
"Apakah kamu masih kuat berdiri, Lin? Kalau tidak kuat biar aku menggendongmu," balas Dave.
Adlina mencoba untuk berdiri. Namun kenyataanya, ia kembali terjatuh dan terduduk di tanah.
Adlina kembali mencoba, ia berpegangan pada batang pohon. Kali ini berhasil, tapi Adlina tidak yakin apakah ia masih sanggup untuk berjalan atau tidak.
Ia melangkahkan kakinya. Belum ada satu langkah Adlina kembali terjatuh, ia mendesis.
Dave segera membantu Adlina untuk duduk di atas punggungnya. Adlina memeluk leher Dave, saat kepalanya sangat pusing.
Dave dan Maverick berlari dengan kencang menembus kegelapan malam.
🌷🌷🌷
Dave melambatkan laju larinya saat ia sudah sampai di Red Moon Pack.
"Dave, bawa aku ke kamar, jangan ke rumah sakit," ucap Adlina dengan lirih.
Dave hanya mengangguk.
Saat di ruang tamu, Dave bertemu dengan Luna Calista yang sedang membaca buku.
Dave membungkukkan tubuhnya, sementara Luna Calista menutup mulutnya, setitik air bening mengalir dari matanya.
"Kalian!! Cepat bawa Adlina ke kamarnya!!!" Perintah Luna Calista pada warrior yang sedang berjaga.
Para warrior itu mengangguk patuh kemudian mengangkat tubuh lemah Adlina dari punggung Dave.
Maverick baru saja sampai, napasnya terengah karena tidak bisa mengimbangi kecepatan lari Dave.
Ia bertukar dengan Arnold.
Luna Calista mengambilkan dua buah selimut dari dalam lemari yang ada di sebelahnya untuk menyelimuti tubuh Dave dan Arnold.
Hans terduduk lemah, energinya terkuras lumayan banyak. Selain itu, ia juga merasa berasalah karena tidak bisa menjaga Adlina.
"Maafkan saya karena tidak bisa menjaga Luna Adlina, Luna," ucap Hans menundukkan kepalanya.
Luna Calista tersenyum hangat, ia mengusap puncak kepala Hans dengan lembut.
"Tak apa, Hans. Kau telah melakukan yang terbaik," ucap Luna Calista.
Hans hanya terdiam.
Brak!
Melvin membuka pintu dengan tidak santainya setelah mendengar bahwa sang mate terluka karena diserang segerombolan rogue dan Black witch.
Wajah Melvin menampilkan kekhawatiran yang amat sangat.
"Mana Adlina?!" Tanyanya.
"Dia sedang ditangani oleh dokter Xeira di kamarnya," ucap Luna Calista.
Melvin kembali berlari tanpa mengucapkan sepatah kata lagi.
Melvin memasuki kamar Adlina yang berada tepat di samping kamarnya di lantai 4.
Ia menatap Adlina yang terbaring lemah dengan tatapan sendu.
"Sampai kapan kamu akan berdiri di sana?" Tanya Adlina dengan suara yang lirih.
Melvin menghampiri Adlina, ia menggenggam jari-jemari tangan kanan Adlina yang terasa dingin.
"Kenapa?" Tanya Adlina saat Melvin hanya menatap tepat di manik hijau Adlina tanpa mengucapkan sepatah kata.
Melvin mencium punggung tangan Adlina.
"Maafkan aku, Sweetheart," ucap Melvin.
Adlina mengusap rambut Melvin dengan sayang. Ia tau Melvin sangat mengkhawatirkan dirinya.
"Bukan salahmu," ucap Adlina sambil tersenyum.
"Tapi kamu terluka karena aku yang telah lalai dalam menjagamu," ucap Melvin menundukkan kepalanya.
Adlina meraih dagu Melvin, "hei? Tatap mataku, jangan menunduk," ucap Adlina.
Melvin mendongak, manik hitam kelam itu bertemu dengan manik hijau milik Adlina.
"Apakah aku kelihatan sedang kesakitan?" Tanya Adlina menangkup wajah Melvin.
Melvin memperhatikan Adlina, kemudian ia menggeleng pelan.
"Lihat? Aku gak terluka, cuma kehabisan energi aja," ucap Adlina sembari mengusap pipi Melvin.
"Pembohong! Kamu gak liat luka di tubuh kita?" Tanya Diandra.
Adlina meringis pelan.
"Iya iya, aku liat. Bentar lagi juga sembuh kok," jawab Adlina enteng.
Diandra mendengus.
"Kamu lupa? Kita kena rantai perak yang dilapisi wolfsbane! Luka itu akan lebih lama untuk sembuh! Bahkan bisa menimbukan bekas!" Ucap Diandra.
"Itulah sebabnya aku pake baju lengan panjang, ogeb!" Balas Adlina dan memutus mindlink dengan Diandra.
Biarlah Diandra mengomel di dalam sana, Adlina sudah kelelahan. Pada akhirnya ia menutup matanya.
Adlina akan tidur untuk memulihkan energinya yang sudah habis, membiarkan jarinya digenggam oleh Melvin.
TBC
Sorry for typo🙏...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Huaaa!! Gue minta maaf karena pas hari Rabu gak update AdlinaT-TIni juga chapternya jadi pendekT-T
Nah, jadi biar kalian ga merasa diPHP'in gue, gue kasih tau aja deh. Mulai sekarang gue bakal update seminggu sekali, kalau gue update dua kali dalam seminggu itu artinya bonus untuk kalian.
Sekali lagi gue minta maaf <_>
Jangan lupa vote dan comment seperti biasa,
⭐➡🌟✔
Okay, see you next week and thank you, guys!!
🔥
Vuur Meisje.
(Sudah direvisi)
KAMU SEDANG MEMBACA
ADLINA [Tahap Revisi]
Werewolf"Werewolf lemah! Tak berguna! Kau seharusnya tidak lahir ke dunia ini!" Aku sering mendengar kalimat itu tertuju untukku. Menyakitkan memang, tapi itulah kenyataannya. Namun semua itu hanya masa lalu, sekarang aku bukan werewolf lemah lagi. ~Adlina...