Chapter 40

10.3K 761 44
                                    

Author POV

"Sebentar lagi selesai..." gumam Abigail mencampurkan beberapa cairan aneh yang dibuatnya.

Dengan selesainya racun yang sedang ia buat, maka rencana yang Abigail rencanakan akan berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun.

"Kamu masih belum selesai juga?" Tanya Lustio menatap ruang tamu yang masih berantakan karena ulah Abigail.

"Hm,"

Lustio duduk di sebelah Abigail, ia menatap adiknya dengan prihatin.

"Kamu yakin akan melakukan ini?" Tanya Lustio.

"Aku sangat yakin," jawab Abigail mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya dengan lengan.

"Devilene, aku tau kamu ingin membalas dendam. Tapi kenapa kamu malah membalas dendam kepada mereka? Padahalkan... matemu mati karena-"

"Diam!"

Abigail menatap bengis pada Lustio. Jari telunjuknya terangkat untuk menunjuk wajah Lustio.

"Kau tak perlu ikut campur urusanku! Terserah padaku untuk balas dendam pada siapa! Mereka juga ada sangkut pautnya! Dan kuingatkan padamu, kak, jangan pernah mengungkit kematiannya!" Bentak Abigail pada Lustio yang menatapnya dengan tatapan datar.

Kekehan terdengar dari mulut Lustio, ia menurunkan jari telunjuk Abigail yang masih menunjuk wajah tampan nan rupawannya.

"Bukannya karena kematian Nike kamu ingin membalas dendam? Itu berarti kamu sendiri yang mengungkit kematian Gamma White Moon Pack itu. Gamma yang mati karena dibunuh oleh kelompok ayah," ucap Lustio.

Air muka Abigail berubah lebih bengis dari sebelumnya. Matanya menatap tajam pada Lustio.

Secara tiba-tiba kedua tangan Abigail sudah berada di leher Lustio, mencekiknya.

"Kak Lustio, aku memang selalu mengungkitnya. Tapi, ada satu hal yang tidak pernah aku lalukan setelah kematiannya, yaitu menyebutnya dengan Gamma Pack sialan itu," ucap Abigail.

Disela ringisannya, Lustio tersenyum miring.

"Jadi ini kali pertamanya kamu menyebutnya Gamma, huh?"

Cekikan tangan Abigail pada leher Lustio mengerat. Lustio semakin kehabisan napas, tenggorokannya sangat perih.

"Ah, ya juga. Sebenarnya aku bukan hanya membenci ayah dan sekelompok rogue itu. Tapi aku juga membenci seluruh penghuni dan keturunan Pack sialan itu, karena mereka lah, orang yang kusayangi mati!!"

"Akh!!" Lustio berusaha melepaskan cekikan Abigail di lehernya.

"Tapi kau menjadi anak kesayangan ayah!" Ucap Lustio dengan lirih.

"Oh yang itu, aku sengaja. Agar aku bisa menjadi orang kepercayaannya dan bisa membunuhnya dengan mudah,"

Pada akhirnya, Abigail melepaskan cekikannya. Lustio bisa bernapas lega. Ia meraba lehernya, pasti ketika Lustio bercermin ia akan mendapati cap tangan Abigail.

Tapi setidaknya Lustio berterima kasih pada Abigail karena mau melepaskannya hanya dengan bekas cekikan, bukan dengan luka bakar parah hasil dari racun buatan Abigail.

Sepertinya Lustio masih dalam golongan orang yang beruntung.

Abigail kembali berkutat pada racun yang dibuatnya.

"Aku sudah lama tidak mempunyai seseorang untuk curhat. Kulihat, kamu cocok untuk tempat aku curhat," ucap Abigail.

Dengan ragu Lustio berjalan kemudian duduk di samping Abigail.

ADLINA [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang