Adlina POV
Saat aku sedang berkomunikasi lewat mindlink dengan Alpha William, aku melirik sekilas ke arah Tessya yang sedang mengagumi Pack house ini.
Aku tau apa yang sedang dipikirkannya. Dia ingin menguasai seluruh harta Alpha William, dan setelahnya itu dia akan membiarkan Alpha William hidup di jalanan.
Oh ayolah, aku tidak akan membiarkan dia melakukan itu. Walaupun Alpha William seperti lelaki belang yang kurang belaian bagaimanapun juga dia tetaplah ayahku. Aku tidak terima dia diperlakukan demikian.
Tanganku terkepal dengan kuat. Aku berjalan mendekati Tessya, tapi tangan kiriku dicekal oleh Nancy. Aku menyentak tangan Nancy dan kembali melanjutkan langkah.
Tanganku terulur untuk menarik rambut panjang milik Tessya. Aku berbisik di telinganya.
"Kamu ingin harta ayahku? Dan kamu ingin menguasai seluruh harta ayahku? Kamu gak akan pernah bisa mendapatkannya!"
Dan tanpa diduga—
PLAK!
Alpha William menamparku hanya karena Tessya yang baru saja dikenalnya dari pada darah dagingnya sendiri.
Oh, Moon Goddess, aku berusaha melindungi Papa, aku berusaha bersikap baik padanya. Tapi kenapa seperti ini balasannya? Apa salahku padanya?
Aku mengendus udara saat mencium bau Adlan yang sangat menyengat. Dan benar saja, Adlan melihat kejadian saat Alpha William menamparku.
"Berani kamu menyakiti Tessya!! Pergi kamu dari Pack house ini!!!" Bentak Alpha William menunjuk pintu.
Tes.
Satu bulir air mata buayaku menetes. Hahaha, mana mungkin seorang Adlina Brave Jeslyn Adelicia Ashmore menangis hanya karena ditampar. Yah, walaupun hatiku sebenarnya terasa sakit.
"Drama Queen," Diandra mendengus.
"Kamu gak mau ikutan nih? Beneran?" Tanyaku pada Diandra.
"No, thanks. Aku gak minat." Jawab Diandra malas.
Aku sebenarnya ingin tertawa melihat reaksi terkejut Alpha William dan Tessya, tetapi aku harus menahannya demi akting yang sempurna.
"ADLINA!!!" Teriak Adlan sambil berlari ke arahku, memeluk tubuhku dengan erat.
Tangisan air mata buayaku semakin deras saja. Tapi tunggu dulu, ini bukan air mata buaya melainkan air mata sungguhan. Kenapa aku malah menangis? Kenapa rasanya semakin sakit saja saat Adlan memelukku? Apa karena rasa tulus yang Adlan berikan padaku menggantikan sosok ayah yang tidak pernah aku dapatkan?
"Masih sakit?" Tanya Adlan membelai lembut pipiku yang memerah karena bekas tamparan dari Alpha William, ia juga mengusap air mataku dengan ibu jarinya.
Aku mangangguk pelan sambil terisak, berusaha menghentikan air mata sungguhan ini.
Adlan menatap datar ke arah Alpha William, mendekapku erat.
"Pa, sebelumnya maafkan Adlan. Apakah hanya karena wanita murahan itu Papa menjadi menampar dan mengusir Adlina? Kenapa Papa selalu menolak kehadiran Adlina? Kenapa, Pa? Adlan berusaha mendekatkan Papa dengan Adlina. Tapi ternyata yang terjadi Papa malah mengusir Adlina demi wanita murahan itu. Adlan kecewa sama Papa," ucap Adlan, matanya memancarkan kekecewaan dan kemarahan yang membara.
Adlan berganti menatap Tessya yang masih terkejut dengan kehadirannya. Sepertinya dia lebih terkejut karena baru mengetahui bahwa Adlan adalah kakakku.
"Dan untuk kamu. Kamu jauhi ayahku! Jangan pernah kamu muncul atau deketin ayahku lagi! Aku tau kamu cuma mengincar harta bokap! Pergi!" Usir Adlan pada Tessya yang menenggelamkan wajahnya pada kedua tangannya, entah karena malu atau takut.
Maaf, Lan. Aku menyeretmu dalam masalahku dengan Alpha William, membuatmu bertengkar dengannya. Sungguh, aku tidak bermaksud.
Adlan menuntunku berjalan keluar dari Pack house ini menuju mobilnya yang terparkir di garasi, meninggalkan motornya dan motorku di parkiran.
"Lin, untuk sementara kamu tinggal di rumahku dulu ya? Atau mau di rumah Tante Sofia," pinta Adlan.
"Rumah Mamih," jawabku sesenggukan.
"Nan, kamu udah bawa tas Adlina 'kan?" Tanya Adlan pada Nancy yang sedang membawakan tasku dari dalam kamar.
"Udah kak." jawab Nancy masuk ke dalam mobil Adlan.
🌻🌻🌻
Mamih menyambut kedatangan kami saat melihat mobil Adlan yang memasuki pekarangannya.
Adlan membukakan pintu untukku. Mamih segera memelukku dengan erat, mengusap punggungku mencoba menenangkan.
"Tante, aku titip Adlina ya. Maaf merepotkan," pinta Adlan menggendong tasku.
Mamih mengangguk, "Tidak usah merasa tidak enak, Lan. Sudah tanggung jawab Tante merawat kalian berdua seperti permintaan Luna Rose," jawabnya.
Mamih menangkup pipiku, melihat bekas kemerahan yang disebabkan oleh tamparan keras Alpha William. Wajah Mamih tampak sedih, beliau bahkan hampir menangis.
"Kamu istirahat di dalam ya, Nancy juga," ucap Mamih tersenyum sendu.
Nancy mengangguk, menggandeng tanganku masuk ke dalam rumah.
"Adlan, kamu menginap juga ya," ajak Mamih.
Adlan menolak dengan halus, "maaf, Tante. Aku masih ada urusan di Pack,"
Mamih maklum, Adlan memang sibuk dengan tugasnya sebagai calon Alpha White Moon Pack yang selanjutnya.
Adlan pamit pulang, dia menatapku yang belum sepenuhnya masuk ke dalam rumah dengan senyum lembut. Aku membalas senyumannya.
TBC
(Sudah direvisi)
KAMU SEDANG MEMBACA
ADLINA [Tahap Revisi]
Werewolf"Werewolf lemah! Tak berguna! Kau seharusnya tidak lahir ke dunia ini!" Aku sering mendengar kalimat itu tertuju untukku. Menyakitkan memang, tapi itulah kenyataannya. Namun semua itu hanya masa lalu, sekarang aku bukan werewolf lemah lagi. ~Adlina...