Author POV
Berbeda dengan Adlina yang terbaring lemas di atas kasur, Melvin sedari tadi tidak henti-hentinya mengumpat di dalam hati. Bagaimana tidak mengumpat, rapat OSIS sudah berlangsung selama 45 menit, dan sampai sekarang mereka belum menemukan solusi dari pembahasan yang didiskusikan.
Perasaan Melvin tidak enak, ia khawatir pada Adlina. Jari-jarinya mengetuk meja dengan gelisah.
Hans yang menyadari kegelisahan Melvin pun memindlinknya.
"Kamu kenapa?" Tanya Hans.
Melvin sedikit tersentak karena terkejut, ia menatap Hans yang duduk di seberangnya dengan tatapan penuh tanya.
"Ngapain kamu natap aku gitu?" Tanya Hans sembari mengutarakan pendapatnya pada anggota OSIS.
"Ada apa?" Melvin balik bertanya.
Ekspresi wajah Hans sedikit berubah, Beta Red Moon Pack yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS itu berdecak dalam hati.
"Harusnya aku yang tanya ada apa!" Balas Hans, ngegas.
"Gak apa." Ucap Melvin menumpu dagunya, memperhatikan Hans yang sedang beradu agrumen dengan salah satu anggota.
"Kamu pikir aku gak tau kegelisahanmu, hm? Aku tau, Vin." Hans merendahkan nada bicaranya.
Helaan napas terdengar dari mulut Melvin saat salah seorang anggota meminta pendapat darinya. Walaupun tidak memperhatikan, namun pendengaran Melvin masih bisa menangkap apa yang sedang dibicarakan oleh rekan-rekannya. Ia hanya menjawab dengan singkat padat dan jelas, berharap rapat akan segera berakhir.
Sebuah senyum miring terbit di bibir seseorang, dalam hati ia tertawa atas penderitaan yang diterima Adlina. Kalian pasti mengetahui siapa orang itu.
🍃🍃🍃
Rapat telah berakhir. Dengan tergesa, Melvin mengemasi berkas-berkas di mejanya dan segera berlari keluar dari ruang OSIS. Hans hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kekhawatiran Melvin yang berlebihan. Ia ikut berlari menyusul Melvin
Ruang OSIS telah sepi, hanya ada Abigail yang sedang menulis ulang hasil rapat.
"Kau masih di sini rupanya," ucap seseorang pada Abigail.
Abigail menoleh, ia menemukan adiknya yang sedang berdiri di depan pintu ruang OSIS, hanya sebentar ia menatap gadis kurus berambut hitam bergelombang itu.
"Ada yang ingin kau katakan?" Tanya Abigail.
Gadis itu berjalan menghampiri Abigail, ia duduk di sebuah kursi.
"Aku ingin melaporkan kejadian tadi siang," jawabnya.
Abigail masih menulis, namun telinganya tetap mendengarkan laporan sang adik.
"Tidak ada yang melihat kejadian di sana selain aku," lanjutnya.
Abigail menganggukkan kepalanya, "bagus,"
"Kenapa harus Tessya yang menyiramkan wolfsbane pada Adlina?" Tanya adik Abigail penasaran.
"Kau akan melihatnya besok," jawab Abigail sembari memasukkan hasil salinannya ke dalam tas.
"Katakanlah sekarang, aku penasaran!" Ucap adik Abigail.
Abigail berjalan keluar ruang OSIS, meninggalkan adiknya yang menatap dirinya dengan tatapan aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADLINA [Tahap Revisi]
Werewolf"Werewolf lemah! Tak berguna! Kau seharusnya tidak lahir ke dunia ini!" Aku sering mendengar kalimat itu tertuju untukku. Menyakitkan memang, tapi itulah kenyataannya. Namun semua itu hanya masa lalu, sekarang aku bukan werewolf lemah lagi. ~Adlina...