28

45 1 0
                                    

Ia mengerjapkan matanya kala cahaya menerpa wajahnya. ia tersadar. Bergerap pelan mengangkat tangannya untuk memegangi kepalanya yang kembali terasa sakit saat ia gerakkan. Ia ingin bangun namun terasa sangat sulit ketika ia kembali merasakan sakit di kepalanya. Berulang kali ia mencoba namun lagi-lagi sakit itu terus mencekokinya tanpa ampun membuat ia akhirnya menyerah dan pasrah akan keadaannya.

Senja hanya mampu menyebar pandangan pada setiap sudut ruangan ini. Ia seperti tak asing dengan tempat ini. Lebih tepatnya sebuah kamar yang sudah sangat familiar di ingatannya. Meski sudah bertahun-tahun lamanya ia tinggalkan kamar ini namun masih melekat erat diingatannya tentang kamar sederhana ini.

Senja tersenyum menatap setiap inci kamar ini. Kembali ia mengenang masa-masa ia menghabiskan waktunya sepanjang hari di kamar ini hanya untuk membaca habis sebuah buku paket ipa atau sekedar mencoba mengerjakan semua latihan yang ada di dalam buku paket matematikannya.

Sejak kecil Senja memang sudah sangat hebat dalam mata pelajaran matematika. Setiap guru matematikanya di sekolah SMPnya dulu memasuki kelas maka orang pertama yang ia sapa adalah Senja. Sehingga tak jarang teman sekelasnya bahkan seisi sekolah merasa iri melihatnya yang di anak emaskan oleh guru-guru di sekolah itu. Bukan karena ia suka mencari muka dan mencari-cari perhatian pada guru. Hanya saja, guru-guru itu sangat menyukai Senja yang cerdas dan sangat teladan. Jika boleh dikatakan maka, akan dengan senang hati guru-guru itu mengatakan bahawa Senja adalah Bintang di sekolah itu.

Meskipun banyak yang merasa iri akan kehebatan Senja tapi mereka tak ada yang benar-benar membencinya. Bagaimana bisa mereka membenci orang yang sangat baik dan ramah pada siapa saja. Senja buka orang suka menyombongkan diri jika sudah disanjung-sanjung oleh banyak orang. Justru ia akan sangat merendah apabila sudah dipuji oleh orang lain.

Senja adalah siswi yang baik. ia akan dengan senang hati menolong siapa saja yang membutuhkannya bahkan orang yang sering membulinya pun akan dengan senang hati ia tolong.

Senja kambali mengitari kamar sederhana itu dengan pandangannya. Lalu pandangan itu tertujuh pada sebuah bingkai foto yang bertengger di atas meja belajar. Disana tersapat dua insan berbeda jenis kelamin. Saat itu ia masih berumur 10 tahun kala ia pertama kali berkenalan dengan seorang anak laki-laki bernama Rayhan yang sering Senja panggil dengan sebutan Han.

Ah iya. Senja baru tersadar. Kemana anak itu..?

Senja mengedarkan pandangan di dalam kamar itu sekedar mencari keberadaan Rayhan namun tak ia temukan. Senja mencoba bangun namun ia lagi-lagi meringis tertahan kala sakit di kepalanya kembali menyerang. Senja frustasi dalam ketidak mampuannya melakukan sesuatu untuk mencari lelaki yang selama ini ia rindukan namu tak pernah ia sadari keberadaannya. Ia menyesal. Sangat !!

Berhari-hari mereka bersama namun tak pernah sekalipun ia menyadarinya. Ini memang salahnya yang tak mampu mengembalikan ingatannya secara sempurnah pasca kejadian tiga tahun lalu.

Senja kembali mencoba bangkit dari pembaringannya. Ia harus mencari Rayhan dan meminta maaf atas segalanya.

Saat Senja berjalan meski tertatuh dan harus meringis kala rasa pusing dan sakit kembali memaksanya untuk menyerah tapi ia abaikan. Ia akan berusaha sekuat tenaganya untuk melakukan yang seharusnya ia lakukan sejak dulu. Mencari dan meminta maaf pada Rayhan lalu memeluknya melampiaskan kerinduan yang menghantuinya sejak perpisahan mereka.

Saat Senja membuka pintu kamarnya. Ia disuguhi pemandangan yang begitu indah dan menenangkan. Sebuah pemandangan dimana terdapat beberapa orang di ruang tamu itu sedang bercengkrama dan saling melempar senyum bahkan tawa bahagia. Senja ikut tersenyum menyaksikan hal itu.

Ia merasa kembali pada masa dimana ia dan keluarganya masih tinggal di rumah ini dan bermain bersama Han. Senja tersenyum getir saat mengingat kembali kesalahannya yang telah meninggalkan Han kecil.

Hello senja (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang