52

48 2 0
                                    

Suara sirine ambulance memasuki pelataran rumah bertingkat dengan gaya minimalis milik keluarga Senjany. Semua keluarga yang hadir di rumah duka serempak berdiri menyambut sang mayat. Wajah-wajah kesedihan tampak menghiasi seluruh penjuru ruangan, tak adalagi tawa bahagia atau senyum ramah ketika saling menyapa. Semua hanya menunduk dalam meratap kehilangan. Sedih tak dapat dielakkan, tak jarang terdengar raungan tangis memilukan didalam rumah dan bahkan dihalaman rumah.

Kedua orang tua Senja tak mampu menahan jeritan memilukannya kala petugas rumah sakit mulai menurunkan keranda dari mobil ambulance, memindahkannya kedalam rumah untuk diistirahatkan sejenak sebelum akhirnya dibawa ke mesjid untuk di sholatkan.

***

Setelah mayit dimakamkan satu jam yang lalu, orang-orang yang mengantarkan pada peristirahatan terakhirnyapun sudah bubar beberapa menit yang lalu, yang tersisa hanya Rayhan seorang diri. Setelah Ibunda Senja yang sebelumnya dipapah pulang karena sudah tak sanggup menopang tubuhnya sendiri. Tulangnya seakan melebur tanpa sisa, ia masih belum percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Semua terasa seperti mimpi. mimpi buruk.

Wanita separuh baya itu berharap ini hanya mimpi, ia belum sanggup menerima kenyataan bahwa putrinya benar-benar telah meninggalkannya untuk selamanya.

Ia kecewa dan terluka dengan sangat dalam atas takdir yang begitu kejam mempermainkan skenario hidupnya. Putri satu-satunya yang ia miliki kini harus kembali menghadap sang pencipta, menyisakan luka dan kesedihan mendalam atas kehilangan.

Wanita yang selalu ceria dan tersenyum ramah kepada setiap orang yang ia temui itu kini telah membuat dunia berkabung, bahkan alampun turut bersedih dengan kepergiannya, air hujan seolah menyimbolkan sebuah kesedihan yang teramat sangat.

Derasnya hujan membuat keadaan semakin menyekik kuat, membiarkan orang-orang yang ditinggalkan semakin merasakan rasa pedih kehilangan, menekan rongga dada hingga tak lagi mampu mengatur nafas, hidung seakan kembang kempis memaksa terus bernafas, dada terasa sesak, mulut bekerja keras mengumpulkan oksigen yang semakin menipis ditekan kesedihan.

Begitu besar makna kehadiran seorang Senja bagi setiap orang yang mengenalnya, hingga isakan tangis memilukan saja masih tak mampu menggambarkan kepedihan itu.

Beratnya arti kehilangan sesosok yang begitu baik, seolah menghantui setiap hembusan nafas tersengal orang-orang yang merindui keberadaannya.

Dia, wanita yang hadirnya membawa tawa kebahagiaan dan kepergiannya yang menghadirkan tangis kesedihan.

Kabar kematiannya terdengar dimana-mana, ucapan belasungkawapun datang dari segala penjuru negri. Sebagai orang yang pernah menghiasi layar kaca televisi tak heran jika kabar kematiannya dimuat dalam berita dan tersebar dimana-mana.

Tak jarang penggemarnya turut mengucapkan kalimat turut berduka cita di media sosial masing-masing dengan memajang foto sang idola yang tak dipungkiri pada kenyataannya tindakan mereka itu justru semakin membuat sanak saudara merasakan kesedihannya jika terus menatap wajah orang yang mereka kasihi kini beredar luas seantero dunia dengan caption yang menambah kesan menyedihkan.

Kehilangan orang yang dikasihi memang bukanlah hal yang bisa disepelekan, perasaan tak terima dan ingin perotes pun mencekoki tenggorokan. Memaksa siapa saja untuk terus menumpahkan air mata kesedihannya sebagai wujud protesnya terhadap sang pengatur takdir.

Kalau langit saja bisa bersedih hingga menangis dalam bentuk air hujan, lalu bagaimana dengan manusia yang jiwanya lemah tak ada apa-apanya.

Manusia itu identik dengan keluh kesahnya, jika merasa telah mendapat ujian tak seberapa beratnya. Manusia itu mudah mengeluh bahkan hingga menyerah dan putus asa hanya karena mendapat sedikit pengajaran dari sang pencipta. Merasa masalah yang tengah mereka hadapi adalah yang paling berat dan rumit, tak ada lagi di atasnya. Padahal tidaklah demikian.

Hello senja (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang