Senja pov
Hari ini aku akan berangkat ke Bali menyusul Rayhan beserta keluargaku yang sudah berangkat lebih awal. Aku menyesali kesibukanku beberapa hari ini hingga tidak bisa berangkat bersamaan dengan mereka.
Pekerjaanku memang sangat padat belakangan ini, hampir aku tidak memiliki waktu sedikit saja untuk bersantai, semua waktu kugunakan untuk bekerja kerja dan kerja.
Bisnisku yang baru saja ku rintis sedang naik daun dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Terlalu banyak pengajuan kerja sama dari berbagai kalangan pebisnis, mulai dari yang baru hingga pada perusahaan yang sudah mengepakkan sayapnya tinggi-tinggi.
Aku cukup kewalahan menanganinya hingga beberapa urusan ku serahkan kepada orang kepercayaanku agar sedikit bisa membantu.
Apalagi Rayhan mengabariku satu bulan yang lalu agar aku bisa meluangkan waktu untuk merayakan hari ulang tahunku bersamanya dan keluarga besar kami. Dia ingin sekali merayakan ulang tahunku kali ini di Bali, dengan pesta sederhana yang hanya dihadiri oleh keluarga besar kami.
Maka dari itu, aku berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan pekerjaanku lebih cepat agar bisa menyusul mereka yang sudah berangkat lebih awal. Dan yah, aku bekerja seperti orang gila yang tak kenal lelah beberapa waktu lalu, agar tak mengecewakan mereka. Aku sungguh menyayangi mereka semua, tidak mungkin aku setega itu untuk mengabaikan waktu kebersamaan kami.
Jujur saja, aku juga sangat merindukan waktu kebersamaanku dengan Rayhan. Sudah lama sekali kami tak pernah memiliki waktu berdua, walau hanya untuk sekedar duduk berdua menghabiskan waktu mengobrolkan hal-hal tidak jelas, dan tertawa meski tak lucu. Aku merindukan itu, dan aku ingin melakukannya lagi. Bersama dia, laki-laki yang umurnya 5 tahun lebih mudah dariku.
Jam satu siang nanti aku akan berangkat, sendirian. Yah, walaupun di dalam pesawat akan ada banyak sekali penumpang namun aku pasti akan merasa sangat kesepian. Tidak ada teman mengobrol dan bercanda. Huftt, pasti perjalanan ini akan sangat mebosankan.
Akan kupastikan ini kali terakhir aku bepergian sendirian tanpa kawan, menyebalkan sekali. Aku harus menunggu beberapa jam di bandara karena penerbangan ditunda akibat cuaca buruk.
Duduk sendirian tanpa teman, untung saja aku masih bisa menghubungi bunda, kukabarkan bahwa aku akan telat sampai karena penerbangan dipending.
Syukurnya, kata bunda acaranya belum di mulai. Mereka sedang menungguku katanya. Akhh, aku sangat merasa bersalah sekarang. Pada bunda, pada ayah, kedua orang tua Rayhan, keluarga besar kami yang sudah tiba disana pagi tadi, dan terutama Rayhan. Pasti dia merasa sangat kesal sekarang karena keterlambatanku. Tapi aku tidak bisa apa-apa selain hanya merutuki kejadian hari ini dan merasa berdosa pada mereka semua.
Kuharap aku diberi kesempatan untuk minta maaf kepada mereka semua nanti, aku takut mereka akan kecewa padaku dan tak ingin memberiku maaf. Aku takut sekali.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya aku berangkat jam 3 sore. Aku tidak pernah berfikir jika penundaan penerbangan hari ini bisa sangat lama, sampai aku hampir saja tak dapat mengendalikan diriku untuk tidak berteriak.
Jika saja aku harus menunggu sedikit lama lagi, mungkin saja aku akan berteriak histeris meluapkan kekesalanku karena harus kebosanan menunggu.
Duduk sendirian selama 2 jam bukanlah waktu yang singkat buat orang yang terbiasa sibuk seperti aku.
Didalam pesawat, aku menyusuri koridor pesawat mencari-cari kursiku. Ketika kutemukan, langsung saja kuhempaskan bokongku dan kusandarkan punggungku. Kucari posisi senyaman mungkin, untuk mengistirahatkan tubuhku yang rasanya sangat pegal.
Setelah seorang pramugari usai menyampaikan instruksinya, akhirnya pesawat take off juga. Kuhembuskan nafasku lelah, kufikir aku akan langsung merendam tubuhku dengan air hangat di dalam bath up sesampai di hotel nanti, itu akan cukup mengobati moodku yang hancur ini.
Selang beberapa menit, entah kenapa perasaanku serasa gak enak. Aku merasa gelisah dan dadaku terus berdebar tak karuan padahal tak terjadi apa-apa. Perasaanku cemas seperti akan terjadi hal besar, aku tidak tahu apa, yang pasti aku tidak tenang sekarang.
Pelipisku mulai basah oleh keringat dingin, tanganku gemetar.
Kepanikanku pun terjawab, pesawat tiba-tiba terguncang hebat. Semua penumpang panik, mereka berteriak histeris ketakutan.
Semua bertakbir menyebut nama allah, tak ada yang lepas menyebut nama allah dalam do'a.
Aku entah mau berkata apalagi selain berdo'a dalam hati. Berharap diberi selamat sampai tujuan. Jujur saja ketakutan sudah sepenuhnya menggerogotiku. Aku ingin bertemu orang-orang yang kusayangi.
Pramugari berlarian, mengintruksikan kepada semua penumpang untuk mengenakan alat oksigen agar kami tak kehabisan nafas.
Guncangan pesawat semakin kuat, membuat kami semakin diliputi ketakutan setengah mati.
Pramugari kembali menginstruksikan untuk menuju pintu darurat karena baru saja co pilot mengatakan tanda bahaya, dan pesawat sudah dalam keadaan diluar kendali. Untuk melakukan pendaratan darurat pun sudah tidak bisa, pesawat sudah terbang semakin liar tak bisa dikendalikan.
Semuanya semakin panik. Sebelum sempat kami meninggalkan tempat duduk kami, naasnya pesawat sudah terjatuh. Belum ada yang sempat menyelamatkan diri satupun diantara kami.
Aku merasakan pesawat itu terjatuh lalu membentur permukaan tanah lalu meledak. Samar-samar aku mendengar suara ledakan itu dan api pun sudah melahap habis pesawat yang kutumpangi.
Aku sudah tidak berharap lagi untuk bisa selamat, yang kuharapkan sekarang hanyalah tuhan masih memberiku sedikit waktu untuk menatap wajah-wajah mereka yang ku sayangi untuk yang terakhir kalinya.
Aku ingin mengatakan bahwa aku minta maaf sudah membuat mereka menunggu terlalu lama.
Nafasku semakin sesak, panasnya api yang melahap habis pesawat itu terasa membakar habis tubuhku.
Meski sudah hampir tak sadarkan diri, namun aku masih merasakan diriku sudah tak berada di dalam pesawat itu, aku terpental cukup jauh karena aku merasakan tubuhku terbentur berulang kali dengan sangat keras.
Kuraba kepalaku yang sudah tak bisa dikatakan baik-baik saja. Sudah sepenuhnya terlumuri darah segar, tubuhku rasanya remuk tak berbentuk.
Aku tak lagi bisa menggerakkan tubuhku dan sekejap mata kesadaranku pun menghilang sepenuhnya.
Kuharap saat aku membuka mataku nanti, sudah ada Rayhan dan Ayah Bunda di depanku.
Yatuhan, jika tak lagi ada kesempatan untukku, maka kuharap kau menjaga mereka yang aku sayangi.
Selamat tinggal Han. Selamat tinggal Ayah. Selamat tinggal Bunda. Do'akan aku yang terbaik. Aku minta maaf telah menyulitkan hidup kalian selama ini.
Sumpah demi Allah, aku menyayangi kalian melebihi apapun.
Kuharap kalian tidak bersedih terlalu dalam, aku tidak ingin kalian menangisi kepergianku terlalu lama.
SELAMAT TINGGAL.
BERSAMBUNG....
Next..?
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian yaa. Maaf terlambat, ini cukup rumit, aku sempat bleng dan gak tau mau nulis apa. Hehehe.
Jangan lupa vote, kritik dan saran kalian.
😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello senja (END)
RomanceRayhan dan Senja, dipertemukan kembali setelah bertahun-tahun lamanya mereka harus berpisah jauh. Kembali bertemu dalam keadaan yang sangat jauh berbeda dengan masa dulu. Dimana Rayhan yang begitu menantikan kedatangan Senja kembali ke kehidupannya...