37

30 0 0
                                    

Sudah satu jam lamanya Senja duduk diam di meja makan, menatap nanar masakan Rayhan yang telah ia siapkan dalam piring lengkap dengan sendok dan garpunya. Rasanya, selera makannya hilang akibat pertengkarannya dengan Rayhan.

Belum usai kesedihannya oleh penghianatan mantannya beberapa waktu lalu. kini ia harus menanggung penyesalan yang teramat dalam, atas sikapnya terhadap Rayhan satu jam yang lalu.

Ia menyesal, sungguh. Ia tak bermaksud  untuk membentak hingga meneriaki Rayhan. Ia hanya sangat menghawatirkan lelaki itu hingga tanpa sadar kekhawatirannya malah berubah menjadi jeritan di depan wajah lelaki itu. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa saat ia mendapati wajah Rayhan yang penuh lebam. Kecemasannya semakin menjadi kala lelaki itu mengatakan bahwa ia habis berkelahi dengan kakak sepupunya sendiri.

Jika Rayhan saja terluka parah seperti itu, lalu apa kabar dengan mantan kekasihnya..?

Meskipun ia telah di khianati oleh Fajar, namun perasaan itu tak akan bisa hilang hanya dalam waktu singkat. Hubungan yang telah mereka bangun selama 3 tahun tidak akan mungkin ia lupakan hanya dalam hitungan jam saja. Mungkin ia akan butuh waktu yang cukup lama untuk dapat mengubur perasaan itu dalam-dalam.

Tanpa menyentuh makanan itu sedikitpun, Senja beranjak meninggalkan tempat duduknya. Ia harus meminta maaf pada Rayhan dan untuk itu, ia harus menemukan keberadaan anak itu.

Rayhan pov.

Pagi pagi sekali, gue pulang dari rumah sakit agar Senja tidak terlalu khawatir pada gue. Bukannya apa, tapi saat ini wanita itu sedang dalam keadaan tidak baik dan sangat kacau. Maka dari itu, gue gak mau dia sampai jatuh sakit hanya karena gue membuatnya khawatir dengan kepergian gue.

Memang belum waktunya buat gue pulang, tapi mau bagaimana lagi. Senja lebih penting saat ini.

Saat gue udah sampai di apartement, gue liat pintu gak di kunci. Astaga, kenapa wanita itu ceroboh sekali..!. Buru-buru gue masuk dan mengunci pintu itu.

Gue liat Senja sedang tertidur di sofa dengan posisi duduk. Ya amapun, apa yang fikirkan wanita itu sampai dia harus tidur dalam posisi yang membuat persendian gue seketika ngilu saat melihatnya.

Apa dia tertidur karena menunggu gue pulang. Apa ia sekhawatir itu..? Seketika senyum gue mengembang memikirkannya. Gue bahagia. Wanita itu ternyata menghawatirkan gue sampai segitunya.

Tanpa menunggu lama lagi, gue membopong tubuh wanita itu hingga dikamar. Gue membaringkannya dan menarik selimut hingga menutupi seluruh badannya dan hanya tersisa kepalanya. Tanpa ragu gue mengelus kepala wanita itu dan dengan hitungan detik kukecup keningnya singkat. Buru-buru gue keluar dari kamar itu, takut Senja akan terbangun dan mengetahui  apa yang baru saja kulakukan padanya. Gue tersenyum geli saat kembali memikirkan kelakuan gue yang telah lancang mencuri kecupan di kening wanita dewasa itu.
Menggelikan sekali, pikirku.

Gue memilih untuk memasak saja di dapur, hitung-hitung untuk menghibur Senja yang sedang bersedih dengan masakan gue yang belum tentu enak.

Ketika gue lagi asik memasa tiba-tiba seseorang menepuk bahu gue. Gue menoleh dan di depan gue sudah berdiri seorang wanita cantik khas bangun tidur dengan wajah kebingungan. Terdapat lingkaran hitam di bawah matanya dan juga kantung mata wanita itu tampak membengkak.

Gue ngeliat dia menutup mulutnya terkejud, mungkin dia terkejud karena wajah gue yang tampan ini penub lebam bekas tonjokan. Yaa, memang ku akui jika tonjokan lelaki bajingan itu cukup kuat dan sekarang wajah ganteng gue harus lebam gara-gara dia. Menyebalkan.

"Han..?!"
"Ka..kamu kenapa..? Kok bisa begini..?" tanyanya terbata. Mungkin akibat syok.

Gue hanya merespon dengan mengangkat bahu acuh lalu kembali memunggungi Senja untuk melanjutkan kegiatan gue yang tertunda olehnya.

"Han jawab..!!" sentaknya yang masih gua respon acuh.

Tiba-tiba, Senja mematikan kompor

Dia menyeret gue ke meja makan den memaksa gue buat duduk. Dia berdiri di depan gue dengan bersedekap dada seakan ia menggertak marah.

Gue mengangkat alis santai.

"Sekarang kamu jawab.!! Semalam kamu habis dari mana, kenapa gak ngabarin aku dan kenapa kamu bisa lebam begini..?!" cercanya dengan berbagai pertanyaan, terakhir ia menoel pipi gue yang lebam.

"aduh ssttt. Sakit tau," gue meringis kesakitan ketika dia dengan sengaja menoel pipi gue yang lebam bekas tonjokan.

"Kamu habis berantem sama siapa Han..?"

"Sama mantan kamu..!" gue menjawab santai lalu berdiri, gue kembali melanjutkan masakan gue yang hampir matang.

Senja lagi-lagi menghampiri. Wanita itu berdiri tepat disisi kanan gue.
"Ngapain kamu berantem sama orang itu. Hah..?"

Gue diam tak menjawab, gue terlalu malas menceritakan semuanya pada dia karena gue gak mau dia semakin kacau dan marah jika dia tau kalau gue telah melukai lelaki yang ia sayangi namun telah menghianatinya.

"BUAT APA, AKU TANYA..?" jeritnya di samping gue yang seketika menghancurkan mood gue buat memasak.

Gue mematikan kompor lalu meletakkan spatula dengan kasar.

Gue menoleh, menatap tajam tajam dan nyalang.

"karena aku gak suka ada orang yang nyakitin kamu, karena aku gak bisa ngeliat kamu menangis cuma gara-gara bajingan kayak dia, dan karena aku gak suka orang yang aku sayang terluka !!"

"Dan asal kamu tau. Sampai kapanpun aku gak akan ngebiarin siapapun membuat kamu meneteskan air mata kecuali air mata bahagia. Atau mereka akan terluka..!!" gue lalu berlalu meninggalkan wanita itu yang mungkin saja sedang menangis ketakutan karena suara gue yang sedikit meninggi.

Gue memilih pergi dari sana, gue takut kelepasan jika terus melihat wajahnya yang kacau yang disebabkan oleh lelaki tidak bertanggung jawab dan bajingan seperti Fajar.

Gue butuh waktu buat nenangin pikiran gue yang sedang kalut. Pilihan gue jatuh pada rooftop apartement. Disana cukup pas untuk di jadikan tempat menyendiri karena suasananya yang tenang dan juga pemandangannya yang indah oleh hamparan gedung-gedung tinggi pencakar langit. Kita bisa melihat pemandangan kesibukan kota yang dipenuhi oleh gedung gedung tinggi dan juga kendaraan yang lalu lalang saling bersahutan.

Gue duduk di tepi gedung dengan mengulurkan kaki kebawah.

Satu jam berlalu tiba-tiba hp gue bergetar beberapa kali tapi gue abaikan. Gue tau itu Senja, buknnya tak ingin menjawab tapi gua masih butuh waktu sendiri.

Setelah beberapa lama hp gue tak bergetar, gue pikir wanita itu sudah menyerah. Tapi ternyata belum. Ia masih terus menelpon dan juga mengirim beberapa pesan yang menanyakan keberadaan gue serta beberapa permohonan maaf yang cukup membuat gue sadar bahwa apa yang gue lakuin ini salah.

Tidak seharusnya gue pergi seperti ini yang malah semakin membuat Senja khawatir dan cemas. Gue tau bahwa sikap wanita itu hanya menunjukkan kekhawatirannya yang berlebihan terhadap gue.

Harusnya gue tidak membuatnya lebih kacau lagi dengan ketidak dewasaan gue menghadapi keadaannya yang sedang tidak stabil.

Maklum saja jika dia sekhawatir itu karena saat ini kami sedang berada di negri orang lain dan dia sedang dalam keadaan kacau.

Bersambung...

Next...?

Kuylah kita next aja.
Heheheh.

Jangan lupa komen, vote dan follow  😉😘

Hello senja (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang